Daftar Isi Internasional Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Tampilkan postingan dengan label ABNS KISAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ABNS KISAH. Tampilkan semua postingan

Kufah, Imam Hasan dan Pasukannya


Pagi setelah malam pemakaman Amirul mu`minin Ali, putranya, Imam Hasan, menyampaikan ceramah di tengah orang-orang tentang keutamaan-keutamaan ayahnya dalam Islam dan di sisi Rasulullah saw. Lalu berhenti, dan menangis tersedu-sedu. Orang-orang pun turut menangis. Kemudian berkata:

“Akulah putra sang pembawa kabar gembira; akulah putra sang pemberi peringatan; akulah putra sang penyeru kepada Allah dengan izin-Nya; akulah putra as-Sirajul munir (Sang Lentera yang menerangi); aku bagian dari Ahlulbait yang Allah hilangkan dari mereka dosa dan nista dan Dia sucikan sesuci-sucinya; aku bagian dari Ahlulbait yang Allah wajibkan cinta kepada mereka di dalam kitab-Nya. Allah berfirman:

Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku.” Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.

Jadi, kebaikan (hasanah) adalah cinta kepada kami Ahlulbait.” (al-Irsyad/al-Mufid 2/8)


Ambisi Kekuasaan Menolak Kebenaran

Usai ceramah, Ubaidillah bin Abbas bangkit mengajak muslimin agar langsung baiat kepada beliau: “Hai orang-orang, inilah putra Nabi kalian dan washi Imam kalian, berbaiatlah kepadanya!”. Mereka menyambut ajakan ini. Maka mereka menyatakan kerelaan dan ketaatan: “Ia lah yang paling kami cinta, yang paling harus kami penuhi haknya dan yang paling berhak atas khilafah.”

Imam Hasan turun dari mimbar. Kemudian mengatur umara dan urusan kepemimpinan. Pada hari itu setelah mereka berbaiat, Ibnu Muljam (yang telah membunuh Amirul mu`minin Ali) dihadirkan. Sampai di hadapan Imam Hasan, dia berkata: “Apa yang telah ayahmu perintahkan kepadamu?”

Imam menjawab, “Beliau menyuruhku agar tidak membunuh selain si pembunuhnya..” Kemudian dia dihukum qishash (eksekusi).

Ketika Muawiyah tahu Amirul mu`minin Ali wafat dan orang-orang berbaiat kepada Imam Hasan, dia menyusupkan dua orangnya; yang satu dari Himyar ke Kufah, dan yang lain dari bani al-Qain ke Basrah, untuk mata-matai dan mengacaukan urusan Imam. Namun kemudian keduanya tertangkap dan dihukum atas perintah Imam. Setelah itu beliau layangkan surat ke Muawiyah: “Kau telah mengirim mata-mata kepadaku seakan ingin berjumpa denganku..”

Di dalam surat lainnya sebagai jawaban atas surat Muawiyah yang menyinggung suluh dan baiat untuk mengangkat dia di posisi wilayatul ‘ahd (putra mahkota), Imam mengatakan: “Ikutilah kebenaran niscaya kau tahu bahwa aku pemihaknya..” (Maqatil ath-Thalibin 33). Namun Muwaiyah cenderung menolak kebenaran. Terlebih pasca kesyahidan Amirul mu`minin Ali, ambisinya terhadap kekhalifahan yang persyaratannya tak ada pada dirinya, semakin besar.


Imam Hasan Mensifati Pasukannya

Muawiyah mengumpulkan kekuatan dan mempersiapkan pasukan dari kaum yang menyimpang. Dia pimpin dan gerakkan mereka yang berjumlah enamribu orang -atau lebih- menuju Irak. Sementara Imam Hasan membangkitkan penduduk Kufah untuk berjihad melawan Muawiyah. Namun, mereka diam ketika diminta untuk menyambut seruan jihad beliau. ‘Adi bin Hatim melihat sikap mereka, mengungkapkan:

“Subhanallah.. Alangkah buruknya posisi (kalian) ini! Tidakkah kalian menjawab imam kalian, putra dari putri Nabi kalian?”

Imam Hasan menoleh kepadanya dan berkata, “Siapa yang mau datang kepadaku (bergabung), maka datanglah untuk menepati janji..” Beliau kemudian keluar dari masjid, menaiki tunggangannya dan pergi.. dan ‘Adi bin Hatim lah orang pertama yang menjadi prajuritnya. Disusul oleh Qais bin Sa’ad bin Ubadah al-Anshari, Ma’qal bin Qais ar-Riyahi dan Ziyad bin Sha’sha’ah at-Taimi. Mereka pun melontarkan seperti yang telah dikatakan ‘Adi kepada orang-orang yang enggan bergabung.

Imam mengapresiasi mereka yang tergabung dalam pasukan: “Aku masih mengenal kalian melalui ketulusan niat, penepatan janji, ketaatan dan kecintaan yang benar. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.”

Pasukan Imam Hasan merupakan gabungan unik dari berbagai kelompok. Mengejutkan bahwa sebagian mereka dari khawarij dan yang pro kekuasaan bani Umayah. Namun kemudian mereka berbuat hal melampaui batas dan menampakkan pengkhianatan terhadap beliau.

Mereka mudah terpecah karena beda tujuan, dan kurang beliau percaya. Imam sempat berkata kepada pasukannya di al-Madain: “Kalian dulu berada di perjalanan menuju Shiffin dan agama kalian mendahului dunia kalian. Tetapi kini, dunia kalian mendahului agama kalian. Kalian berada di antara dua pihak yang terbunuh; pertama yang terbunuh di Shiffin, yang kalian tangisi. Kedua, yang terbunuh di Nahrawan, yang kalian harap dari kami menuntut balas atasnya..” (Tarikh Madinah Dimasyq 13/268)


Referensi:

A’lam al-Hidayah (4)

(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kisah Dirampasnya Keluarga Nabi Saw Dalam Sejarah Karbala


Oleh: Abu Syirin Al Hasan

Belum habis putri-putri Al-Zahra as menangis dan meratap atas syahadahnya putra Rasulullah saww, makhluk-makhluk lebih hina dari hewan itu mendatangi kemah bak serigala lapar membakar dan merampas anting-anting putri-putri Al-Musthafa.

Owh… Ayah…Setelah kepergianmu mereka membakari kemah….

Owh… Paman Abbas, setelah kepergianmu mereka merampas paksa anting-anting Ruqayah hingga berdarah…

Ibn Thawus melaporkan,
“ Setelah memenggal Imam Husein as, para pasukan Umar bin Saad berlari menuju kemah putri-putri Al-Zahra untuk mendapatkan rampasan perang. Mereka tidak segan mengambil anting-anting Ruqayah hingga telinganya berdarah.”

Ibn Thawus meneruskan,
“Melihat perlakuan mereka terhadap darah daging Rasulullah saww, Sayidah Zainab as berteriak,

یا حُزْناه! یا کَرْباه! الْیَوْمَ ماتَ جَدِّی رَسُولُ اللَّهِ،! هؤُلاءِ ذُرِّیَّةُ الْمُصْطَفى‏

Owh kesedihan…Owh..Kemalangan…Hari ini telah wafat Kakekku Rasulullah saww, mereka (putri-putri yang dirampas anting-antingnya) adalah keturunan Al-Musthafa…!

Ya Ilahi wa Rabbi, Demi air mata Sukainah, Demi ratapan Ruqayyah, Demi berdarahnya hati Zainab dan demi ketidak berdayaan Al-Sajjad melihat segala musibah dan bencana, Jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mampu meneruskan risalah huseiniyah hingga Al-Muntadzar tiba…


Simak Video ini:


(Dokumentasi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Merinding Peristiwa Trisakti Jaman Prabowo Melarikan Diri Ke Jordan! Kisah Mencekam Mugiyanto Korban Penculikan 1998 Dekati Maut


Tak pernah terbayangkan oleh Mugiyanto. Pilihan menghuni Rumah Susun Klender, Jakarta Timur, ternyata mengantarkannya pada pengalaman paling menakutkan dalam hidupnya. Sebuah kehidupan mendekati kematian.

Delapan belas tahun silam, 13 Maret 1998, sebelum pulang ke Rusun Klender, Mugiyanto menghubungi kawan satu kontrakannya melalui telepon umum di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Nezar Patria menerima telepon itu. Mugi, sapaan Mugiyanto, lantas menitip pesan. “Nez, enggak usah beli makan, aku bawa HokBen dari teman Australia.”

Malam itu Mugi baru selesai mengikuti pertemuan dengan organisasi solidaritas untuk Timor Leste dari Australia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mugi saat itu diberi tanggung jawab oleh organisasinya, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), untuk mengurus bidang hubungan internasional.

Dalam pertemuan di Menteng itu, Mugi ikut mengampanyekan demokratisasi di Indonesia. Dia juga menggalang dukungan atas upaya pembebasan sejumlah kawannya seperti Budiman Sudjatmiko dan Dita Indah Sari yang jadi tahanan politik Orde Baru pascaperistiwa Kerusuhan Dua Tujuh Juli 1996 (Kudatuli) pecah di markas Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro, di mana kantor yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri itu diserbu.

Kembali ke 13 Maret 1998, Mugi pulang ke Rusun Klender menumpang angkutan umum. Setibanya di rusun, dia segera naik ke lantai dua, tempat tinggalnya. Ibu-ibu mengobrol sambil duduk-duduk di tangga. Mereka menatap Mugi, kemudian bubar satu per satu.

Mugi mengetuk pintu, mengira Nezar dan Aan Rusdianto berada di dalam. Mereka semua aktivis SMID, organisasi afiliasi Partai Rakyat Demokratik yang dituding sebagai dalang peristiwa Kudatuli.

Ketukan Mugi tak mendapat jawaban. Dia ketuk lagi beberapa kali, pintu tak juga dibuka. Tetangga sebelahnya justru yang keluar. “Temannya sedang keluar, Mas. Sebentar lagi katanya akan balik,” kata perempuan itu kepada Mugi.

Beruntung Mugi membawa kunci cadangan di saku. Ia masuk, dan melihat ruangan berantakan. Laptop sudah tidak ada. Buku-buku dan barang cetakan lain yang biasa berserakan di lantai, raib. Mugi melihat gagang telepon pun tak diletakkan semestinya. Sementara di dapur, ada jeruk dalam plastik dan air di gelas yang masih hangat.

Tak ada perasaan curiga. Mugi mengira Nezar dan Aan pergi ke wartel. Mereka biasa mengakses internet melalui sambungan telepon sebagai modem. Itu cara Mugi dan kawan-kawan berkomunikasi jarak jauh. Internet kala itu belum seluas saat ini.

“Nez, pulang! Aku sudah bawa makanan,” kata Mugi dalam pesan singkat yang dikirim melalui pager. Nezar tak kunjung membalas pesannya.

“Nezar, kamu di mana? Segera pulang!” kirimnya lagi. Tetap tak ada balasan. Mugi mulai merasa ada yang tidak beres.

“Saya mulai panik. Saya ada security instinct karena kami sedang dicari,” katanya. Mugi dan kawan-kawannya memang diburu aparat.

Semula Mugi mengira rusun di Klender itu termasuk tempat yang aman untuk bersembunyi. “Tapi rupanya kerja intelijen luar biasa. Kami ketahuan di situ,” ujar Mugi saat ditemui CNNIndonesia.com di Cikini, Jakarta Pusat, pekan lalu.

Di tengah rasa panik, Mugi mengintip keluar jendela. Beberapa orang bertubuh tegap tampak berjaga di bawah rusun. Dia langsung menyimpan semua dokumen, paspor, dan buku harian dalam tas kecil.

Mugi berniat melarikan diri. Dia ke dapur, berusaha kabur dengan cara melompat. Namun pikirnya kemudian, tak bisa lewat situ. Mugi kembali ke ruang depan, mencari jalan keluar.

Lima menit mondar-mandir dalam ruangan, Mugi kebingungan. Dia kembali menengok ke luar jendela, ternyata sudah banyak orang bertubuh kekar. Rusun telah dikepung. Mugi lemas. Dia merasa tak ada jalan keluar.

"Mereka melihat saya. Saya lemas. 'Mati aku,'" bisiknya.

Di balik pintu, Mugi mematikan lampu. Dia duduk di lantai, bersandar ke tembok sambil menundukkan kepala.

“Saya pikir, kalau mati, apapun yang terjadi, ya sudah,” ujar Mugi pasrah.

Lampu ia nyalakan kembali. Tak lama kemudian pintu digedor.

“Buka pintu! Buka pintu!” teriak orang dari luar.

Tak ada pilihan lain, Mugi membuka pintu. Sekitar 10 orang masuk ke kontrakan. Dua orang berseragam loreng, sisanya berpakaian sipil. Mereka langsung menangkap Mugi sementara sebagian lainnya mencari sesuatu di dalam kamar.

Seorang lelaki berkopiah meminta Mugi tenang. “Enggak apa-apa, Mas. Tenang saja ikuti Bapak-bapak ini.”

Mugi menyangka orang itu Ketua Rukun Tetangga setempat. Namun Mugi tak mengenalnya karena baru seminggu menempati rusun itu.

Di tengah penyergapan terhadap Mugi, tiba-tiba telepon kontrakan berdering. Di sana Mugi dan kawan-kawan memang memasang telepon tanpa kabel, Ratelindo. Mugi enggan menerima panggilan tersebut karena faktor keamanan. Namun orang-orang yang mengepungnya memaksa dia mengangkat telepon.

Telepon pun diangkat, ternyata dari seorang kawan. Mugi langsung menangis saat berbicara, berharap penelepon paham ada sesuatu yang tak beres. Komunikasi langsung terputus.

Malam itu sekitar pukul 20.00, Mugi pun diseret keluar tanpa basa-basi. Dia tak sempat memerhatikan mobil yang mengangkutnya. Pikirannya kacau bukan main.

“Di kepala saya cuma kematian,” kata Mugi, mengenang.

Dalam kendaraan, Mugi duduk di pinggir, dekat pintu mobil. Di tengah perjalanan, dia sempat berpikir untuk membuka pintu dan melompat dari mobil. Namun niat itu ia urungkan.

“Enggak lompat, mati. Kalau lompat, mati. Ya sudah saya pasrah, ikuti saja. Apapun yang terjadi, terjadilah,” kata Mugi.


Perebutan tawanan

Kendaraan berhenti di kantor Komando Rayon Militer Duren Sawit. Di tempat itu, Mugi diinterogasi tentara. Saat pemeriksaan berlangsung, datang seorang anak muda yang baru ditangkap. Dia duduk di sebelah kanan Mugi dan langsung diinterogasi.

Pemuda itu bernama Jaka, mengaku tinggal di Cipinang, tak jauh dari kontrakan Mugi. Jaka marah kepada petugas karena tiba-tiba ditangkap. Dia mengaku tak tahu apa-apa.

Jaka berkata, “Saya harus dilepaskan. Kalau tidak, saya akan lapor ke keluarga saya pimpinan ABRI.” Jaka langsung ditendang.

Mugi saat itu berpikir, Jaka korban salah tangkap. Wajahnya mirip Petrus Bima Anugerah, kawan Mugi yang hilang. Jaka dan Mugi kemudian dibawa ke kantor Komando Distrik Militer Jakarta Timur.

Jaka menggandeng Mugi sambil berkata, “Mugi, kamu aman, kita selamat. Kita pulang ke rumah saya.” Keduanya diangkut mobil Polisi Militer. Di Kodim, Jaka menghilang.

Mugi baru tahu setelah bebas, Jaka yang dia temui di Koramil ternyata anggota Tim Mawar Kopassus, Kapten Inf Jaka Budi Utama. Karier Jaka, setelah diadili di pengadilan militer, berlanjut. Jaka, menurut Mugi, bahkan mendapat promosi kenaikan pangkat.

“Analisis saya, Jaka ini tampaknya orang Kopassus (Komando Pasukan Khusus) yang menyamarkan diri. Tujuannya merebut saya dari satuan yang lain,” kata Mugi.

Saat penangkapan di rusun, ujar Mugi, memang terlihat banyak satuan yang terlibat. “Waktu itu seperti berlomba, berkompetisi mendapatkan kredit dari Soeharto, baik kubu Wiranto, Prabowo, dan lainnya.”

Di kantor Kodim, Mugi melihat dua orang perwira telah menunggu. Mereka meminta Mugi segera diturunkan. Perintah itu tak dipenuhi.

“Kamu menghormati saya, enggak? Cepat turunkan mereka!” kata perwira itu dengan nada tinggi. Ternyata di sana terjadi perebutan tawanan.

Mugi tak bisa mengindentifikasi mereka. Selain karena gelap, kematian selalu membayanginya. “Kalau ditangkap pada masa itu malam-malam, bayangan saya, sudah pasti saya dibunuh.”

Mata Mugi ditutup kain, bajunya dilucuti. Dia diantar lagi ke tempat lain. Perjalanan ditempuh selama satu jam. Begitu berhenti, Mugi tak mengenali tempat asing itu. Dia langsung diinterogasi di ruangan yang sangat dingin. Tangan dan kakinya diikat. Mata ditutup. Mugi hanya mengenakan celana dalam.

Belakangan berdasarkan penyelidikan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Pusat Polisi Militer (Puspom), tempat itu diketahui sebagai markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur.

“Mereka yang melakukan penculikan,” kata Mugi.


Hidup di tangan interogator

Wung… wung… wung... Bunyi sirene meneror Mugi. Pertanda interogasi disertai penyiksaan akan dimulai. “Setiap mau disiksa, sirene selalu dibunyikan. Kalau sirene sudah dibunyikan, kami semua menjerit.”

Mugi ditanya seputar aktivitas dan organisasinya, alasan tuntutan turunkan Soeharto, pencabutan Dwifungsi ABRI, sistem multipartai, dan sebagainya. Dia juga ditanya hubungan kelompoknya dengan Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, dan tokoh lain. Interogator juga menanyakan bagaimana cara mengatasi krisis.

“Begitu mereka enggak suka dengan jawaban saya, saya langsung dihajar, disiksa, setelah sebelumnya mendapat pukulan,” kata pemuda 25 tahun itu.

Mugi mendengar suara seperti cambuk. Ctar… ctar… ctar… Bunyi itu ternyata berasal dari alat setrum yang dipakai untuk menyiksanya. Mugi kerap disetrum di bagian kaki. Alumnus Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta angkatan 1992 itu menjawab pertanyaan sebisanya.

Interogator juga menanyakan sejumlah kawan Mugi yang masih dalam pencarian seperti Ketua SMID Andi Arief dan penyair Wiji Thukul. Meski tahu di mana Andi Arief, Mugi tak memberi pentunjuk. Baginya, yang paling berat adalah melindungi kawan yang masih bebas.

“Batas antara mengompromikan ketahanan saya menghadapi rasa sakit dengan tujuan saya melindungi kawan supaya tidak ditangkap seperti saya, itu paling berat,” kata Mugi.

Para penyekap tak percaya begitu saja kepada Mugi. Siksaan dan ancaman kian digencarkan. Mereka bisa melakukan apa saja, termasuk membunuh Mugi kapanpun.

“Mereka sangat powerful. Hidup saya di tangan mereka,” kata Mugi.

“Mugi, kamu enggak bisa bohong. Hidupmu ada di tangan kami. Kami bisa bunuh kamu sekarang juga,” kata pria misterius itu. Mugi tak mengenali orang-orang yang menginterogasi dia karena matanya selalu ditutup.

Di sela penyiksaan, Mugi mendengar ada dua orang yang juga disiksa. Jaraknya sekitar lima meter di kanan dan kirinya. Orang itu menjerit-jerit kesakitan. Suaranya tak asing. Mugi sadar itu jeritan Nezar dan Aan. Sebelum Mugi ditangkap, Nezar dan Aan rupanya telah dijemput paksa lebih dulu.
Baca juga:Lepas 18 Tahun dari Penculikan, Nezar Masih Digayuti Tanya
Yang menyakitkan lagi, kata Mugi, ialah ketika mendengar kawannya disiksa. “Saya merasa paling sakit ketika Nezar teriak-teriak, ‘Aduh.. aduh...’”

Meski tak melihat langsung, jeritan dan suara penyiksaan terhadap kawannya amat mengiris hati Mugi.

“Saya juga disetrum, dihajar. Muka saya hancur, bibir dan mulut saya enggak bisa makan,” kata Mugi sembari menunjukkan bekas luka di pergelangan tangannya akibat penyiksaan 18 tahun lalu itu.

Selama dua hari dua malam, Mugi-Nezar-Aan berada di ruangan yang sama, disekap, diinterogasi, dan disiksa. Setelah itu, mereka dibawa ke kantor Kodam Jaya, Cawang. Dari sana, mereka diantar ke Polda Metro Jaya, 15 Maret 1998. Mereka bertiga dijerat Undang-Undang Anti Subversi.

Penutup mata Mugi, Nezar, dan Aan mulai dibuka. Mereka disuruh pakai baju kemudian masuk ke sel isolasi. Satu sel diisi satu orang. Padahal ukuran sel itu cukup besar. Ketiganya dilarang berkomunikasi. Mugi di sel nomor 11, Nezar mengisi sel nomor 9, sedangkan Aan di sel nomor 6.


Menangis di hadapan ayah

Pukul 09.00 pagi di akhir Maret 1998, Mugi menerima kunjungan. Seorang petugas menghampirinya. “Mugi, ada yang besuk kamu, temui saja.”

Mugi penasaran, siapa orang yang berani membesuknya. Selama dua minggu ditahan, tak pernah ada yang mengunjunginya, termasuk kawan sendiri.

Mugi keluar sel, membuka pintu, dan berjalan menuju lorong. Di koridor panjang, Mugi melihat pria tua di kejauhan. Ternyata pria itu bapaknya yang datang dari Jepara, Jawa Tengah. Dia datang bersama sang kakak. Mugi langsung menangis.

Dia dan ayahnya diberi kesempatan bertemu selama 30 menit. “Saya enggak bisa ngomong sama sekali, sepatah kata pun. Saya hanya bisa menangis,” kata Mugi. Pertemuan itu begitu emosional bagi Mugi.

Mugi tak henti menangis karena merasa bersalah. “Bukan merasa bersalah karena melawan Orde Baru, tapi karena gara-gara saya, bapak jadi repot,” kata Mugi.

Mereka duduk di ruang petemuan. Namun hanya sang bapak yang berbicara. “Sudah, tidak apa-apa, dihadapi saja. Jangan khawatir, ibumu baik-baik saja. Kamu berdoa saja,” kata ayah Mugi dalam Bahasa Jawa.


Mugi tetap tak sanggup berbicara. Dia terus menangis

Selama sebulan pertama dalam tahanan, Mugi tak melakukan apapun di sel isolasi. Beberapa kali dia dibon atau dipinjam oleh kesatuan lain.

“Menakutkan sekali yang namanya dibon itu,” katanya. Namun pemeriksaan tak disertai penyiksaan seperti sebelumnya.

Mugi masih trauma. Orang-orang yang menculiknya bisa kapanpun mengambilnya lagi. Mugi ketakutan setiap malam dan sulit tidur. “Bayangan saya, ada orang yang tiba-tiba datang, membawa saya, membunuh saya.”

Bulan April, gelombang demonstrasi mulai muncul. Sebelah kanan sel Mugi kedatangan seratus orang pendukung Megawati. Mereka ditahan karena terlibat aksi menuntut penurunan harga. Ratusan orang tahanan itu relatif leluasa keluar-masuk sel. Salah satu yang ditahan adalah Guan Li, kawan Mugi.

Suplai koran lantas mengalir dari kawannya. Dari situ Mugi memperoleh berita tentang situasi di luar. “Kami senang sekali karena demonstrasi di kota-kota besar sudah mulai terjadi,” kata dia.
Baca juga:18 Mei, Mahasiswa Duduki Parlemen di Bawah Kokangan Senjata
Saat itu Nezar mulai membesarkan hati kawan-kawannya. Mugi yang masih trauma, perlahan bangkit. Setiap pagi mereka saling berteriak.

“Mugi, Aan, apa kabar?” teriak Nezar dari dalam selnya.

“Baik, Nez,” sahut Mugi.

“Jangan khawatir, sebentar lagi kita bebas,” kata Nezar.

“Kenapa, Nez?” tanya Mugi.

“Ini mahasiswa sudah mulai demonstrasi di seluruh kota,” pekik Nezar.

Sahut-menyahut itu ternyata mampu membangkitkan semangat Mugi. Sebelumnya Mugi selalu dibayangi ketakutan dan beban hukuman yang bakal ia terima.

“Ketakutan itu terobati ketika membaca koran. Mahasiswa demonstrasi di mana-mana,” ujar Mugi.

Memasuki Mei, keadaan di luar kian mencekam. Kerusuhan, penjarahan, dan pemerkosaan marak terjadi menyusul penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti. Semua informasi itu didengar Mugi dari televisi.
Baca juga:Trisakti, Korban Tragedi Mei 1998 yang Bergerak Belakangan
Teriakan para demonstran terdengar dari balik penjara. Sejak ratusan orang dijebloskan ke dalam sel, Mugi tak lagi diisolasi. Dia dicampur dengan tahanan politik dan kriminal.

“Selama di sel, para kriminal respek ke kami, nyaman,” kata Mugi.

Pada 21 Mei, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden RI. Kabar itu terdengar sampai ke dalam penjara. Mugi dan kawan-kawannya meluapkan kegembiraan. Mereka berteriak-teriak, bernyanyi lagu-lagu pergerakan.

“Keyakinan kami terbukti, pada akhirnya Soeharto tumbang,” kata dia.

Petugas polisi mendatangi Mugi. Ia diberi selamat. Menu makanan yang diberikan berubah istimewa. Biasanya makan di piring kecil berisi nasi berkuah kangkung dan berlauk tempe goreng, sejak Soeharto lengser diganti menjadi nasi Padang.

“Nanti kalau jadi pejabat, jangan lupa kami ya,” ujar Mugi menirukan ucapan sipir.

Ketika Habibie menjabat sebagai Presiden, UU Anti Subversi dicabut. Pengacara Mugi dan kawan-kawan mengupayakan pembebasan. Pada 6 Juni 1998, Mugi dibebaskan. Delapan kawannya yang lain juga dibebaskan. Namun 13 orang masih hilang hingga kini.


Di luar penjara

Begitu keluar penjara, Mugi menginap di rumah aktivis HAM Munir. Mugi masih trauma. Semua orang seperti mengawasinya. Mugi lantas pulang kampung untuk melepas trauma.

Dua bulan kemudian, Mugi kembali ke KontraS dan diminta melakukan kampanye internasional ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Melaporkan kasus orang hilang ke PBB, karena kasus penghilangan orang secara paksa masuk dalam pelanggaran berat HAM.”

Dua tahun berikutnya, Mugi terjun ke dunia pers. Dia menjadi koresponden stasiun televisi Belanda, NOS, dan kerap meliput persoalan politik. Beberapa tokoh politik dia wawancarai.

“Stres saya melihat politisi-politisi ini. Bajingan semua. Jadi makan hati,” kata Mugi.

Selain meliput bidang politik, Mugi memberitakan masalah hak asasi. Dia menemui orang-orang yang pernah berjuang dengannya seperi Munir, Sipon istri Wiji Thukul, dan Dionysius Utomo Rahardjo –ayah Petrus Bima yang masih hilang.

“Itu bikin saya stres juga,” kata Mugi.

Di sisi lain, KontraS memiliki segudang pekerjaan. Kasus-kasus orang hilang terbengkalai karena mereka kerepotan. Mugi merasa iba dengan perjuangan keluarga korban pelanggaran HAM.

“Saya secara personal seperti memiliki tanggung jawab moral untuk bersama keluarga korban, menuntut anak mereka dikembalikan. Saya enggak bisa kalau tidak bersama mereka,” ujarnya.
Baca jugaPedih Hati Adnan Aktivis 98: Kawan Hilang, Reformasi Dibajak
Sebagai orang yang terbebas dari kasus penculikan aktivis, Mugi merasa terpanggil membantu pendampingan keluarga korban. Dia bicara dengan Kontras, berniat menghidupkan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI).

IKOHI yang dideklarasikan pada 1998 tak berjalan maksimal. Mugi melakukan konsolidasi ulang. Pada kongres pertama, Oktober 2002, Mugi terpilih menjadi ketua.

Jabatan baru tersebut bukan pilihan mudah bagi Mugi. Dia rela melepas gaji yang cukup dari pekerjaannya di stasiun televisi Belanda demi berjuang dengan keluarga korban orang hilang.

“Di TV Belanda, saya punya gaji bagus, tiba-tiba saya memilih ke IKOHI. Berdebat sama istri, bagaimana nanti anak kami,” ujarnya. Kala itu Mugi harus menghidupi istri dan seorang anak.

Beruntung sang istri memahami itikad Mugi. Awalnya mereka mengalami kesulitan ekonomi. Sang istri berjualan buku ke acara-acara seminar. Mugi juga mendirikan toko buku bernama Populi Agency, menjual buku-buku bacaan alternatif.

“Istri saya yang menjual buku ke seminar-seminar, sambil gendong anak saya yang umurnya tiga bulan. Walau kami punya toko tapi penjualannya tidak bagus. Bagusnya (dijual) di tempat seminar,” kata Mugi.

Selain menjabat Ketua IKOHI, Mugi kemudian juga dipercaya menjadi Ketua AFAD, sebuah federasi organisasi keluarga orang hilang di kawasan Asia. Di federasi itu, Mugi melakukan advokasi di tingkat internasional.

Selama terlibat advokasi, Mugi menilai kasus penghilangan paksa sebagai kasus yang paling maju penyelidikannya. Sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung untuk dibawa ke Pengadilan HAM Ad Hoc.

DPR juga telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009. Tapi pembentukan Pengadilan HAM yang tinggal selangkah itu tak mendapat persetujuan dari Presiden.

Sementara kasus yang lain seperti Tragedi 1965, berhenti di Kejaksaan Agung.

“Kalau mau, Jokowi tinggal membentuk Perpres kayak zaman Gus Dur dulu bikin Pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus Tanjung Priok dan Timor Timur,” kata Mugi.

Namun baginya, keadilan bukan semata di pengadilan. Menurutnya, putusan pengadilan bisa juga tidak adil. Keadilan yang dicari ialah pemenuhan hak-hak korban yang meliputi pengadilan, kebenaran, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan.

Saat ini Mugi secara khusus mengadvokasi kasus penghilangan paksa dalam kebijakan pemerintah. PBB telah mengesahkan konvensi internasional antipenghilangan paksa, tapi Indonesia belum meratifikasinya. Dalam konvensi itu diatur upaya pencegahan penculikan.

Dua tahun lalu, Mugi sempat melepas jabatannya dan beristirahat untuk mengurusi anak keduanya yang baru lahir. Setahun kemudian, Mugi ditawari bekerja di International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Di tempat itu, dia mengurusi bidang HAM dan demokrasi hingga saat ini.

Aktivitas Mugi bersama keluarga orang hilang menarik perhatian anaknya, Binar Mentari Malahayati. Gadis itu bangga punya ayah pernah dipenjara.

Mugi lantas menirukan ucapan anak gadisnya itu. “Ayahku pernah dipenjara, tapi dia bukan orang jahat.”

(CNN-Indonesia/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kisah Mbah Malik Berhenti di Jalan dan Membaca Fatihah Untuk Proklamator

Habib Luthfi dan Mbah Malik Purwokerto

Tengah perjalanan antara Bantarbolang-Randudongkal, KH. Abdul Malik bin Ilyas Purwokerto tiba-tiba menyuruh untuk menghentikan perjalanannya. “Pak Yuti, berhenti dulu,” pinta Mbah Malik kepada Suyuti, supir, untuk menghentikan mobil.

“Nggih Mbah,” mobil pun menepi untuk berhenti.

“Ke tempat yang adem saja, biar enak untuk gelaran,” kata Mbah Malik.

Waktu itu sekitar pukul 09.45 WIB. Setelah mendapat tempat untuk beristirahat, tikar digelar dan termos juga dikeluarkan, lalu Mbah Malik mengeluarkan rokok khasnya, klembak menyan, kemudian diraciknya sendiri sebelum dinikmati. Sesekali beliau mengeluarkan jam dari kantongnya, dan berkata: “Dilut maning (sebentar lagi).”

Sang murid pun heran, ada apa gerangan yang berulangkali diucapkan gurunya ‘dilut maning’ itu. Namun, setelah pukul 09.50 WIB, rokok yang belum habis tadi tiba-tiba dimatikan. Kemudian berkata: “Ayo Pak Yuti, Habib, mriki (ke sini)!”

Setelah itu Mbah Malik membacakan hadhrah al-Fatihah untuk Nabi, para sahabat dan seterusnya sampai disebutkan pula sejumlah nama pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Kiai Mojo, Jenderal Sudirman dan lain sebagainya.

Sampai ketika tepat pukul 10.00 WIB, sang kyai yang juga mursyid thariqah ini terdiam beberapa saat dan kemudian berdoa ‘Allahummaghfirlahum warhamhum…’. Setelah selesai, Habib Luthfi yang penasaran dengan apa yang dilakukan gurunya kemudian bertanya: “Mbah, wonten napa ta (ada apa)?”

“Anu, napa niki jam 10, niku napa namine, Pak Karno, Pak Hatta rumiyin baca napa (pukul 10 dulu Pak Karno, Pak Hatta dulu membaca apa)?” tanya Mbah Malik.

“Proklamasi, Mbah,” jawab Habib Luthfi bin Yahya yang waktu itu turut serta dalam perjalanan.

“Ya niku lah, kita niku madep ngormati (ya itulah kita berhenti sejenak untuk menghormati),” jawab Mbah Malik.

Betapa dalamnya cara para kyai dan sesepuh kita di dalam menghormati dan menanamkan karakter nasionalisme. “Sampai begitu mereka, kita ini belum ada apa-apanya. Makanya sampai sekarang saya etok-etoke meniru, setiap tanggal 17 Agustus kita baca al-Fatihah. Rasa mencintai dan memiliki. Tanamkan kepada anak-anak kita!” tegas Habib Luthfi bin Yahya mengakhiri kisahnya. Al-Fatihah.

(Baldatuna/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kisah Pembangunan Masjid Jamkaran Atas Perintah Imam Zaman afs


“Di malam selasa tanggal 17 bulan Ramadhan tahun 373 hijriyah, saat aku tidur di rumah, tiba-tiba aku dibangunkan oleh sekelompok orang yang berbondong-bondong datang menuju rumahku.”

Shabestan News Agency, Bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan yang merupakan hari peringatan pembangunan Masjid Jamkaran yang diperintahkan oleh Imam Zaman afs.

Mengenai hal ini Hujjatul Islam Malek Roushani menjelaskan bahwa mengenai sejarah pembangunan Masjid Jamkaran disebutkan bahwa masjid suci ini dibangun pada tahun 393 H, yakni sekitar 1046 tahun yang lalu pada tanggal 17 Ramadhan oleh seorang yang bernama Hasan Matslah Jamkarani yang diperintahkan oleh Imam Zaman afs.

Hasan Matslah menukil “Di malam selasa tanggal 17 bulan Ramadhan tahun 373 hijriyah, saat aku tidur di rumah, tiba-tiba aku dibangunkan oleh sekelompok orang yang berbondong-bondong datang menuju rumahku, seraya berteriak-teriak: bangkit dan sambutlah kedatangan Imam dan pemimpinmu beliau menanti dan menunggu kehadiranmu”.

Kemudian mereka membawaku menuju tempat yang sekarang menjadi masjid Jamkaran, saat aku tiba di sana aku melihat sebuah tempat duduk dengan permadani yang terhampar luas, di atasnya seorang pemuda berumur sekitar 30 tahunan Katakan kepada masyarakat untuk mencintai dan nmemuliakan tempat suci ini (Masjid Jamkaran).

Masjid Jamkaran terletak tak jauh dari kota suci Qom, hari demi hari tempat yang satu ini selalu menyambut para penziarahnya yang datang tidak hanya dari seluruh penjuru Negeri Mullah Iran bahkan dari berbagai pelosok dunia. Masjid ini mendapat perhatian yang istimewa dari Imam Zaman as. Beliau sendiri mengharap para syiahnya untuk memuliakannya, karena tanah ini adalah tanah yang mulia yang dipilih oleh Allah SWT.

ماجرای تاسیس مسجد مقدس جمکران به امر امام زمان(عج)/برکات جمکران در لسان علما و بزرگان

خبرگزاری شبستان: حضرت حجت(عج) در بیان چگونگی احداث این مسجد به حسن مثله(ره) بیان می دارند که این مکان برای زیارت و استغاثه شیعیان بنیان نهاده شده و هر کسی نماز تحیت در این مکان اقامه کند، گویی در «بیت العتیق» نماز به جای آورده است.

به گزارش خبرنگار مهدویت و غدیر خبرگزاری شبستان: به مناسبت فرا رسیدن هفدهم ماه مبارک رمضان، سالروز تأسیس مسجد مقّدس جمکران به امر و فرمایش حضرت ولی عصر(عج) و به منظور تحلیل جایگاه موقعیت این مکان مقّدس در مهندسی مهدویت و انتظار، گفت وگویی با حجت الاسلام والمسلمین مالک روشنی، استاد حوزه و دانشگاه، ترتیب داده ایم که مشروح آن در ادامه از نظرتان می گذرد:


مسجد مقدس جمکران با چه کیفیتی تاسیس شده است و منابع شیعی اسلامی چه روایتی از این اتفاق مهم دارند؟

در تاریخ در باب بنیانگذاری مسجد مقدس جمکران وارد است که این مکان مقدس در سال 393 ه.ق یعنی قریب به هزار و چهل و شش سال پیش، در هفدهم ماه مبارک رمضان و توسط شخصی به نام حسن مثله جمکرانی(ره) و به امر و فرمایش مستقیم حضرت ولی عصر(عج) بنا نهاده شده است. حسن بن مثله(ره) نقل می نماید: در این شب در سرای خویش مشغول استراحت بودم که توسط اشخاصی از خواب بیدار شدم و به مکان کنونی مسجد جمکران هدایت گشتم. وی در ادامه بیان می دارد با ورود به محل مشخص شده، با صحنه ای شگرف مواجه شدم. در روی تختی زیبا، فرشی فاخر گسترده شده بود و جوانی سی و اندی ساله در کنار پیری نورانی نشسته بود. حسن بن مثله(ره) ادامه می دهد: در این زمان به امر آن پیر که بعداً متوجه شدم که حضرت خضر(ع) هستند؛ در کنار تخت نشستم. آن جوان نورانی با نام مرا به نزد خود فراخواند و بیان داشت که ای حسن! به نزد زارع این زمین که روی آن کشاورزی می کند برو و بگو این زمین را برای احداث یک مسجد به تو واگذارد. وی ادامه می دهد: آن آقا سپس فرمودند: ای حسن! بعد از منزل زارع زمین، به نزد سید ابوالحسن (که یکی از علمای شهر مقّدس قم بودند) برو و به او نیز بگو که از سود حاصله از زراعت این زمین، مسجدی در این محل بنیان نهد. حسن بن مثله(ره) روایت می کند: بعد از این گفت وگو و زمانی که من قصد ترک آن محل را داشتم دوباره از جانب آن آقای جوان مورد خطاب قرار گرفتم که به من فرمودند: حسن؛ شخصی به نام جعفر کاشانی در این حوالی به دامداری مشغل است، به نزد او برو و حیوانی با این شرایط نزد او وجود دارد، آن را از او بخر و به این مکان بیاور و ذبح کن و از گوشت آن به مردم بده که آن قربانی، همانند قربانی قوم حضرت موسی(ع) که مردم را شفا داد، مردم این سامان را نیز شفاء خواهد بخشید.

حسن بن مثله(ره) می گوید: من بعد از بازگشت به منزل تا سپیده صبح منتظر ماندم و سپس با طلیعه سپیده دم به منزل سید ابوالحسن فقیه رفتم. با ورود به منزل ایشان دریافتم که ایشان نیز همانند من از جریان آگاه است و با مشایعت و همراهی سید ابوالحسن به مکان کنونی مسجد جمکران وارد شدیم. حسن بن مثله(ره) روایت می کند با ورود من و سید ابوالحسن به محل مشخص شده دیدیم که دور تا دور محل ملاقات شب گذشته، با مشخصات و ادواتی حریم بندی شده است. وی ادامه می دهد: در همان زمان، رمه جعفر کاشانی از همان محل در حال عبور بود. به نزد گله بان رفتم و از او حیوان مشخص شده را طلب کردم. چوپان با تعجب گفت یک رأس حیوان با مشخصاتی که شما می گویید در گله من وارد شده است که به من نیز تعلق ندارد. او از آنِ شما. ما نیز آن قربانی را از او گرفتیم و همانگونه که حضرت ولی عصر(عج) فرموده بودند آن را ذبح کردیم و از گوشت آن به مردم بخشیدیم که در عین تعجب و ناباوری، موجب شفاء و عافیت جمع کثیری شد.

بنا بر این قول مشهور و روایت صحیح که جناب حسن مثله(ره) روایت می کند، این واقعه در بیداری کامل واقع شده و هیچ خواب و رویایی در کار نبوده است. بدین ترتیب، بنیانگذاری مسجد مقّدس جمکران به امر و فرمایش حضرت حجت(عج) در همان سال واقع می گردد.



آداب تشرف به این مسجد مقدس و زیارت آن چیست؟ چه اعمالی برای بهره مندی از فضای معنوی آن توصیه شده است؟

حضرت حجت(عج) در بیان چگونگی احداث این مسجد به حسن مثله(ره) بیان می دارند که این مکان برای زیارت و استغاثه شیعیان بنیان نهاده شود. ایشان خطاب به حسن بن مثله بیان می دارند که هر شخصی به این مکان وارد شود و نماز تحیت در این مکان اقامه نماید؛ همچنان است که در«بیت العتیق» نماز به جای آورده است. در باب چگونگی نماز تحّیت وارد است که این نماز همانند نماز صبح دو رکعت است که در هر رکعت، یک بار سوره حمد و هفت بار سوره « قُلْ هُوَ اللَّهُ» خوانده می شود و در هر رکوع و سجده نیز، هفت مرتبه تسبیح می بایست قرائت شود. در ادامه حضرت حجت(عج) نماز استغاثه به حضرت ولی عصر(عج) را، به حسن بن مثله(ره) تعلیم می دهند که آن نیز همانند نماز تحّیت، دو رکعت است و در هر رکعت، چون سوره حمد قرائت می شود و به آیه «إِیَّاکَ نَعْبُدُ وَ إِیَّاکَ نَسْتَعینُ» می رسند، این آیه شریفه را یکصد مرتبه تکرار می کنند. سپس رکوع و سجود را همانند نماز تحیت با ذکر هفت باره تسبیح ادا می نمایند و چون نماز به پایان رسید، تهلیل می گویند.


جایگاه این مسجد مقّدس، نزد متکلّمین و فقها و مراجع عظام تقلید، چگونه ترسیم شده است؟ آیا در این باب، بین علما، نقطه اشتراکی وجود دارد؟

در باب جایگاه مسجد مقّدس جمکران در کُتب روایی؛ می توان به کتاب گرانقدر «مونس الحزین فی معرفة الحق والیقین» مرحوم شیخ صدوق(ره) و اثر گرانسنگ جناب سید محمد تقی موسوی اصفهانی(ره)، متوفی 1348ه.ق؛ یعنی کتاب شریف «مکیال المکارم» اشاره داشت.

مرحوم محمدتقی اصفهانی در این اثر در تکالیف مردم در زمان غیبت و در باب شصت و هشتم، بزرگداشت امکانی را که به قدوم مبارک حضرت صاحب الامر(عج) مزّین شده است، توصیه و تأکید می نماید. ایشان به عنوان نمونه به مساجد شریف سهله و مسجد اعظم کوفه و مسجد مقّدس جمکران اشاره می کند. این اشارات بوضوح مقام و موقعیت این ناحیه مقّدسه را نزد شیعیان تبیین می کند. از فقیه عالیقدر جهان تشیع و زعیم بنام حوزه علّمیه قم، مرحوم آیت الله بروجردی(ره) نقل است که ایشان فرمودند: «اگر برای من میسور می شد، تمایل داشتم تمامی نمازهای یومیّه خود را در مسجد مقّدس جمکران اقامه می کردم». تمامی علمای معاصر، ازجمله حضرت آیت الله مرعشی نجفی(ره) و مرحوم آیت الله بهاءالدینی(ره) همگی متفق القول، به جایگاه و موقعیت شریف این مسجد مقّدس اشاره و توجه داشته اند.

علاوه بر این، از رهبری معظم انقلاب حضرت آیت الله خامنه ای(دامت برکاته) نیز نقل شده است که ایشان هر زمانی که متوجه امر و حادثه ای حاد و عظیم می شوند، به مسجد مقّدس جمکران مشرف می شوند و در این محل، نماز اقامه می نمایند و به گفته خودشان، اکثر مواقع، مشکل رفع می شود.

بنابر این، اتقان و اصالت این مکان مقّدس به تأیید و تصدیق عالمان دین رسیده است. همین امور است که باعث مشاهده ورود همه ساله و میلیونی شیعیان و محبیّن اهل بیت(ع) از اقصی نقاط ایران و حتی سایر بلاد اسلامی برای زیارت به این ناحیه مقّدسه هستیم. شیعیان و منتظران حضرت ولی عصر(عج) با استغاثه به ساحت مقّدس امام زمان(عج) گشایش و فرج امور خود را در این مسجد گرامی، از خداوند منان مسئلت می کنند.

ان شاءالله با الطاف خفیّه حضرت رحمان و عنایات خاصّه حضرت ولی عصر(ارواحنا له الفداء) همگی ما در زُمره منتظران و یاوران حقیقی آن حضرت(عج) قرار بگیریم.

پایان پیام/376

(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Hikayat Yun Chui dan Orang Arab

Foto: huaisheng mosque (Foto: infozone24.com)

Kisah permusuhan berujung persahabatan antara seorang kaisar Tiongkok dengan sahabat Nabi Muhammad Saw

Beberapa waktu lalu, seorang kawan baru saja berkunjung ke daratan Tiongkok. Selama di negeri tirai bambu tersebut, ia sempat melancong ke Guangzhou atau orang-orang kita menyebutnya Kanton, sebuah kota dagang tua yang terletak di Provinsi Guangdong.Di sanalah ia mengalami suatu peristiwa yang baginya sangat luar biasa: berkunjung sekaligus ziarah ke makam Sa’ad ibn Abi Waqqash. Lantas bagaimana bisa makam salah seorang sahabat terkemuka Nabi Muhammad Saw. itu ada di wilayah orang-orang Tiongkok?

Cerita itu bermula dari tahun 643, saat Khosru Yezdegrid III yang kalah perang tengah menjadi buronan politik pasukan Arab Islam pimpinan Khalifah Utsman ibn Affan. Dalam pelariannya, raja dari Kekisraan Persia itu kemudian meluputkan diri ke Changan, ibukota Kekaisaran Tiongkok di era Dinasti Tang (618-907) dan meminta suaka kepada Kaisar Tai Sung. Bahkan bukan hanya meminta perlindungan politik, Yezdegrid III pun malah meminta kaisar kedua Dinasti Tang itu untuk membantu dirinya memerangi orang-orang Arab Islam yang sudah menghancurkan kekuasaannya atas Persia.

Kaisar Tai Sung sesungguhnya sudah mengetahu kabar gerakan spartan orang-orang Arab di barat Pegunungan Thian Shan itu. Namun untuk melibatkan diri dalam konflik Persia-Arab Islam, ia tak ingin gegabah. Dalam buku Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, disebutkan sang kaisar lantas mengirimkan para telik sandi-nya ke wilayah Soghdia dan Ferghana (dua wilayah Dinasti Tang di dekat Iran) untuk memata-matai gerakan pasukan Arab Islam di perbatasan. Hasilnya: “Tai Sung mengambil keputusan untuk tidak melibatkan Tiongkok menghadapi sebuah bangsa yang menurut para telik sandinya memiliki sikap militan yang mengangumkan…”tulis Joesoef Sou’yb di buku tersebut.

Enam tahun kemudian, Tai Sung meninggal dunia.Ia kemudian digantikan oleh salah seorang putranya yang bernama Yun Chui alias Kao Tsung atau Gaozong. Berbeda dengan sang ayah, kaisar muda ini dikenal sangat ambisius dan memiliki keinginan kuat untuk melakukan ekspansi ke wilayah di luar Soghdia dan Ferghana. Pucuk dicinta ulam tiba, ambisi Yun Chui berkelindan dengan nafsu Yezdegrid III untuk membalaskan dendamnya ke pasukan Arab Islam. Singkatnya, Yun Chui mengabulkan permintaan Yezdegrid III untuk melibatkan diri dalam peperangan melawan bangsa Arab Islam dengan melengkapi logistik dan persenjataan sisa-sisa pengikut Yezdegrid III.

Saat berangkat menuju Ferghana, pergerakan pasukan Persia (sisa-sisa pengikut Yezdegrid III) berhasil dilacak oleh intelijen Jenderal Abdullah ibn Amir. Gubernur Arab Islam untuk wilayah Iran itu lantas melaporkan temuan tersebut ke Khalifah Utsman ibn Affan di ibukota Madinah al Munawwarah.

Beberapa waktu kemudian, intruksi dari pusat pun tiba dengan perintah: Jenderal Abdullah ibn Amir harus menghancurkan pergerakan tersebut. Langkah pertama yang dilakukan oleh jenderal Arab itu adalah memutuskan pergerakan pasukan Yezdegrid III dengan menggunakan strategi hit and run. Maka dibentuklah unit-unit kecil (al-siryat) yang bertugas mengganggu perjalanan pasukan Yezdegrid III.

Demi menghadapi teror serangan mendadak sepanjang perjalanan, pasukan Persia menjadi ciut nyalinya.Mereka yang sesungguhnya sudah tak memiliki nafsu untuk berperang (karena terbiasa hidup mewah di bawah jaminan Kekaisaran Tiongkok) tak bisa berbuat apa-apa. Pendeknya, kondisi moral pasukan Persia ada dalam situasi hancur lebur. Kondisi ini dimanfaatkan secara ciamik oleh Jenderal Abdullah ibn Amir untuk menyelesaikan satu persatu konsentrasi pasukan lawan hinga hancur lebur.

“Yezdegried III sendiri akhirnya mati dibunuh pasukannya dan mayatnya secara tragis dilempar ke Sungai Amu Darya sebelum mereka menyerah kepada pasukan Arab Islam…” demikian The Historians’ History of the World jilid VIII mengisahkan.

Namun jauh sebelum kematian Yezdegrid III, Khalifah Utsman telah mengutus serombongan orang Arab pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Tujuannya selain untuk menawarkan persahabatan juga sekaligus mengingatkan Kaisar Yun Chui untuk jangan coba ikut campur persoalan konflik Arab Islam-Persia. Sejarawan Muslim Tiongkok bernama Badruddin al Chini mengutip keterangan Chiu Tangsu Shu dari The Old Tangshu yang menceritakan kedatang delegasi Arab di ibu kota Changan pada 651.

” Setelah mempersembahkan berbagai hadiah untuk kaisar, dengan sikap agung dan percaya diri, Sa’ad mengenalkan asal muasal mereka: Raja kami bergelar Amirul Mukminin dan pemerintahannya sudah berdiri semenjak 24 tahun dan sampai dewasa ini telah memerintah 3 raja,” demikian seperti dikutip Badruddin dalam Chini Musulmans.

Empat tahun kemudian, tak lama setelah tewasnya Yezdegrid III, serombongan delegasi Arab Islam yang masih dipimpin Sa’ad kembali menghadap Yun Chui. Selain memberikan hadiah, kali ini ucapan mereka disertai kalimat-kalimat bernada “ancaman tersembunyi”: “Negeri kami ada di sebelah barat Iran yang telah kami taklukan bersama Syam (Suriah). Kami memiliki kekuatan militer sejumlah 4.200.000 prajurit. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi perjalanan kami…”demikian seperti dituliskan oleh Chiu Tangsu Shu dalam The New Tang Shu.

“Ancaman” Kekhalifahan Arab Islam ditanggapi secara serius oleh Yun Chui. Di tengah terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang melanda negerinya, adalah keputusan yang wajar jika Yun Chui kemudian memilih persahabatan dibanding harus menambah musuh yang kuat. Sejak itulah, persahabatan Tiongkok-Arab Islam berlangsung baik. Itu ditandai dengan didirikannya sejenis kedutaan besar Arab Islam di wilayah Kanton pimpinan Sa’ad.

Seiring semakin ramainya pedagang Arab Islam datang ke wilayah Kanton, maka Sa’ad mengajukan permohona kepada Yun Chui untuk mendirikan masjid. Kendati Sa’ad bersahabat dengan Yun Chui, permohonan itu tidak serta merta dikabulkan oleh sang kaisar.

Sebelum memutuskan, Yun Chui lantas membuat tim riset untuk meneliti tentang Islam dan ajarannya. Beberapa bulan kemudian riset itu selesai dan menyajikan data menarik bahwa Islam hampir mirip dengan Konfusianisme atau Kong Hu Cu (agama monotheisme yang dianut oleh mayoritas orang Cina saat itu). Para periset kekaisaran menyebut Islam sebagai Yi si lan Jiao atau Qing Zhen Jiao (agama yang murni). Mereka pun menyebut Mekah sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (atau Rasulullah Muhammad SAW).

Dalam A Brief Study of the Introduction of Islam to China, bahkan disebut-sebut Yun Chui pada mulanya tertarik untuk memeluk agama orang-orang Tashih (Arab). Namun merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu berat baginya pada akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. “Kendati demikian, Yun Chui mengizinkan Sa’ad dan orang-orang Tashih lainnya untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Guangzhou…” tulis Chen Yuen dalam buku tersebut.

Sa’ad sendiri konon memutuskan untuk tinggal di Guangzhou. Atas izin Yun Chui, ia kemudian mendirikan Masjid Wai-Shin-zi atau sekaran dikenal sebagai Masjid Huaisheng. Wai-Shin-zi sendiri berarti “kenangan dari Nabi. “Rupanya Sa’ad yang pernah begitu dekat dengan Nabi menamakan masjid itu berdasarkan kenangannya terhadap sang nabi…”tulis Lui Tschih dalam Chee Chea Sheehuzzo (diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam judul Life of the Prophet)

Masjid Huaisheng kemudian menjadi salah satu tonggak sejarah perkembangan Islam di Tiongkok. Selanjutnya masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan Cina dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Konon di sana pula jasad Sa’ad dikebumikan seperti yang diyakini oleh orang-orang, termasuk kawan saya itu.

(Islam Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kemanusiaan Dulu Keyakinan Kemudian


Bihar al-Anwar, Al-Khishal dan Al-Amali memuat sebuah kisah padat hikmah sebagai berikut:

Suatu hari seusai memimpin salat Subuh, Nabi SAW berdiri menghadap jemaah salat lalu berkata, “Ma’asyirannas (hadirin sekalian)… Adakah tiga orang di antara Anda semua yang bersedia bangkit dari tempatnya untuk menghadapi tiga orang yang telah bersumpah dengan Lata dan Uzza akan membunuhku?” Hadirin diam. Tak satu pun orang berdiri mengajukan diri.

Setelah menunggu sejenak dan tak menemukan tanggapan, Nabi SAW berkata dengan nada bertanya, “Saya mengira tak ada Ali di tengah Anda sekalian”.

Salah satu jemaah, Amir bin Qatadah, mengangkat suara, “Sejak malam tadi dia kurang bugar,” sahutnya, “Apakah Anda mengizinkan saya menemuinya dan memberitahunya?” lanjutnya menawarkan.
Nabi menjawab, “Silakan”.

Amir pun bergerak menjemput Ali yang sedang menutupi sebagian tubuhnya yang menggigil. Tak lama kemudian Ali datang menghadap Nabi seraya mengenakan kain yang menutupi tubuhnya hingga lutut dengan napas penuh semangat seakan tak sakit. “Ada apakah wahai Rasulullah?” tanya Ali menyapa pemimpinnya itu.

“Begini. Utusan Allah (malaikat Jibril) baru saja memberi kabar kepadaku tentang tiga orang yang bergerak ke sini dalam rencana membunuhku. Demi Pemelihara Ka’bah, mereka adalah pendusta agama.”

“Kalau begitu, aku siap melayani mereka, Anda telah mengirim pasukan tentara dengan menugaskanku menuntaskan masalah ini,” ucap Ali tegas.

“Tapi saat ini aku tak berpakaian lengkap (karena tadi terburu-buru datang),” lanjutnya seakan memohon waktu untuk pulang ke rumah dan bersiap.

Rasulullah mendekatinya lalu menyerahkan pakaian yang dikenakannya dan memberinya kuda untuk kendaraan dan perlengkapan tempur. “Inilah pakaianku, pedangku dan kudaku. Gunakanlah!” perintah Nabi SAW.

Detik itu juga Ali mengenakan pakaian dan kain penutup kepala, juga mengikat sarung pedang di pinggang lalu berpamit dan menarik kendali kuda pemberian Nabi. Ali memacunya cepat melesat meninggalkan kepulan debu di halaman masjid.

Tiga hari berlalu. Tak secuil pun kabar dari dan tentang Ali. Jibril juga tak muncul memperbarui berita tentang misi Ali. Fatimah Zahra menemui ayahnya. “Aku khawatir dua anakku ini jadi yatim saat ini,” ujarnya seraya mengelus kepala Al-Hasan dan Al-Husain. Rasulullah tak kuasa menahan aliran air mata mendengar keluhan putrinya.

(Usai memimpin salat) Rasulullah menghadap ke jemaah lalu memberikan sayembara, “Barang siapa membawa kabar tentang Ali, aku akan menjanjikan surga kepadanya.”

Khalayak seketika berhamburan berlomba mencari kabar tentang nasib menantu Nabi demi memenangkan hadiah maha mahal itu.

Dari kejauhan terlihat Amir bin Qatadah mengiringi Ali yang membawa satu kepala terpenggal bersama dua pria dengan tangan terbelenggu di atas punggung kuda memasuki gerbang kota.

Sesampainya Ali dan oleh-olehnya itu di hadapan Nabi yang dikelilingi warga kota, Nabi menyambutnya lalu bertanya, “Apakah kamu ingin aku mengisahkan apa yang kamu alami?”

Orang-orang munafik penyebar fitnah mencemooh Nabi dan berseloroh, “Tadi terlihat panik dan cemas. Kini malah mau memberitahu Ali tentang peristiwa yang dialaminya…” Nabi pun menanggapi suara-suara sumbang itu dengan menyuruh Ali menceritakan pengalamannya. “Ceritakanlah apa yang terjadi padamu sebagai kesaksian untuk khalayak!” perintah Nabi SAW.

“Ya Rasullullah…” Ali memulai cerita, “Saat aku sampai di lembah, aku bertemu dengan tiga penunggang kuda yang memanggilku dengan teriak, “Hai! Siapa kau?” “Aku, Ali putra Abu Thalib, sepupu Utusan Allah,” sahut Ali.

“Kami tak kenal (tak percaya) utusan Allah. Kami tak percaya apapun di hadapanmu maupun di hadapan Muhammad. Kami siap menghabisimu juga Muhammad,” ancam salah satu dari mereka.

Seketika Ali mendorong penunggang terdepan dari punggung kudanya. Ali pun lompat menginjak tanah. Duel pun terjadi.

Ali melanjutkan ceritanya. Saat kecamuk pertarungan berlangsung tiba-tiba angin merah menerpa dan kudengar suaramu wahai Rasulullah, “Aku telah memutus rantai-rantai baja baju zirahnya. Pukullah lehernya.” Seketika kupukul lehernya. Tiba-tiba angin jingga berhembus dan kudengar suaramu, “Baja penutup pahanya telah kulepas. Putuslah pahanya.” Aku ayunkan pedang ke pahanya, lalu dibanting tersungkur dan kupisahkan kepala itu dari tubuhnya.

Melihat nasib temannya, wajah dua lelaki itu memucat ketakutan. “Kami dengar bahwa Muhammad adalah orang yang berhati lembut dan pemaaf. Jangan keburu membunuh kami. Lelaki yang kau bunuh itu sama dengan 1000 tentara,” ucap mereka memohon iba.

Setelah mendengar cerita Ali, Nabi SAW berkata, suara pertama yang datang bersama angin merah adalah suara Jibril. Sedangkan suara kedua bersama angin kuning berasal dari Mikhail. Sekarang hadapkan kepadaku salah satu dari dua tawananmu. “Katakan tiada tuhan selain Allah dan bersaksilah bahwa aku adalah utusan Allah,” kata Nabi kepada tawanan pertama. “Aku lebih memilih memindahkan gunung Abi Qubais daripada mengucapkan kalimat ini,” sahutnya menolak perintah Nabi. Ali mendapatkan perintah. “Hai Ali, bawalah orang ini ke ujung kota dan lakukan terhadapnya apa yang mesti dilakukan!” ucap beliau tegas.

Lalu tawanan kedua dihadapkan kepada Nabi. Beliau menyampaikan tawaran yang sama, “Katakanlah tiada tuhan selain Allah dan bersaksilah bahwa aku adalah utusan-Nya.” Pria itu menolak seraya berkata, “Gabungkanlah aku dengan temanku tadi.” Nabi pun menyuruh Ali membawanya untuk dibunuh. Beberapa saat sebelum Ali akan melaksanakan perintah itu, Jibril turun lalu menghadap Nabi dan berkata, “Hai Muhammad, Allah menyampaikan salam kepadamu dan berkata jangan membunuhnya karena ia berperilaku baik dan dikenal dermawan di tengah masyarakatnya.”

Nabi segera mendatangi Ali. “Hai Ali! Tahanlah. Jibril baru saja memberiku kabar bahwa orang (yang akan kau bunuh) ini berperilaku baik dan dermawan bagi masyarakatnya.”

Mendengar ucapan Nabi kepada Ali, tawanan ketiga yang sudah membungkuk di bawah pedang itu tercengang. “Utusan dari Tuhanmu memberitahumu tentang diriku?” tanyanya keheranan.

“Ya,” jawab Nabi. Lelaki itu berkata, “Aku tak pernah menahan satu dirham pun untuk setiap orang yang memerlukannya dan aku tak pernah menoleh ke belakang saat bertempur. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa kau adalah utusan-Nya.”

Hikmah-hikmah:
1. Kedermawan dan kebaikan horisontal yang tulus adalah ketauhidan yang tak disadari.

2. Sumber sebagian besar kebencian adalah sangka buruk dan kebodohan.

3. Nabi menghadapi puluhan kali rencana pembunuhan.

4. Kepatuhan mendorong kesigapan tanpa penundaan.

5. Nabi adalah manusia suci dengan segala kemanusiaannya.[*]

[Riwayat di atas dinarasikan secara bebas dan ilustratif oleh Muhsin Labib]

(Muhsin-Labib/Safinah-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Turut Berbela Sungkawa Atas Syahadahnya Imam Jakfar Shodiq as bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husein bin Ali bin Abi Tholib as. 25 Syawwal 148 H


Oleh: Ust Muhammad Taufiq Ali Yahya

Biografi Singkat
Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. Perjuangannya,
40 Mutiara Hikmahnya, dan Ziarah kepadanya.


Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabi'ul Awal 83 H.

Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s. dan ibunya adalah Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Namanya adalah Ja'far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.

Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi

pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun.

Ia dikuburkan di pekuburan Baqi' (Madinah)


Perjuangannya

Program-program Imam Shadiq a.s. (dalam Menyebarkan Islam)
Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah "hauzah" pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia.

Di antara murid-muridnya yang ternama adalah
Hisyam bin Hakam,
Mukmin Ath-Thaaq,
Muhammad bin Muslim,
Zurarah bin A'yan dan lain sebagainya.

Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.

Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: "Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia".

Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.

Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut --dari satu sisi-- adalah untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah.

Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu.

Imam Shadiq a.s. melawan mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.
Dan dari sisi lain, ia juga --dengan usahanya tang tak kenal lelah-- telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.

Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAW. di Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.

Di antara "figur-figur" yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah
Malik bin Anas,
Abu Hanifah,
Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani,
Sufyan Ats-Tsauri,
Ibnu 'Uyainah,
Yahya bin Sa'id,
Ayub As-Sijistani,
Syu'bah bin Hajjaj,
Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.

Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya.
Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.

Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah.

Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar.
Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.

Keberhasilan Imam Shadiq a.s. dalam Membentuk Sebuah Tatanan Masyarakat Baru di Balik Berkecamuknya Situasi Politik

Masa Imam Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan Bani Umaiyah dan menguatnya kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini saling tarik-menarik kekuatan dan berperang demi merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Sejak Hisyam bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani Abasiyah sudah dimulai.

Pada tahun 129 H. mereka mulai mengadakan pemberontakan bersenjata, dan akhirnya, pada tahun 132 H. mereka mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah sedang menghadapi berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi'ah.

Bani Abasiyah pun karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga Rasulullah SAW. dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah terteteskan, mereka tidak berani menga-dakan penekanan terhadap para pengikut Ahlul Bayt a.s.

Atas dasar ini, periode tersebut adalah sebuah periode tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan para pengikutnya meskipun sangat relatif. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan memulai sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak tanggung-tanggung. Karena ia yang berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul Bayt a.s. dengan pesat serta mempermantap hukum dan teologi Syi'ah, akhirnya mazhab Syi'ah dikenal dengan nama mazhab Ja'fari.

Imam Shadiq a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan akidah yang berkembang pada waktu itu. Dengan segala upaya ia telah menjelaskan Islam dan tasyayyu' di hadapan mereka dan berhasil membuktikan keunggulan pemikiran Syi'ah dibandingkan dengan aliran-aliran pemikiran tersebut.

Imam Shadiq a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Hasilnya, setiap orang dari mereka memiliki spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti hadis, tafsir, fiqih dan kalam.

Hisyam bin Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk di hadapan Imam Shadiq a.s. Tidak lama kemudian seseorang yang berkewarganegaraan Syam minta izin untuk masuk.

Setelah ia masuk, Imam berkata kepadanya: "Duduklah! Apa yang kau inginkan?".

Ia menjawab: "Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk berdebat denganmu".

"Dalam bidang apa?",
tanya Imam kembali.
"Dalam bidang bacaan Al Quran", jawabnya pendek.

Imam Shadiq a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: "Hamran, orang ini adalah milikmu!"

Orang Syam itu kembali berkata: "Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran".
"Jika engkau dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku", ia menimpali.
Dengan terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran. Setiap pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil oleh Hamran hingga akhirnya ia merasa kalah dan kecapaian.

"Bagaimana engkau melihat Hamran?", tanya Imam a.s.
"Sungguh Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan tepat", jawabnya.

Setelah itu ia berkata kembali: "Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan sastra Arab".

Imam a.s. menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!"
Aban pun tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya ia menyerah.

"Aku ingin berdebat mengenai fiqih denganmu", lanjutnya.
Imam a.s. menoleh kepada Zurarah seraya berkata: "Berdebatlah dengannya!" Ia pun mengalami nasib yang sama.

"Aku ingin berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam", katanya lagi.

Imam a.s. menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun mengalami nasib yang sama.

Begitulah seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat berkenaan dengan masalah kemampuan (seseorang) untuk melakukan kebaikan dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar, Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk melayaninya. Dan mereka dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan baik.

Melihat peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.


Mutiara Hikmah Imam Ja’far Ash-Shodiq a.s.

1. Mengecek diri setiap hari : "Seyogianya setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt) untuk mengecek setiap amalannya setiap hari dan malam. Dengan demikian ia telah mengontrol dirinya. Jika ia merasa berbuat kebaikan, maka berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa mengerjakan keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari kiamat".

2. Istiqamah : "Jika Syi'ah kami mau beristiqamah, niscaya malaikat akan bersalaman dengan mereka, awan akan menjadi pelindung mereka (dari terik panas matahari), bercahaya di siang hari, rezekinya akan dijamin dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada Allah kecuali Ia akan mengabulkannya".

3. Akibat menipu dan dengki : "Barang siapa yang menipu, menghina dan memusuhi saudaranya (seiman), maka Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat kembalinya. Dan barang siapa merasa dengki terhadap saudaranya, maka imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh (di dalam air)".

4.Wara', usaha dan menolong mukminin : "Janganlah kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi Allah, berwilayah kepada kami tidak akan dapat digapai kecuali dengan wara`, usaha yang keras di dunia, dan menolong saudara-saudara seiman. Dan tidak termasuk Syi'ah kami orang yang menzalimi orang lain".

5. Hasil percaya kepada Allah : "Barang siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan menjamin segala yang diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan dunia maupun akhiratnya, dan akan menjaga baginya apa yang sekarang tidak ada di tangannya. Sungguh lemah orang yang enggan membekali diri dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah bala`, tidak mensyukuri nikmat dan tidak mengharapkan kelapangan di balik sebuah kesulitan".

6. Praktek akhlak : "Bersilaturahmilah kepada orang yang memutus tali hubungan denganmu, berikanlah orang yang enggan memberimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah salam kepada orang yang mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang memusuhimu, maafkanlah orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin diperbuat demikian. Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah mengampunimu. Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang baik dan orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh dan bersalah?".

7. Pelan-pelan! : "Pelankanlah suaramu, karena Allah yang mengetahui segala yang kau simpan dan tampakkan. Ia telah mengetahui segala yang engkau inginkan sebelum kalian meminta kepada-Nya".

8. Surga dan neraka adalah kebaikan dan keburukan sejati : "Segala kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan juga ada di depan matamu. Engkau tidak akan melihat kebaikan dan keburukan (sejati) kecuali di akhirat. Karena Allah azza wa jalla telah menempatkan semua kebaikan di surga dan semua keburukan di neraka. Hal itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal".

9. Wajah Islam : Islam itu telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya adalah kewibawaan, harga dirinya adalah amal saleh dan tonggaknya adalah wara`. Segala sesuatu memiliki asas, dan asas Islam adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bayt".

10. Beramal untuk akhirat : "Beramallah sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau harapkan di akhirat".

11. Pahala membantu para pengikut Ahlul Bayt a.s. : "Tidak ada seorang pun yang membantu salah seorang pengikut kami walaupun dengan satu kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab".

12. Jauhilah riya`, berdebat dan permusuhan : "Jauhilah riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan amalanmu, jauhilah berdebat, karena berdebat itu akan menjeru-muskanmu ke dalam jurang kehancuran dan jauhilah permusuhan, karena permusuhan itu akan menjauhkanmu dari Allah".

13. Kebersihan jiwa adalah tolak ukur penentu seorang mukmin : "Jika Allah menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka Ia akan membersihkan jiwanya. Dengan itu, ia tidak akan mendengar kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan tidak melihat kemungkaran kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan mengilhamkan di hatinya sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya".

14. Meminta afiat kepada Allah : "Mintalah afiat kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu".

15. Jiwa doa adalah amal : "Perbanyaklah doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Ia telah menjanjikan kepada mereka untuk mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat Ia akan menghitung doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah surga".

16. Cinta orang-orang miskin : "Cintailah orang-orang miskin yang muslim, karena orang yang menghina dan bertindak sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang dari agama Allah dan Ia akan menghinakannya dan murka atasnya. Kakek kami SAW. pernah bersabda: "Tuhanku telah memerintahkanku untuk mencintai orang-orang miskin yang muslim".

17. Akar kekufuran : "Jangan menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki".

18. Amalan penumbuh benih kecintaan : "Tiga amalan dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak".

19. Amalan penumbuh benih permusuhan : "Tiga amalan penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan".

20. Tiga tanda untuk tiga orang : "Tiga hal tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi: penyabar tidak akan dikenal kecuali dalam kondisi marah, pemberani tidak akan diketahui kecuali ketika perang dan saudara tidak akan diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan".

21. Waspadalah terhadap tiga orang : "Waspadalah terhadap tiga orang; pengkhianat, pelaku zalim, dan pengadu domba. Sebab, seorang yang berkhianat demi dirimu, ia akan berkhianat terhadapmu, dan seorang yang berbuat zalim demi dirimu, ia akan berbuat zalim terhadapmu, juga seorang yang mengadu domba demi dirimu, ia pun akan melakukan hal yang sama terhadapmu".

22. Tiga manusia sebagai sumber kebaikan : "Tiga manusia sebagai sumber kebaikan; manusia yang mengutamakan diam (tidak banyak bicara), manusia yang tidak melakukan ancaman, dan manusia yang banyak berdzikir kepada Allah".

23. Puncak Keteguhan : "Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu". Salah seorang bertanya kepada Imam, ”Apakah tanda-tanda tawadhu itu?" Beliau menjawab: hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran".

24. Hakekat seorang lelaki : ”Hakekat seorang lelaki ada pada akal budinya, kehormatannya ada pada agamanya, kemuliannya ada pada ketakwaannya, dan semua manusia sama-sama sebagai bani Adam".

25. Hati-hatilah terhadap orang yang teraniaya : "Hati-hatilah terhadap orang yang teraniaya, karena doanya akan terangkat sampai ke langit".

26. Kepercayaan Rasul : "Ulama adalah kepercayaan para rasul. Dan bila kau temukan mereka telah percaya pada penguasa, maka curigailah ketakwaan mereka".

27. Tiga perkara yang mengeruhkan kehidupan : "Tiga perkara yang mengeruhkan kehidupan; penguasa zalim, tetangga yang buruk, dan perempuan pencarut. Dan tiga perkara yang tidak akan damai dunia ini tanpanya, yaitu keamanan, keadilan dan kemakmuran".

28. Menghianati saudaranya : “Barangsiapa yang melihat saudaranya berbuat kejelekan lalu dia tidak mencegahnya padahal dia mampu melakukannya maka bererti dia telah menghianati saudaranya”.

29. Pengikut kami : “Pengikut kami adalah mereka bila dalam kesunyiannya banyak berzikir kepada Allah”.

30. Tidak memperoleh syafaat : “Sesungguhnya syafaat kami tidak akan diperoleh oleh orang yang meremehkan shalatnya”.

31. Meninggalkan bangun malam : “Janganlah engkau meninggalkan bangun malam, sesungguhnya orang yang tertipu adalah orang yang tidak diberi (perkenan) melakukan shalat malam.

32. Kebanggaan orang mukmin : “Tiga perkara kebanggaan orang mukmin dan hiasannya di dunia dan di akherat. Shalat di akhir malam, tidak mengharap sesuatu dari manusia, dan berwilayah kepada keluarga Muhammad as.

33. Tafsir Attaqwa : Imam As-Shadiq ketika ditanya tafsir Attaqwa beliau berkata: “Hendaknya engkau tidak absen dalam segala yang diperintahkan padamu dan Ia tidak melihatmu dalam apa yang dilarang padamu”.

34. Doa terhalang di langit : “Setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah (Azza wajalla) terhalang di langit sehingga diikuti oleh shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya a.s.”

35. Sedekah dan doa : “Obatilah orang-orang sakitmu dengan sedekah, dan tolaklah bala’ dengan do’a.”

36. Mendesak dalam doa : “Mintalah (kepada Allah) hajatmu dan mendesaklah dalam meminta, sesungguhnya Allah suka terhadap desakan atau yang mendesaknya dalam meminta, dari kalangan hamba-Nya yang mukmin.”

37. Duduk di sebuah majlis maksiat : “Tidak patut bagi seorang mukmin duduk di sebuah majlis maksiat kepada Allah, sedang ia tak mampu untuk merubahnya.

38. Amal perbuatan di hadapkan kepada Rasulullah : “Tidakkah engkau mengetahui bahwa amal perbuatanmu di hadapkan kepada Rasulullah, bila beliau melihatnya mengandung maksiat, terganggulah beliau, maka janganlah engkau berbuat jahat pada Rasulullah dan senangkanlah hatinya”.

39. Perhatikanlah ilmumu : “Perhatikanlah ilmumu dari siapa engkau memperolehnya”.

40. Saudara yang paling aku cintai : “Saudara yang paling aku cintai adalah orang yang menunjukkan kepadaku aibku”.


الزيارة الجامعة الأولى (المختصرة)

بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

[السَّلامُ عَلَىٰ أَوْلياءِ اللهِ وَأَصْفِيائِهِ، السَّلامُ عَلَىٰ أُمَناءِ اللهِ وَأَحِبَّائِهِ،
السَّلامُ عَلَىٰ أَنْصارِ اللهِ وَخُلَفائِهَ،
السَّلامُ عَلَىٰ مَحالِّ مَعْرِفَةِ اللهِ،
السَّلامُ عَلَىٰ مَساكِنِ ذِكْرِ اللهِ،
السَّلامُ عَلَىٰ مُظْهِرِي أَمْرِ اللهِ وَنَهْيِهِ، السَّلامُ عَلَىٰ الدُّعاةِ إِلَىٰ اللهِ،
السَّلامُ عَلَىٰ المُسْتَقِرِّينَ فِي مَرْضَاةِ اللهِ، السَّلامُ عَلَىٰ المُخْلِصِينَ فِي طاعَةِ اللهِ، السَّلامُ عَلَىٰ الأَدِلَّاءِ عَلَىٰ اللهِ،

السَّلامُ عَلَىٰ الَّذِينَ
مَنْ وَالاهُمْ فَقَدْ وَالَىٰ اللهَ،
وَمَنْ عَادَاهُمْ فَقَدْ عَادَىٰ اللهَ،
وَمَنْ عَرَفَهُمْ فَقَدْ عَرَفَ اللهَ،
وَمَنْ جَهِلَهُمْ فَقَدْ جَهِلَ اللهَ،
وَمَنْ اعْتَصَمَ بِهِمْ فَقَدْ اعْتَصَمَ بِاللهِ،
وَمَنْ تَخَلَّىٰ مِنْهُمْ فَقَدْ تَخَلَّىٰ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ،

وَأُشْهِدُ اللهَ، أَنِّي سِلْمٌ لِمِنْ سالَمْتُمْ، وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبْتُمْ، مُؤْمِنٌ بِسِرِّكُمْ وَعَلانِيَّتِكُمْ، وَمُفَوِّضٌ فِي ذلِكَ كُلِّهِ إِلَيْكُمْ.

لَعَنَ اللهُ عَدُوَّ آلِ مُحَمَّدٍ مِنَ الجِنِّ وَالإِنْسِ، وَأَبْرَأُ إِلَىٰ اللهِ مِنْهُمْ، وَصَلَّىٰ اللهُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ].


يا اَبا عَبْدِ اللهِ يا جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّد،
اَيُّهَا الصّادِقُ يَا بْنَ رَسُولِ اللهِ
يا حُجَّةَ اللهِ عَلى خَلْقِهِ
يا سَيِّدَنا وَمَوْلانا
اِنّا تَوَجَّهْنا وَاسْتَشْفَعْنا
وَتَوَسَّلْنا بِكَ اِلَى اللهِ
وَقَدَّمْناكَ بَيْنَ يَدَيْ حاجاتِنا،
يا وَجيهاً عِنْدَ اللهِ اِشْفَعْ لَنا عِنْدَ اللهِ،


(Karimah-Ahlul-Bait/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Sayyidah Nafisah, Ulama Perempuan Guru Imam Syafi’i


Ini kisah tentang perempuan suci, cicit dari Nabi Muhammad Saw. Ia juga seorang ilmuwan terkemuka di masanya, sehingga Imam Syafi’i pun berguru padanya. Sayyidah Nafisah (145 H -208 H), itulah namanya. Makamnya di Kairo, Mesir, sampai sekarang masih dipenuhi para peziarah.

Di luar masjid Sayyidah Nafisah, dijual buku yang mengupas biografi perempuan yang disebut-sebut sebagai sumber pengetahuan keislaman yang berharga (Nafisah al-‘Ilm), pemberani, sekaligus ‘abidah zahidah (tekun menjalani ritual dan asketis). Bahkan, sebagian orang mengatagorikannya sebagai wali perempuan dengan sejumlah keramat.

Sejak kecil, Sayyidah Nafisah sudah hafal Al-Qur’an dan setiap selesai membaca Al-Qur’an beliau selalu berdoa, “Ya Allah, mudahkanlah aku untuk berziarah ke makam Nabi Ibrahim”. Ia memahami bahwa Nabi Ibrahim adalah bapak moneteisme sejati, sekalligus bapak Nabi Muhammad lewat jalur Nabi Ismail yang notabene keturunan Nabi Ibrahim. Sedangkan Sayyidah Nafisah sendiri adalah keturunan dari Nabi Muhammad.

Dengan mengunjungi makam Nabi Ibrahim, boleh jadi ia berharap menarik benang merah perjuangan para leluhurnya. Ketika Allah mengabulkan doanya dan ia bisa berziarah ke makam kakek moyangnya, Nabi Ibrahim, terjadilah peristiwa spiritual (yang sebaiknya tidak perlu diceritakan di sini).

Ketika ia berusia 44 tahun, ia tiba di Kairo pada 26 Ramadhan 193 H. Kabar kedatangan perempuan yang luar biasa ini telah menyebar luas. Ia pun disambut oleh pebduduk Kairo yang merasa bersyukur didatangi oleh Sayyidah Nafisah. Ratusan orang tiap hari datang hendak menemuinya. Dari mulai berkonsultasi, meminta doa ataupun mendengar nasihat dan ilmu darinya.

Bahkan, dikabarkan banyak yang sampai kamping bermalam di luar kediamannya, menunggu kesempatan untuk bisa bertemu. Lambat laun, Sayyidah Nafisah merasa waktunya tersita melayani umat. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kairo dan kembali ke Madinah agar bisa berdekatan dengan makam kakeknya, Nabi Muhammad Saw.

Tapi, penduduk Kairo keberatan dan memelas agar Sayyidah Nafisah membatalkan keputusannya untuk mudik ke Madinah. Gubernur Mesir turun tangan. Ia melobi Sayyidah Nafisah untuk bertahan di Kairo. Gubernur menyediakan tempat yang lebih besar baginya, sehingga kediamannya bisa

menampung umat lebih banyak. Gubernur juga menyarankan agar ia menerima umat hanya pada hari Rabu dan Sabtu saja. Di luar waktu itu, ia bisa kembali berkhalwat beribadah menyendiri.

Gubernur menunggu beberapa saat. Sementara Sayyidah Nafisah terlihat diam, menunggu petunjuk Allah. Akhirnya, setelah mendapat izinNya, ia pun menerima tawaran Gubernur dan memutuskan tinggal di Kairo sampai ajal menjemputnya.

Sebelum tiba di Mesir, Imam al-Syafi’i sudah lama mendengar ketokohan perempuan ulama ini dan mendengar pula bahwa banyak ulama yang datang ke rumahnya untuk

mendengarkan pengajian dan ceramahnya. Al-Syafi’i datang ke kota ini lima tahun sesudah Sayidah Nafisah.

Beberapa waktu kemudian, al-Syafi’i meminta bertemu dengannya di rumahnya. Sayidah Nafisah menyambutnya dengan seluruh kehangatan dan kegembiraan. Perjumpaan itu dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan yang sering. Masing-masing saling mengagumi tingkat kesarjanaan dan intelektualitasnya.

Bila al-Syafi’i berangkat untuk mengajar di masjidnya di Fustat, ia mampir ke rumahnya. Begitu juga ketika pulang kembali ke rumahnya. Dikabarkan bahwa al-Syafi’i adalah ulama yang paling sering bersama Sayyidah Nafisah dan mengaji kepadanya, justru dalam status Imam al-Syafi’i sebagai tokoh besar dalam bidang usul al-fiqh dan fiqh.

Kita tahu bahwa sebelum datang ke Mesir, Imam al-Syafi’i sudah terlebih dahulu terkenal dan harum namanya di Baghdad. Fatwa-fatwa Imam al-Syafi’i di Baghdad dikenal sebagai ‘qaul qadim’, sedangkan fatwa beliau di Kairo dikategorikan sebagai ‘qaul jadid’. Pada Ramadhan, al-Syafi’i juga sering shalat Tarawih bersama Sayyidah Nafisah di masjid ulama perempuan ini.

Begitulah kedekatan kedua orang hebat ini. Manakala Imam al-Syafi’i sakit, ia mengutus sahabatnya untuk meminta Sayidah Nafisah mendoakan bagi kesembuhannya. Begitu sahabatnya kembali, sang Imam tampak sudah sembuh. Ketika dalam beberapa waktu kemudian al-Syafi’i sakit parah, sahabat tersebut dimintanya kembali menemui Sayyidah Nafisah untuk keperluan yang sama, meminta didoakan.

Kali ini, Sayyidah Nafisah hanya mengatakan, “Matta’ahu Allah bi al-Nazhr Ila Wajhih al-Karim” (Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa denganNya). Mendengar ucapan sahabat sekaligus gurunya itu, al-Syafi’i segera paham bahwa waktunya sudah akan tiba.

Al-Imam kemudian berwasiat kepada murid utamanya, al-Buwaithi, meminta agar Sayyidah Nafisah menyalati jenazahnya jika kelak dirinya wafat. Ketika al-Syafi’i kemudian wafat, jenazahnya dibawa ke rumah sang ulama perempuan tersebut untuk dishalatkan.


Menurut KH. Husein Muhammad, di antara nasihat Sayyidah Nafisah kepada para muridnya adalah:

1. Jika kalian ingin berkecukupan, tidak menjadi miskin, bacalah QS. al-Waqi’ah [56].

2. Jika kalian ingin tetap dalam keimanan Islam, bacalah QS. al-Mulk [67].

3. Jika kalian ingin tidak kehausan pada hari dikumpulkan di akhirat, bacalah QS. al-Fatihah [1].

4. Jika kalian ingin minum air telaga Nabi di akhirat, maka bacalah QS. al-Kautsar [108].

Sayyidah Nafisah adalah fakta sejarah bahwa seorang perempuan bisa menjadi seorang ulama tersohor, bahkan menjadi guru bagi seorang Imam Syafi’i. Kita merindukan munculnya Sayyidah Nafisah berikutnya di dunia Islam.

(NU-Online/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Keluasan Ilmu Fatimah Putri Rasul Saw


Konon dua orang wanita, satu di antaranya mukminah dan seorang lagi munafik, terlibat perdebatan sengit mengenai persoalan agama. Untuk menyelesaikan perdebatan itu, mereka berdua datang menjumpai Fatimah putri Rasulullah saw. Persoalan yang menjadi subyek perdebatan dikemukakan kepada Fatimah. Setelah mendengar hujah atau dalil kedua wanita itu, Fatimah menilai bahwa ucapan wanita mukmin itu argumentatif dan logis. Wanita mukmin itu senang dan bangga atas kemenangan itu. Kemudian Fatimah berkata kepada wanita mukmin itu:

"Wahai saudariku! Ketahuilah bahwa malaikat saat ini merasakan senang melebihi engkau, namun sebaliknya syetan dan para pengikutnya lebih sedih dari apa yang dirasakan oleh wanita munafik itu.

Fatimah melanjutkan:

"Allah swt memerintahkan malaikatnya untuk mengganjarku dengan menggandakan ribuan kali nikmat-nikmat surga dari yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan setiap orang alim yang membina akidah seorang mukmin melalui ilmunya, sehingga ia memenangkan perdebatan dengan orang kafir, maka pahala orang mukmin itu digandakan ribuan kali"

Sumber: biharul anwar jil 2 hal 8.

(Karimah-Ahlul-Bait/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kisah Perempuan Menabung Uang Pensiun Suami 30 Tahun Untuk Bangun Masjid


Seorang perempuan Arab Saudi seketika menjadi pembicaraan di media sosial Twitter atas pengorbanan harta untuk membangun masjid.

Uang yang digunakan untuk membangun masjid tersebut merupakan hasil tabungan dari pensiun almarhum suami. Uang pensiun itu tak digunakannya untuk berfoya-foya atau membeli barang mewah, tapi disimpan selama 30 tahun.

Peristiwa ini diketahui setelah anak dari perempuan tersebut, Mohammad Al Harbi, membagikan kisah sang ibu melalui akun Twitter-nya. Di posting-an itu, Al Harbi juga menampilkan foto ibunya tengah berdiri di bangunan masjid yang masih dalam pembangunan itu.

"Betapa mulianya dirimu. Ibu, dia tidak pernah menikmati uang pensiun almarhum ayah. Dia menghabiskan 30 tahun untuk menabungnya mulai dari 1 riyal sampai dia membangun sebuah masjid atas nama ayah. Semoga dia beristirahat dalam damai dan diberikan tempat di surga. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un," begitu isi cuitan Al Harbi, sebagaimana dikutip dari Khaleej Times.

Tak butuh waktu lama bagi posting-an untuk mendapat respons luas dari warganet.

"Semoga Tuhan menyatukan mereka di akhirat," tulis seorang pengguna Twitter.

Warganet lain menimpal, "Itulah wujud cintanya yang terbesar."

(Oke-Zone/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Nazmi Luqa: Cendekiawan Kristen Hafiz Quran dan Pecinta Imam Ali


Nazmi Luqa George (1920-1987), seorang cendekiawan terkemuka pengikut Kristen dan sarjana sastra Mesir, pada usia 9 tahun, berhasil menghafal seluruh Alquran dan sejumlah hadis Nabawi dan termasuk salah satu pecinta Imam Ali (as).


Menurut laporan IQNA, Nazmi Luqa adalah seorang ulama terkemuka pengikut Kristen, filsuf dan ulama Mesir yang lahir pada tahun 1920 di Damnaghur, provinsi Buhayrah, Mesir, dan meninggal pada tahun 1987 di Kairo.

Nazmi Luqa Georges, meskipun ia adalah seorang Kristen, namun dididik di bawah pengawasan para cendekiawan muslim, sehingga pada usia sembilan tahun, ia telah menghafal Alquran dan sejumlah hadis Nabawi, dan ini kemudian menyebabkan ia memiliki karya-karya berharga di bidang Nabi Muhammad (saw) dan agama Islam.

Pemikir Mesir ini memiliki atensi khusus kepada Imam Ali (as), dan buku-bukunya tentang sirah Nabi sangat dipercaya dan disetujui, karena meskipun ia seorang Kristen, namun ia menjaga keadilan dan kekristenannya tidak mencegahnya untuk tidak menuliskan tentang Islam dan Rasulullah (saw), sementara dalam tulisan-tulisannya terpancar rasa cinta dan hasrat khusus kepada Nabi saw.

Saat berusia 6 tahun, dia sering pergi ke sebuah masjid di kota Suez Mesir, sampai akhirnya dia merampungkan hafalan Alquran pada usia 9 tahun, dan dia menimba ilmu dalam bidang bahasa Arab dan balaghah dengan Syaikh Sayyid al-Bukhari. Sementara terkait belajar bahasa Arab, ayahnya percaya bahwa anaknya harus belajar bahasa Arab dengan para ustad yang fasih berbahasa dan retorika, oleh karena itu, imam jamaah masjid Suez, menurut pandangan Ayahnya memenuhi kriteria yang diperlukan.

Kehadiran kontinu Nazmi Luqa di masjid dan pembelajaran ajaran Islam menyebabkan kecintaan kepada Nabi (saw) dalam dirinya, yang menyebabkan 30 tahun hidupnya digunakan untuk menulis tentang sirah Nabawi dan ajaran-ajaran Islam.

Setelah lulus tahap awal di kampung halamannya, Nazmi Luqa merampungkan sekolah menengahnya di Alexandria, Mesir, dan kemudian memperoleh gelar sarjana dari Universitas Kairo, dan kemudian ia melanjutkan S2 dan menerima gelar sarjana di sekolah hukum Prancis di Kairo. Ia kemudian melanjutkan studi pasca sarjana dan mendapat gelar PhD dalam bidang filsafat. Dia menjadi guru di sekolah menengah di Suez dan Alexandria untuk beberapa waktu, dan kemudian terpilih sebagai profesor filsafat di Fakultas Pelatihan Guru dan Fakultas Sastra di Universitas Ain Shams Mesir. Anggota Asosiasi Internasional Al-Qalam Mesir, Persatuan Penulis Arab dan Persatuan Penulis Mesir adalah salah satu kehormatan lain dari cendekiawan Kristen Mesir ini.


Nazmi Luqa mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk melawan ketidaktahuan dan fanatisme, dan ia melakukan upaya besar untuk menghilangkan buta huruf pemikiran terhadap Islam dan Nabi Muhammad (saw), karena ia percaya bahwa bahaya fanatisme buta mengancam masyarakat, karenanya, ia telah menulis beberapa karya tentang sirah Nabawi, termasuk "Muhammad; Al-Risalah wa al-Rasul; "Muhammad fi Hayatihi al-Khasah: Muhammad, dan kehidupan pribadinya"; "Wa Muhammadah", dan " Allah, Insan dan Nilai".

Nazmi Luqa termasuk salah seorang murid Abbas al-Akkad (seorang sejarawan dan pemikir, yang dikenal sebagai tokoh utama pemikiran Arab), dan di samping studi Islam ia juga menulis di bidang filsafat dan sastra Arab.

Selama masa hidupnya, ia menemui banyak fanatisme, kesalahpahaman, dan was-was, namun ia menghadapi semuanya dengan kesabaran dan berpegang dengan pola pikirnya sendiri. Dia menganggap dirinya sebagai seorang agamis yang benar yang jauh dari penampilan dan berkata dalam biografinya: "Kadang-kadang saya melihat kondisi diri saya seperti seseorang yang memiliki arang yang meleleh di tangan."


Dia memperkenalkan Islam dengan menggunakan ayat-ayat Alquran, hadis dan sirah Nabawi sebagai "agama kemanusiaan" dan dalam karya-karyanya menjelaskan posisi agama ini tentang Tuhan, manusia, kenabian, Hawa, pernikahan, sistem pemerintahan dan hubungan masyarakat. Dia juga percaya bahwa Islam adalah pengumpul antara hati dan akal, dan tidak membedakan antar etnis.

Ia menggambarkan rahasia minatnya kepada agama Islam. “Saya menanyakan kepada seseorang yang menganggap tidak adil mencintai seorang dari agama lain, mengapa ia harus menzalimi dirinya sendiri dan memaksakan penyangkalan keutamaan pada dirinya sendiri? Maksudnya dari penjelasan ucapan ini adalah tidak mengindahkan keutamaan-keutamaan Nabi saw adalah sejenis kezaliman, sementara orang tersebut melakukan untuk dirinya sendiri,” ucapnya.

Menurutnya, Yahudi adalah agama satu bangsa tertentu, dan itu bukan agama yang membimbing semua orang.

Cendekiawan Mesir ini juga menulis tentang agama Kristen: "Ajaran kristen tidak hanya mengajak masyarakat untuk bertauhid, bahkan kecintaan yang luhur, yang memperkenalkan jiwa seluruh manusia menuju-Nya, jadi kita melihat bahwa agama Kristen adalah agama hati umat manusia. Karenanya, orang-orang membutuhkan agama baru yang menyatukan hati dan akal dan menciptakan persatuan antar bangsa dan mengatasi kebutuhan fisik dan mental mereka, dan itu adalah agama Islam."

Di penghujung, perlu disebutkan bahwa studi tentang budaya dan ajaran-ajaran Islam dari para sarjana muslim dan menghadiri masjid dan penggunaan ajaran-ajaran suci murni Alquran menyebabkan Nami Luqa Georges memiliki pandangan yang adil tentang Islam dan Nabi (saw), dan termasuk sederetan ilmuwan Kristen yang telah menulis sebuah buku dengan pandangan yang adil tentang Islam dan Nabi Muhammad (saw).

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: