Daftar Isi Internasional Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Tampilkan postingan dengan label ABNS SEJARAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ABNS SEJARAH. Tampilkan semua postingan

Muharram di Karibia; Dari Pembantaian Kaum Syiah Hingga Simbol Perjuangan Melawan Penindasan dan Tirani


Ritual untuk memperingati epik Karbala di kalangan Muslim Karibia berumur seratus lima puluh tahun, untuk pertama kalinya, para staf Syiah India memasukkan ritual ini ke kawasan ini. Sekarang penyelenggaraan acara Muharram telah melebur dengan aroma pribumi.

Menurut laporan IQNA dilansir dari Jamaica Gleaner, Sekelompok warga Trinidad berkumpul di jalan-jalan Sint-James dan Sedrus untuk pergi ke laut dengan membawa replika makam-makam indah, tujuan mereka adalah laut Karibia, sebuah tempat dimana masyarakat melarungkan replika-replika ini ke laut agar mengapung.

Ini adalah bagian dari ritual "Hawassi", sebuah ritual keagamaan yang dipraktikkan oleh Muslim Trinidad selama Muharram.

Di Trinidad, 100.000 Muslim, mewakili 5% dari populasi pulau, memperingati hari Asyura dengan mengadakan ritual suci, sebuah istilah yang berasal dari nama Imam Husain (as). Acara pertama kali diadakan pada tahun 1854 tepat satu dekade setelah kelompok pertama orang India memasuki negara itu untuk bekerja di ladang tebu.


Namun Trinidad berada di bawah kedaulatan kolonialisme Inggris, yang tidak memungkinkan pendirian komunitas besar. Pada tahun 1884, otoritas Inggris melarang penyelenggaraan ritual tersebut. Sekitar tiga puluh ribu orang turun ke jalan-jalan di Mont Rupus, selatan negara itu, untuk memprotes keputusan tersebut. 22 orang tewas dan 100 lainnya luka-luka akibat tembakan pasukan Inggris. Putusan itu kemudian dihapus, tetapi memori pembunuhan Hausi atau "pembantaian Muharram" masih tetap hidup di benak masyarakat.

Hari ini, masyarakat Trinidad membuat pelampung warna-warni dan indah di acara pemakaman, yang disebut "Tajah" (berasal dari kata Ta'ziah) yang melewatkannya dari beberapa jalan dan melarungkannya ke laut, bahan-bahan ini terbuat dari kayu, kertas, bambu dan sisik.


Bersamaan dengan ditabuhnya drum, kerumunan menyertai kapal-kapal ini mulai dari tiga hingga sepuluh meter, sama seperti yang mereka lakukan di kota Lekno di India utara. Tajah mirip dengan replika makam di India. Sebelumnya, Tajah digerakkan oleh dua orang, di mana salah satu dari mereka memegang bulan sabit hijau dan yang lain bulan sabit merah. Bulan Sabit Merah tanda darah Imam Husain (as) dan sabit hijau adalah tanda kesyahidan Imam Hasan (as).


Ritual ini terlebur dengan tradisi wilayah Karibia dan beraromakan pribumi, tetapi banyak muslim di wilayah ini percaya bahwa esensi kedukaan ritual ini harus dilestarikan dan tradisi lokal untuk berkabung dan mengenang para syuhada Karbala, dilakukan seperti di India dan Irak.

Bagi umat Islam di wilayah ini, mengadakan acara ini adalah simbol perjuangan melawan penindasan dan tirani yang telah dihadapi di masa lalu dan begitu juga di masa sekarang, dengan demikian, mereka dengan melakukan ritual ini mencoba untuk melawan marjinalisasi dalam budaya Trinidad.


Republik Trinidad dan Tobago adalah sebuah negara kecil di selatan Karibia. Terletak di timur laut Venezuela dan selatan Granada yang terdiri dari dua pulau utama Trinidad dan Tobago serta beberapa pulau kecil.

Populasi negara ini diperkirakan hampir 1,4 juta. Mengenai PDB yang tinggi, Trinidad adalah salah satu negara terkaya di kawasan ini, yang memiliki pasokan minyak dan gas yang besar yang telah meningkatkan kemakmuran ekonominya.


Negara ini termasuk dari jajahan Inggris dan pada tahun 1962 memperoleh kemerdekaannya. Kepala pemerintahan di negara ini adalah presiden yang dipilih oleh suara senat untuk masa jabatan lima tahun. Kepala pemerintahan perdana menteri adalah mengemban kepala kabinet.

Sejarah masuknya Islam ke negara ini berasal dari separuh kedua abad ke-18. Tetapi kelompok muslim yang paling penting tiba pada pertengahan abad ke-19 dan setelah 1838. Diperkirakan bahwa 13% dari populasi negara ini adalah muslim. Muslim keturunan India, yang mana Syiah adalah bagian dari mereka, mayoritas tinggal di selatan negara ini.

(Jamaica-Gleaner/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Tragedi Tanjung Priok: Dari Provokasi, Subversi, Hingga Pelanggaran HAM

Diskusi tragedi Priok oleh aparat.

Tragedi Tanjung Priok merupakan salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia tingkat berat yang terjadi akibat aparat keamanan bertindak berlebihan dalam menghadapi aksi demonstrasi masyarakat.

Demonstrasi ini bermula saat masyarakat, terutama di Jakarta, menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang dimuncukan Presiden kedua RI Soeharto.

Namun, provokasi dan hasutan diduga sebagai akar yang membuat aksi protes terhadap kebijakan Soeharto itu berujung tragedi.


Diduga akibat provokasi

Dilansir dari dokumen Komnas HAM, demonstrasi penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal berakar pada aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat warga, yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe, dan Muhammad Nur.

Empat orang itu ditahan setelah sebelumnya terdapat aksi pembakaran sepeda motor Babinsa. Pembakaran terjadi setelah masyarakat mendengar ada aksi provokasi yang dilakukan oknum tentara di sebuah masjid.

Kabar beredar semakin liar dan menyebabkan masyarakat setempat marah. Aksi untuk menolak penahanan empat orang itu pun terjadi.

Massa kemudian berkumpul dalam sebuah tabligh akbar di Jalan Sindang, di wilayah Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 12 September 1984. Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat, dalam ceramahnya menuntut pembebasan empat orang itu, yang juga jemaah Mushala As Sa’adah.

Amir Biki memimpin massa untuk mendatangi Komando Distrik Militer Jakarta Utara. Berbagai upaya dilakukan agar empat tahanan itu dibebaskan. Namun, upaya yang dilakukan oleh Amir Biki tak mendapat respons yang baik. Massa dihadang aparat keamanan di depan Polres Jakarta Utara.

Harian Kompas pada 14 September 1984 menulis, aparat keamanan berupaya melakukan tindakan persuasif untuk membubarkan massa. Namun, saat itu massa tidak mau bubar sebelum tuntutannya dipenuhi.

Bahkan, menurut Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban LB Moerdani, dari arah massa yang berdemonstrasi terdapat sejumlah provokator yang membawa senjata tajam dan bensin.

Ini menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk bertindak tegas, bahkan brutal. Hujaman timah panas menjadi langkah akhir, ketika imbauan agar massa membubarkan diri tak digubris.

Akibatnya, korban berjatuhan. Komnas HAM mencatat korban tewas mencapai 24 orang, sedangkan 55 orang luka-luka.


Pasca-peristiwa

Pasca-peristiwa Setelah peristiwa itu, banyak yang menyayangkan atas tindakan yang dilakukan ABRI. Muncul pendapat hal itu merupakan peristiwa yang melanggar HAM dan harus segera diselesaikan.

Kemudian, mengutip Harian Kompas edisi 6 Januari 1986, kasus itu berlanjut kepada sidang subversi. Sejumlah orang diadili atas tuduhan melawan pemerintahan yang sah. Terdakwa seperti Salim Qadar dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan Tonny Ardie 17 tahun 6 bulan penjara.

Selain mereka terdapat terdakwa lain, Ratono, yang didakwa telah merongrong dan menyelewengkan ideologi serta haluan negara yang salah. Tidak hanya itu, bahkan pemerintah menahan anggota Petisi 50, AM Fatwa.

Sebab, kelompok itu menerbitkan "Lembaran Putih" yang berisi penjelasan mengenai tragedi itu, yang berbeda dengan versi pemerintah. AM Fatwa terkena jerat subversi.


Pelanggaran HAM

Masalah yang terjadi di Tanjung Priok ini menjadi sebuah perhatian serius. Pemerintah dinilai tak bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik dan melanggar HAM. Dalam sebuah laporan investigasi Kasus Tanjung Priok terbitan Kontras pada Maret 2000, Komisi Penyelidik Pemeriksa dan Pelanggaran HAM Tanjung Priok (KP3T) dibentuk.

Pembentukan KP3T untuk melakukan penyelidikan kasus pelanggaran HAM karena mendapat tekanan yang serius dari berbagai pihak untuk segera mengusut tuntas peristiwa tersebut. Laporannya adalah terdapat sebuah kesewenang-wenangan dari pihak aparat terhadap korban.

Pihak aparat juga melakukan penangkapan dan penahanan di luar proses hukum terhadap seseorang yang dicurigai ikut dalam insiden tersebut. Selain itu, adanya penghilangan paksa juga terjadi selama selang waktu tiga bulan sejak peristiwa 12 September 1984.

Saat itu, korban ditangkap dan ditahan secara semena-mena tanpa ada surat pemberitahuan kepada pihak keluarga dan tanpa alasan yang jelas. Selain dalam penangkapan dan penahanan, dalam persidangan juga diketemukan ketidakjujuran selama prosesi.

Hasil dari KP3T menyebutkan nama-nama yang terlibat dalam aksi pelanggaran HAM tersebut, yaitu dari Babinsa, Kesatuan Arhanud, Koramil Koja, Polres Jakarta Utara dan beberapa perwira tinggi selama kejadian itu.

Karena termasuk pelanggaran HAM berat, pemerintah diminta untuk menuntaskan kasus itu. Kasus ini akhirnya dianggap sudah diselesaikan melalui proses mediasi dan islah yang panjang.

(Kompas/Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Sejarah Singkat MWCNU Riyadh


Oleh: Vinanda Febriani

Berawal dari keprihatinan seorang Abdul Malik An-Namiri atau yang sering disapa Guslik melihat para Exspatriat/WNI yang berada di Riyadh, yang mana mayoritas berlatar-belakang keagamaan Islam Ahlussunnah Wal-Jamaah An-Nahdliyyah, namun banyak diantara mereka yang terjangkit virus ideologi wahabi sehingga Guslik merasa prihatin jika tidak ada solusi bagi saudara-saudara disana.

Tepat bulan Januari tahun 2016, Guslik beserta relawan NU Riyadh bergerak nyata dengan memberanikan diri meminta izin kepada PCINU Arab Saudi untuk mendirikan Majelis Wakil Cabang NU Riyadh. Setelah mendapat izin, para relawan bergerak sigap membentuk susunan lembaga kepengurusan.

Februari 2016, MWCNU Riyadh mendapat SK resmi dari PCINU Arab Saudi. Hal ini tentu saja menjadikan pengurus MWCNU Riyadh makin semangat mensosialisasikan bahwa NU memiliki prinsip mengayomi dan membimbing pada masyarakat luas, sehingga ritual-ritual ke-NU-an berjalan lancar.

Akan tetapi terbentuknya MWCNU Riyadh tak semulus apa yang diharapkan. Ada beberapa hambatan perjuangan yang harus dihadapi bersama, salah-satunya adalah munculnya kelompok tandingan yang mengaku bahwa mereka NU Garis Lurus/NU GL. Namun hal ini tentu tidak menyurutkan kobaran api semangat pengurus MWCNU Riyadh, semua hambatan itu disikapinya dengan bijak sehingga suasana tetap aman, nyaman dan kondusif.

Saat dihubungi melalui WA oleh penulis, Guslik menyatakan bahwasanya pengurus MWCNU Riyadh merasa bahagia dan bersyukur kepada Allah karena sampai saat ini, hubungannya dengan beberapa ormas di Riyadh sangat baik, bahkan dengan Islamic Center sangat terjaga keharmonisannya. Sehingga kegiatan-kegiatan keNUan MWCNU Riyadh seperti majlis ta’lim, tadarus Al-qur’an, istighastahan berjalan dengan lancar. Hampir setiap kegiatan MWCNU Riyadh, dihadiri oleh Dubes RI untuk Arab Saudi dan pejabat-pejabat KBRI Riyadh.

Sumber: Wawancara Guslik Via WA

(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Pelaut Muslim Temukan Benua Amerika Sebelum Columbus


Dalam pelbagai kesempatan, sejarawan Turki, Fuat Sezgin kerap mengingatkan kepada publik akan peran besar intelektual Muslim di sepanjang sejarah. Menurut dia, para intelektual Arab-Islam mengadopsi kebudayaan Yunani sekaligus menghasilkan corak kebudayaan serta peradaban tersendiri.

Akhirnya produk budaya Islam dinikmati masyarakat Eropa sehingga memunculkan Renaisans sekitar abad ke-14 hingga abad ke-17. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila tradisi saintifik Eropa modern secara prinsip menyerupai tradisi yang sudah dibina peradaban Islam ratusan tahun sebelumnya.

Di samping itu, ada satu pernyataan Sezgin yang belakangan sering dikutip sejumlah diplomat atau politikus, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Menurut sejarawan ini, para pelaut Muslim telah lebih dahulu mencapai Benua Amerika jauh sebelum ekspedisi Christopher Columbus yang terjadi pada 1420.

Sebagai buktinya, dia menunjukkan inskripsi pada peta yang ada. Selain itu, lanjutnya, perkembangan teknologi navigasi Eropa Barat pada permulaan abad ke-15 masih tertinggal daripada yang terdapat pada peradaban Islam.

Kendati tidak jarang menuai prokontra, sosok Sezgin masyhur se bagai ilmuwan yang pantang menyerah untuk bisa mengakses sumber-sumber sejarah yang otentik. Seperti dipaparkan M Abdul Fathah dalam laman the Companion (10 Agustus 2018), Sezgin yang juga penulis buku Natural Sciences of Islam (lima jilid) ini pernah mengadakan perjalanan ke pelbagai perpustakaan kuno di Eropa dan Asia Barat.

Pada 1968, ilmuwan yang wafat sekitar dua bulan lalu itu menemukan empat buah buku karya Diophantus yang berjudul Arithmeticasaat sedang menjelajah situs-situs kuno di Mashad, Iran Utara. Diophantus, yang acap kali digelari `Bapak Aljabar’, itu merupakan ahli matematika dari Iskandariyah (Mesir) yang hidup dalam rentang akhir abad ketiga sebelum Masehi (SM).

Kegigihannya membuat bangga rakyat dan negara Turki. Tanah air nya itu menghargai jerih payahnya sepanjang karier profesional selaku sejarawan. Dia menyukai peran yang terus menjembatani kesalingpahaman antara peradaban Islam dan non-Islam. Atas jasa-jasanya, pada 24 September 2012 wali kota Ankara Melih Gk ek mengubah nama sebuah alun-alun di ibu kota Turki itu menjadi Taman Fuat Sezgin.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Begini Isi Pidato Kemerdekaan Bung Karno Selengkapnya


Tahukah Anda bahwa pidato asli Bung Karno pada saat Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945 bukan hanya pembacaan teks proklamasi? Inilah isi pidato Bapak Proklamator Indonesia itu selengkapnya.

***

Saudara-saudara sekalian!

Saya telah minta saudara-saudara hadir di sini untuk menjaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sedjarah kita.

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun!

Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan kita itu ada naiknja dan ada turunnja, tetapi djiwa kita tetap menudju ke arah tjita-tjita.

Djuga di dalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti.

Di dalam djaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnja, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri.

Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar mengambil nasib-bangsa dan nasib-tanah-air di dalam tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnja.

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu.

Dengarkanlah proklamasi kami:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 Agustus 1945.

Atas Nama Bangsa Indonesia,

SOEKARNO – HATTA.

Demikianlah saudara-saudara!

Kita sekarang telah merdeka!

Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita dan bangsa kita!

Mulai saat ini kita menjusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, – merdeka kekal dan abadi.

Insja Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Palestina Negara Pertama Yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia


Terdapat setidaknya empat syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi sebuah negara berdaulat, yaitu; wilayah yurisdiksi, penduduk, pemerintahan yang legitimate, dan adanya pengakuan dunia internasional. Pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, ketika Bung Karno mendeklarasikan berdirinya Republik Indonesia, kita sudah memenuhi setidaknya tiga kriteria pertama. Lalu, Negara mana saja yang pertama-tama mengakui kemerdekaan Indonesia?

Dalam salah satu buku Ziarah Sejarah; Mereka yang Dilupakan, karya Hamid Nabhan, yang diterbitkan baru-baru ini, disebutkan bahwa setidaknya 10 negara pertama yang menyatakan dukungannya dan mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, adalah negara-negara Islam di kawasan Afrika dan Timur Tengah. Negara-negara tersebut adalah; Palestina, Mesir, Libanon, Siria, Irak, Saudi Arabia, Yaman juga menyusul Afganistan, Iran dan Turki.

Dikisahkan oleh Hamid Nabhan, pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, tapi dunia internasional belum ada yang mengakui kemerdekaan tersebut, padahal pengakuan dunia internasional adalah syarat bagi eksistensi sebuah negara. Ketika itu, wilayah Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan setelah Jepang menyerah pada Sekutu. Tapi di saat yang sama, pasukan sekutu akan mendarat dengan membawa pasukan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Maka pengakuan dunia internasional menjadi satu hal yang paling urgen dibutuhkan pada saat itu.

Menariknya, pengakuan dari negara-negara Arab ini justru di mulai dari Palestina yang diwakili oleh Mufti Besar Bangsa Palestina Sayyid Muhammad Amin Al Husaini yang diucapkan langsung dari Radio Berlin berbahasa Arab dan juga lewat Harian Al-Ahram yang turut memberitakan pengakuan kemerdekaan Indonesia.

Menurut Hamid Nabhan, pengakuan Palestina ini sebenarnya sudah dilakukan secara de facto setahun sebelum Indonesia merdeka, tepatnya di tahun 1944 yang bertepatan dengan janji manis yang dikeluarkan Jenderal Kuniaki Koiso (Perdana Menteri Jepang) untuk memberi kemerdekaan terhadap Indonesia. Mufti Besar Palestina Sayyid Muhammad Amin Al Husaini adalah sosok yang mewakili Palestina memberikan pengakuan tersebut, serta menyebarluaskan berita tersebut ke seluruh dunia.

Pengakuan kemerdekaan ini kemudian diikuti oleh Mesir yang diwakili oleh Konsul Jenderal Mesir di Mumbai India Muhammad Abdul Mun’im yang datang di ibukota RI Yogyakarta. Mun’im yang datang sebagai utusan Liga Arab yang ingin kemerdekaan Indonesia dan pada tanggal 16 Maret 1947 berangkatlah delegasi diplomatik Indonesia ke Mesir melalui Mumbai. Delegasi RI itu adalah H. Agus Salim (Ketua), HM Rasjidi, Nazir ST, Abdul Kadir dan AR Baswedan.

Dari Mesir, rombongan berangkat ke Lebanon, dan Lebanon pun mengakui kemerdekaan Indonesia. Lalu Haji Agus Salim memerintahkan Rasjidi untuk melanjutkan misi ke Saudi Arabia. Sedang AR Baswedan dan anggota delegasi lain diperintahkan pulang ke tanah air untuk menyerahkan dokumen dari Mesir dan Lebanon. Rasjidi berangkat ke Saudi menemui Raja Abdul Aziz Al-Saud dan mendapat simpati serta sambutan yang sangat luar biasa dari kerajaan Saudi Arabia.

Raja Abdul Aziz berkata ,”Nahnu laa nata’akhkharu” (kami tidak akan ketinggalan) untuk memberikan dukungan dan pengakuan untuk Indonesia. Maka di istana raja, Raja Abdul Aziz menyerahkan surat pengakuan kerajaan Saudi Arabia terhadap kemerdekaan RI, peristiwa yang sangat bersejarah itu terjadi pada tanggal 24 November 1947. Lalu pengakuan kemerdekaan RI mengalir dari negara-negara Arab yang lain seperti Syria, Iraq dan Yaman.

Terkait dengan dukungan bangsa Palestina, mereka tidak hanya sekedar memberikan pernyataan ataupun pengakuan semata. Tapi juga bantuan konkrit seperti yang dilakukan oleh Muhammad Ali Thahir, saudagar kaya Palestina, yang saat itu menyerahkan uangnya di Bank Arabia dan berkata, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia.”

Tak heran jika kita bangsa Indonesia selalu ada untuk membela kemerdekaan Palestina dan memenangkan perjuangan mereka.

(Islam-Indonesia/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Terbongkar! Arab Saudi Dukung Perundingan Camp David


Dokumen-dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh pihak Kementerian Luar Negeri Amerika menyatakan Arab Saudi mendukung perundingan perdamaian antara Mesir dan rezim zionis setelah pecah perang tahun 1973.

Dokumen ini sangat penting karena untuk pertama mengekspos dukungan Arab Saudi terhadap perundingan perdamaian Mesir tersebut. Sikap ini bertentangan dengan sikap yang diambil oleh negara-negara Arab kala itu yang mengecam Mesir lantaran menandatangani kesepakatan Camp David secara sepihak.

Telegraf kedutaan besar Amerika tertanggal 10 Oktober 1978 menyatakan telah terselenggara pertemuan di kota Tha’if di barat Arab Saudi antara John C. West Duta Besar Amerika untuk Riyadh dan Sa’ud Al-Faishal Menteri Luar Negeri Arab Saudi kala itu. Dalam pertemuan ini, Al-Faishal mendukung ajakan Jimmy Carter supaya Anwar Sadat dan Menachem Begin Perdana Menteri Israel untuk menandatangani perundingan perdamaian Camp David.

Sa’ud Al-Faishal dalam telegraf tersebut menegaskan bahwa sikap Arab Saudi terhadap perundingan perdamaian tersebut telah didistorsi.

Para penguasa Saudi juga tidak berusaha supaya kesepakatan tersebut dibatalkan. Kunjungan Fahd bin Abdulaziz putra mahkota Arab Saudi kala itu ke Kairo dalam rangka melakukan usaha penggagalan tersebut pun tidak terlaksana.

“Kami berharap supaya perundingan Camp David ini berhasil terlaksana, karena keberhasilan perundingan ini tidak lain adalah keberhasilan bagi sahabat dekat kami; yaitu Mesir dan Amerika,” ujar Al-Faishal.

“Kami akan mencincingkan lengan baju untuk memberikan setiap bantuan,” lanjut Al-Faishal.

(Al-Kautsar/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kekejaman Orde Baru (Presiden Soeharto) Kepada NU

Ilustrasi

Muktamar NU paling sadis ya di Cipasung, 1994. Saat itu Pak Harto ingin merobohkan kepemimpinan Gus Dur yang sejak 1984 menjadi Ketua Umum PBNU. Kiai Ali Maksum dan Kiai Achmad Siddiq, dua sosok pelindung Gus Dur, telah wafat beberapa tahun sebelumnya.

Pak Harto menggunakan anasir anti Gus Dur di dalam tubuh NU untuk mendongkelnya. Abu Hasan, orang dari antah berantah ini, dijadikan kuda penghela kelompok anti Gus Dur. Kiai Yusuf Hasyim, pamanda Gus Dur, justru berada di barisan yang ingin menyingkirkan keponakannya itu bersama beberapa tokoh lain.

Sebagai ketum PBNU, Gus Dur disetting agar tidak bisa bersalaman dengan Pak Harto saat pembukaan. Tak kurang nyali, KH. Munasir Ali, mantan anggota Hizbullah dan pensiunan tentara menyampaikan sambutan atas nama panitia, “Saya ini tak tahu diri, sudah tua kok masih berambisi jadi ketua panitia. Ngurusi ini-itu. Ya benar-benar tua tapi tak tahu diri dan tidak sadar diri.”

Hadirin bertepuktangan, tahu jika sindiran ini ditujukan buat Pak Harto. Bagaimana reaksi penguasa Orba ini? Wah, semakin marah. Selama dua tahun, Pak Harto nggak mau mengakui dan menemui PBNU di Bina Graha, dimana lazimnya ketua ormas yang terpilih harus sowan penguasa sekadar memperkenalkan diri. Pak Harto baru bersalaman secara fisik dengan Gus Dur di Kongres Rabithah Maahid Islamiyyah (RMI), wadah perhimpunan pondok pesantren NU, di PP. Zainul Hasan Genggong, 1996. Itupun setelah Gus Dur menjinakkan Pak Harto dengan cara mengajak Mbak Tutut keliling turba ke kantong-kantong massa NU. Benar, melembutkan hati ayah dengan memangku anaknya. Hahaha, cerdik juga.

Kembali ke soal muktamar 94. Di sini, militer bermain dengan “menjaga” arena muktamar NU. Sedikitnya 1500 tentara berseragam dan ratusan telik sandi hadir. Mereka juga aktif memantau persidangan demi persidangan. Sebelumnya, parade pidato dalam pembukaan muktamar didominasi menteri dan pejabat militer! Jenderal Feisal Tandjung, Pangab, memberikan sambutan bersama dengan 10 menteri! Sudah cukup? Belum. Para menteri dan pejabat datang-pergi menggunakan helikopter dan….sebelum memasuki arena menjelang pemilihan ketua, pos pemeriksaan peserta dijaga oleh militer. Di sekeliling arena, para tentara membawa panser (!) ikut “mengamankan” arena. Melihat pemandangan ini, dalam malam terakhir muktamar, Gus Dur secara berkelakar berterimakasih kepada tentara yang telah meminjamkan serdadu tambahan kepada Banser. Banyak dari orang-orang muda berbadan kekar yang berpatroli di tempat berpangsungnya acara menggunakan seragam Banser sebenarnya adalah personil militer.

Dalam putaran pertama, GD meraih 157 suara, Abu Hasan 136, Fahmi Saifuddin 17, dan Chalid Mawardi 6 suara. Suasana tegang. Karena gedung penghitungan suara dikelilingi panser dan tentara, akan sukar bagi pendukung Gus Dur meninggalkan tempat dan potensi chaos menjadi nyata. Melihat peta tak terduga ini, kaum muda NU kebingungan dan beberapa kiai sepuh menangis, mereka bahkan bermunajat agar Dia ikut campur dalam hal ini.

Ketika hasil perhitungan suara akhir menempatkan Gus Dur dengan perolehan 174 suara sedangkan Abu Hasan 142, keharuan menyeruak di ruang sidang. Di depan pintu, kaum muda NU membentuk barisan melingkar sambil menerikaakn yel-yel berbahasa Inggris: SOEHARTO HAS TO GO, SOEHARTO HAS TO GO! (Soeharto Turun! Soeharto Turun!).

Siapa di balik misi pendongkelan Gus Dur di NU, sebagaimana penyingkiran Megawati dari PDI benerapa bulan sebelumnya, ini? R. Hartono, jenderal penjilat Pak Harto, adalah di antara pihak penyokong dana pendongkelan Gus Dur. Abu Hasan yang bangkrut setelah gagal mendongkel Gus Dur, melalui pembentukan KPNU yang dijadikan PBNU tandingan hingga menggugatnya di meja hijau, kemudian mendatangi Letnam Jenderal R. Hartono untuk menagih kembali ongkos yang telah dia keluarkan. Apa jawab jenderal kelahiran Madura itu?
“Perjanjiannya kan kalau kamu berhasil mengalahkan Gus Dur. Faktanya, kamu justru yang kalah.”

Tongpes sudah isi kantong Abu Hasan. Diplekoto tentara, ia kepalang tanggung mau mencari pelindung. Toh akhirnya dia mendatangi Gus Dur, meminta maaf, dan siap “aktif” kembali ke NU. Bagaimana sikap cucu pendiri NU itu? Dengan sikap ksatria dan mengayomi, Gus Dur malah mengajak Abu Hasan keliling turba ke Jawa dan luar Jawa. Ia menyeimbangkan kekuatan internal dengan menggunakan Abu Hasan dan konsolidasi eksternal melalui tangan Mbak Tutut. Cerdik sekali!

WAllahu A’lam

Gus Rijal Mumazziq Z (Ketua LTN PCNU Surabaya)

Sumber: https://www.facebook.com/penerbit.imtiyaz/posts/842334692514835


(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Menilik Para Penerjemah Al-Quran Jerman – 18/ Rudi Paret dan Pemarapan Terjemahan Kredibel Al-Quran


Rudi Paret lahir pada tahun 1901 di Wittgendorf, Jerman. Dia menyajikan terjemahan Alquran yang memiliki urgensi dan kredibilitas yang lebih besar di antara para Islamolog daripada terjemahan lainnya.

Menurut laporan IQNA dilansir dari canel Telegram Islam dan Jerman (Eropa), Rudi Paret memulai studi kuliahnya di Universitas Tübingen Jerman dan belajar studi Oriental. Pada tahun 1924, ia menerima gelar doktornya dari universitas yang sama. Dia kemudian menghabiskan beberapa waktu di Universitas Heidelberg dan kemudian mengajar dalam jurusan bahasa dan budaya Sami dan Islamologi di Ben University.

Dengan bertolak bahwa Rudi Paret telah menghabiskan beberapa tahun selama Perang Dunia Kedua untuk melayani di organ pemerintah Nazi, selama perang, ia ditangkap oleh pasukan Amerika dan kembali ke Jerman pada tahun 1946 dan melanjutkan kegiatan ilmiah dan akademiknya dari awal.

Dia kembali ke kampusnya di Tübingen, dia menjadi ketua bahasa dan budaya Sami dan Islamologi.


Terjemahan Alquran

Dapat dikatakan bahwa Rudi Paret lebih terkenal karena menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jerman. Dia telah mencoba menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jerman secara ilmiah dan metodologis, sehingga karya ini di antara para sarjana Islam lainnya dianggap lebih penting daripada terjemahan lainnya.

Meskipun ini bukan terjemahan yang sempurna dan atas mereka yang mengagumi karya ini, ada Islamolog lainnya seperti Stephen Wind yang memiliki kritik atasnya.


Saat ini, terjemahan Rudi Paret di antara lusinan terjemahan Quran lainnya ke dalam bahasa Jerman, adalah salah satu yang paling populer dan paling terkenal.

Karya ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1966 oleh Penerbit Kulhammer di Stuttgart, Jerman.


Leo Winter

Leo Winter adalah salah satu penerjemah Alquran Jerman lainnya, meskipun tidak banyak informasi tentangnya, tetapi terjemahan Alquran yang diatributkan kepadanya bukanlah terjemahan baru dan hanya sebuah ikhtisar terjemahan Ludwig Ullmann, rabi Yahudi abad kesembilan belas yang sudah diisyaratkan oleh IQNA.

Karya ini diterbitkan di Munich pada tahun 1950.


(Canel-Telegram/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Kisah Sebelum Kemenangan Revolusi Islam Pada 1979: Saat Iran dan Israel Masih Bersahabat

Ali Khamenei (kiri) saat Perang Iran-Irak. (Wikipedia)

Iran memasok minyak dan balasannya Israel menyuplai senjata.

Iran dan Israel kerap bertukar ancaman. Kedua negara saling memantau perkembangan militer masing-masing dan terus bersaing.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei suka menyebu tIsrael sebagai Iblis Kecil dan tumor ganas. Sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu senang menyamakan rezim Mullah itu dengan Nazi Jerman semasa Perang Dunia Kedua.

Tapi dulu, sebelum kemenangan Revolusi Islam pada 1979, Iran dan Israel berteman baik. Persahabatan mereka jauh lebih langgeng ketimbang permusuhan saat ini.

Kedua negara sama-sama menyadari pentingnya menjalin kemitraan strategis di kawasan Timur Tengah sedang bergolak. Aliansi Iran-Israel sedari pertengahan abad ke-20 hingga akhir 1980-an membikin hubungan politik dan ekonomi antara kedua negara berlangsung mulus. Di satu era, nilai perdagangan senjata dan minyak antara Iran serta Israel mencapai ratusan juta dolar Amerika Serikat.

Berdirinya Israel pada 1948, diwarnai perang dan pengusiran sekitar 700 ribu warga Palestina, membikin marah negara-negara Arab tetangganya. Israel diisolasi. Dikelilingi banyak musuh, negara Zionis ini perlu mencari teman.

"Pada pertengahan 1950-an, Israel dikepung negara-negara Arab musuh," kata Yossi Alpher, mantan pejabat Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) sekaligus penulis buku Periphery Israel's Search for Middle East Allies, kepada Al-Bawaba.

Pendiri sekaligus perdana menteri pertama Israel, David Ben Gurion, akhirnya membangun sebuah strategi buat mengatasi kenyataan buruk itu, yakni menjalin hubungan dengan negara-negara non-Arab di dan sekitar Timur Tengah.

Meski Israel lebih sreg membentuk kemitraan strategis dengan negara-negara Arab, namun menguatnya gelombang pan-Arab menolak Israel, menjadikan gagasan itu mustahil diwujudkan.

Israel akhirnya melirik Iran, Turki, Maroko, Kurdistan, dan Kristen maronit di Libanon. "Pada 1958, Iran, Turki, dan Israel membikin Tridente, sebuah aliansi intelijen dan operasional trilateral," ujar Alpher. Karena terus diancam negara-negara Arab, Iran akhirnya menerima tawaran aliansi dengan Israel.

Iran juga berupaya membangun hubungan lebih erat dengan negara-negara Barat. Israel adalah salah satu batu loncatan. Alpher menekankan sebagian besar elite politik Iran berpandangan anti-Yahudi. Bahkan sebagian dari mereka meyakini gerakan Zionis ingin menguasai dunia.

Menurut Brandon friedman, sejarawan di Universitas Tel Aviv sekaligus direktur riset di the Moshe Dayan Center, bangsa Yahudi dan Persia memiliki ikatan sejarah. "Bagi orang-orang Yahudi, ada ingatan kolektif sangat kuat dan kecintaan terhadap Raja Persia Cyrus Yang Agung karena telah mengembalikan bangsa Yahudi diusir oleh Babylonia ke tanah Israel pada 539 sebelum Masehi," ujarnya.

Sejarah hubungan panjang antara bangsa Yahudi dan Persia itu telah menciptakan kebudayaan sama antara orang-orang Persia dan kaum Yahudi berasal dari kerajaan Persia.

Karena itu wajar saja saat ini hidup puluhan ribu orang Yahudi di Iran, merupakan komunitas Yahudi terbesar di Timur Tengah selain di Israel. Di negara Bintang Daud itu juga terdapat ratusan ribu warga Yahudi berdarah Persia.

Iran memasok minyak ke Israel dan Israel memberikan Iran kesempatan menyuplai minyak ke Eropa melalui jalur pipa Eilat-Ashkelon. Kedua negara membina hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi bilaterang berkembang pesat.

Israel membantu memodernisasi angkatan perang Iran. Balasannya, Iran memberikan akses luas kepada Israel terhadap minyak Iran.

Hingga 1977, nilai ekspor Israel ke Iran sebesar US$ 100 juta, sedangkan ekspor Iran ke Israel senilai lebih dari US$ 6 juta.

Seorang pejabat Iran menegaskan hubungan kedua negara seperti orang sedang memadu kasih tapi tanpa ikatan perkawinan.

Walau banyak warga Israel percaya hubungan dengan Iran bakal berlangsung lama, sentimen anti-Barat dan anti-Israel kian berkembang di Iran.

Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Khomeini mengencam hubungan Iran-Israel. Saat berpidato di hadapan ribuan rakyat Iran, dia menuding Israel akan menguasai perekonomian Iran, merusak perdagangan dan pertaniannya, serta merampas kekayaan Iran.

"Israel adalah musuh Islam dan muslim," ucap Khomeini dalam pidatonya di depan jamaah haji Iran pada 1971.

Sehabis kemenangan Revolusi Islam pada 1979, hubungan kedua negara menjadi bersifat informal. Iran dan israel saling mendukung soal senjata dan minyak.

Ketika Perang Iran-Irak meletup selama 1980-1988, Israel melancarkan operasi rahasia untuk memasok senjata kepada Iran dengan sandi Operasi Seashell.

Israel menjadi penyuplai senjata terbesar Iran selama perang itu, senilai lebih dari US$ 100 juta. Balasannya, Israel mengimpor kacang pistacio dari Iran dalam jumlah sangat banyak.

Brandon Friedman mengklaim Israel ingin memperpanjang dan memperluas Perang Iran-Irak. Sebab para pemimpin Israel menyadari kemitraan strategis dengan negara Persia itu sudah hancur. "Melemahkan kedua negara adalah kepentingan Israel," katanya.

Seorang pengusaha membantu untuk memastikan hubungan dagang Iran-Israel tetap terbuka walau secara rahasia adalah Marc Rich. Konglomerat ini merupakan pendiri Glencore.

Rich mengatur supaya pasokan minyak Iran ke Israel terus berlanjut secara diam-diam, dan bahkan sampai ke Afrika Selatan. Dari penjualan minyak Iran secara rahasia ke Israel itu, Rich mengantongi fulus sekitar US$ 2 miliar.

Rich juga menjadi penghubung kunci antara Mossad dan rezim Khomeini. Hubungan dagang Iran dan Israel berlangsung secara informal sepanjang 1980-an. Minyak Iran ditukar dengan senjata Israel.

ketika ditanya apakah Iran dan israel bisa bermitra dan bersahabat lagi, sejumlah ahli ragu. "Rezim islami di Iran berkomitmen terhadap kehancuran Israel," ujar Alpher. "Sampai sekarang...tujuan itu terlihat dalam bentuk program senjata nuklir, mendukung terorisme, dan membangun basis pertahanan di Suriah."

Sebaliknya, Arab Saudi merupakan musuh bebuyutan Iran mulai bersahabat dan bermitra dengan Israel buat melemahkan negara Mullah itu.

(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Peneliti Kaji Pengaruh Azerbaijan Dalam Masuknya Islam ke Nusantara


Duta Besar RI untuk Azerbaijan Husnan Bey Fananie bersama empat peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), yakni Maman S Mahayana, Bastian Zulyeno, Ghilman Assilmi dan Chaidir Ashari akan meneliti masuknya Islam ke Nusantara yang kemungkinan dari Kaukasus, khususnya Azerbaijan.

“Saya selaku Dubes RI di Azerbaijan dengan bantuan para dosen dan peneliti dari FIB UI akan mengadakan penelitian tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia,” kata Duta Besar Husnan kepada wartawan melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, penelitian tersebut berkaitan dengan kesamaan materi budaya yang ditemukan di Indonesia dan Azerbaijan yang menunjukan adanya kemungkinan besar pengaruh Kaukasus dalam proses masuknya Islam ke Nusantara

Menurut Bastian Zulyeno yang beberapa waktu lalu sempat melakukan penelitian pendahuluan, ada hubungan antara penduduk Azerbaijan dan Indonesia. Hal ini dilihat dari kesamaan nisan kuno yang ada di kedua negara tersebut, khususnya yang ada di Barus (Sumatera Utara) dan Aceh.

“Saya sempat melakukan pengamatan lapangan di daerah Sundu dan Maraza, Azerbaijan. Nisan kuno yang ada di Barus dan Aceh memiliki bentuk dan karakteristik yang sama dengan yang ada di wilayah tersebut,” ungkap Bastian.

Sebelumnya, pada April 2017 Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Pantai Barus.

Lebih lanjut, Bastian berpendapat bahwa jika dilihat dari materi budaya, nisan-nisan tersebut memiliki inskripsi dan symbol-simbol yang biasa ditulis pada nisan dan umumnya terdapat pada pemakaman tokoh sufi atau raja-raja.

Lokasi nisan-nisan di kedua wilayah berbeda negara tersebut juga sama-sama berada di atas bukit.

Masyarakat Islam merupakan mayoritas di Indonesia dan jumlahnya merupakan yang terbesar di dunia. Namun sejarah masuk dan berkembangnya agama ini di Nusantara masih menjadi perdebatan.

Sampai kini, belum ada kesepakatan di antara para ahli sejarah mengenai awal kedatangan Islam serta pembawa ajaran tersebut.

Sementara ini teori-teori yang ada tentang masuknya Islam ke Nusantara atau kepulauan Indonesia, dapat dibagi menjadi dua kategori.

Kategori pertama menyebutkan bahwa penyebaran agama Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-7 M, yang berarti hampir bersamaan dengan meluasnya kekuasaan Daulah Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah (661-750 M) ke luar wilayah Jazirah Arab yang sekarang disebut sebagai Timur Tengah.

Pendukung teori pertama ini, antara lain WP Groeneveldt, TW Arnold, Syed Naquib Al-Attas, J.C. van Leur, Hamka, dan Uka Tjandrasasmita.

Sedangkan kategori teori kedua menyebutkan bahwa penyebaran Islam ke wilayah kepulauan Indonesia baru terjadi pada abad ke-13 M. Pendukung dari kategori teori ke dua ini, antara lain C Snouck Hourgronje, RA Kern, JP Moquette, dan Haji Agus Salim.

Teori kedua tersebut menunjukkan Islam menyebar ke Nusantara pada masa Bani Abasiyyah (750-1258 M) menjadi penguasa di Timur Tengah.

Duta Besar Husnan menambahkan, bahwa penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah paradigma baru tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia yang selama ini masih bias dan didominasi oleh teori Gujarat dan Timur Tengah.

“Kami dan tim peneliti berkeyakinan bahwa pada awal-awal kedatangan Islam di Nusantara, ada pengaruh dari wilayah lain selain Gujarat dan Timur Tengah yang ikut menyebarkan Islam di Indonesia,” kata Duta Besar.

(Antara/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Prof Asvi: Soekarno Korban G30S 1965

Monumen Pacasila Sakti. peringatan G30S. 

Pakar sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Asvi Warman Adam mengatakan bahwa Presiden pertama RI Soekarno adalah korban yang dirugikan dari peristiwa G30S 1965.

"Soekarno adalah tokoh yang paling dirugikan dari peristiwa ini karena ia kehilangan jabatan tertinggi," kata Asvi di Auditorium LIPI, Jakarta, Kamis.

Pada orasi ilmiahnya saat pengukuhan dirinya sebagai profesor riset di LIPI, ia mengemukakan bahwa ada tujuh figur atau kelompok yang menjadi korban G30S, salah satunya adalah sosok Soekarno.

"Soekarno juga dituduh, namun rute perjalanannya pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 membuktikan bahwa Bung Karno tidak mengetahui rencana gerakan tersebut," katanya.

Ia menambahkan, bahwa G30S dijadikan sarana untuk mengambil alih kekuasaan dari Soekarno.

"Rangkaian peristiwa dari 1 Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar 1966, penahanan 15 menteri, pembubaran Tjakrabirawa dan penguasaan pers oleh tentara, memperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang direbut dari Soekarno secara bertahap," paparnya.

Kesimpulan tersebut didapat setelah pihaknya meneliti berbagai dokumen tentang G30S dari sejak tahun 1965 hingga 2017.

"Orasi ini membahas tulisan-tulisan yang telah terbit mengenai G30S dari tahun 1965 hingga 2017," ujarnya.

Menurutnya, pada masa Orde Baru, salah satu tokoh yang paling berperan untuk menulis sejarah G30S adalah Nugroho Notosusanto.

"Dalam jilid 6, sejarah nasional Indonesia yang disunting Nugroho Notosusanto diberikan legitimasi kepada Orde Baru sekaligus dilakukan desukarnoisasi (upaya mengurangi bahkan menghilangkan peranan Soekarno dalam sejarah)," katanya.

Salah satu hal kontroversial yang pernah dilakukan Nugroho selain mempersoalkan kelahiran Pancasila oleh Soekarno adalah menghilangkan sosok Soekarno dalam foto Proklamasi 17 Agustus 1945.

"Dalam buku Nugroho Notosusanto berjudul Pejuang dan Prajurit, pada foto Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak tampak sosok Soekarno. Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo melakukan protes sehingga pada cetakan kedua, sosok Soekarno muncul kembali," katanya.

Nugroho juga merupakan pemrakarsa pembuatan film G30S/PKI.

"Nugroho Notosusanto memprakarsai pembuatan film pengkhianatan G30S/PKI yang disutradarai Arifin C Noer tahun 1984," katanya.

Selain itu, menurutnya para korban G30S baru mulai bersuara setelah jatuhnya Orde Baru.

(Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Penantang Soeharto Yang Hidupnya di Bikin Tertekan Karena Berani Melawan

Soeharto dan M. Jasin.(Foto: Historia)

Hidupnya dibikin tertekan karena berani melawan. Tetap bertahan meski dipaksa minta ampun.

Sejak awal berkuasa pada 1970, Presiden Soeharto kerap membuat merana para pengeritiknya. Mulai dari mahasiswa, akademisi, bekas pegawai negeri, hingga mantan jenderal sekalipun dibuatnya tak berkutik. Namun dari sekian purnawirawan penentang Soeharto, bisa jadi M. Jasin termasuk jenderal yang mengalami nasib cukup nelangsa.

Setelah pensiun dari militer dan beralih jadi pengusaha, bisnis Jasin dijegal oleh pemerintah Soeharto. Jasin begitu terpukul saat proyek pusat perbelanjaan yang dikerjakannya di Banceuy, Bandung dibatalkan secara sepihak. Padahal, menurut Jasin, proyek itu sudah disetujui dan mendapat rekomendasi dari Departemen Kehakiman. Untuk mengetahui sumber keuangannya, petugas intelijen bahkan dikerahkan guna menyadap rekening milik Jasin.

Pencekalan terhadap Jasin berimbas kepada keluarga. Ketika hendak menemani istri dan anaknya ke luar negeri, tiba-tiba pihak bandara mengeluarkan larangan terbang kepada Jasin. Tak hanya itu. Salah seorang putri Jasin yang menjadi dokter gigi di Rumahsakit Gatot Subroto, terhambat kariernya karena tak diangkat menjadi Pegawai Negeri selama bertahun-tahun.

Yang juga menjengkelkan, Jasin dirundung oleh mantan anak buahnya sendiri. Sekali waktu Letnan Jenderal Witarmin, Panglima Kodam Brawijaya menyampaikan pidato yang isinya mencela Jasin. “Pak Jasin itu dahulu adalah Panglima saya dan saya dijadikan Komandan RPKAD olehnya. Tetapi sekarang Pak Jasin itu pengkhianat, karena masuk Petisi 50!” Ucapan Witarmin disaksikan oleh abang kandung menantu pertama Jasin dalam acara pertemuan para dosen perguruan tinggi di Malang.

“Demikianlah,” ujar Jasin dalam otobiografinya M. Jasin “Saya Tidak Pernah Minta Ampun Kepada Soeharto“ : Sebuah Memoar yang disunting Nurinwa Ki S. Hendrowinoto. “Karena ingin menjilat Presiden Soeharto, dengan harapan akan terus dipertahankan pada jabatan mereka, -- jiwa keadilan para pejabat waktu itu seolah tertutup atau buta.”


Sang Penantang

Jasin tercatat dalam biografi Soeharto berjudul Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia's Second Presiden yang disusun Retnowati Abdulgani-Knapp sebagai salah lawan utama sang Presiden. Jasin memang bukan perwira sembarangan. Di masa Orde Lama, dia dikenal sebagai perwira intelektual, salah satu pengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD). Pada 1955, Soeharto yang “disekolahkan” ke SSKAD bahkan pernah menjadi murid Jasin.

“Memang banyak yang heran saat itu. Soeharto menjadi siswa,” kenang Jasin. “Keanehan itu sebetulnya adalah hukuman buat perilaku buruknya sebagai penyelundup.”

Nama Jasin mulai mencuat saat menjabat Panglima Kodam Iskandar Muda di Aceh. Jasin berperan dalam memadamkan perlawanan Darul Islam pimpinan Daud Beureuh secara damai. Soeharto kemudian memakai jasa Jasin untuk menumpas PKI di Jawa Timur dengan mengangkatnya sebagai Panglima Brawijaya pada 1967. Lewat Operasi Trisula, dalam tiga tahun, Jasin sukses membersihkan unsur komunis di Jawa Timur. Karier militer Jasin mencapai puncaknya ketika dia didapuk sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat.

Jelang pemilihan umum tahun 1971, dimulailah babak konflik antara Jasin dengan Soeharto. Jasin meminta kepada Soeharto agar menyediakan truk untuk TNI mengangkut pasukan pengamanan pemilu di daerah-daerah. Jasin menyarankan truk bermuatan tiga ton, agar tak merusak jalanan di kabupaten yang rusak parah. Soeharto mengangguk setuju.

Jasin kemudian terkejut ketika Soeharto memanggilnya ke kantor kepresidenan dan menyodorkan truk bermuatan lima ton. Tawaran itu ditolak Jasin. Alasannya, jalan-jalan di pedalaman tak cocok untuk truk lima ton. Dengan sinis, Soeharto berkata, “Kalau Jenderal M. Jasin tidak mau yang lima ton, satu truk pun tidak akan saya berikan.”

“Dilaporkan bahwa para pembantu Soeharto telah mengikat perjanjian dengan sebuah perusahaan industri otomotif Jepang untuk memasok kendaraan besar,” tulis jurnalis Australia David Jenkins dalam Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975—1983.

Sejak peristiwa itu, hubungan dengan Soeharto merenggang. Tak lama setelahnya, Jasin mengundurkan diri. Jasin makin kritis. Dia mencela keterlibatan keluarga Soeharto yang berbisnis menggunakan kekuasaan dan fasilitas negara. Misalnya kepemilikan peternakan di Tapos, Bogor.

Lahan seluas 732 hektar itu diperoleh lewat jasa Gubernur Jawa Barat, Letjend Solichin G.P. Pengerjaan sarana di dalamnya melibatkan Departemen Pekerjaan Umum. Sementara, sapi-sapi ternak didatangkan dari Australia menggunakan kapal milik Angkatan Laut. Dan usaha peternakan itu berada di bawah Sigit Harjojudanto, salah satu putra presiden.

Bisnis lainnya keluarga Soeharto yang disoroti Jasin adalah monopoli cengkeh yang dilakoni adik tiri Soeharto, Probosutedjo. Menurut Jasin, yang sempat menjadi Kepala Dinas Bidang Industri, ulah Probosutedjo mencekik pabrik-pabrik rokok yang kesulitan membeli bahan baku karena harga yang terus melonjak.

Jasin mempersoalkan kedudukan Soeharto selaku kepala negara yang menerbitkan Peraturan Presiden (PP) No. 6 dan 10 tahun 1974. PP yang dikeluarkan setelah Insiden 15 Januari 1974 (Insiden Malari) meletus itu menyangkut komersialisasi jabatan yang melarang pejabat negara dan keluarganya berbisnis.

“Tetapi, untuk apa bikin peraturan sangat muluk kalau kemudian dilanggarnya sendiri? Inilah contoh pemimpin munafik,” ketus Jasin kepada wartawan senior Kompas Julius Pour dalam “M. Jasin Figur Seorang Perwira” termuat dikumpulan tulisan Warisan (daripada) Soeharto.

Keluarga Soeharto makin memuakkan di mata Jasin terlebih setelah seorang pejabat pemerintah yang juga mantan jenderal melecehkan anggota keluarga Jasin. Salah seorang putri Jasin mendapat perlakuan tidak senonoh dari pejabat yang masih memiliki kekerabatan dengan Tien Soeharto.


Soeharto Berang

Jasin menuangkan keluhannya tersebut secara pribadi kepada Soeharto maupun pejabat negara yang bersangkutan. Namun tak ada tanggapan. Pernyataan terbuka baru terjadi ketika Jasin bergabung dalam Petisi 50. Dalam suatu kesempatan setelah penandatanganan petisi, Jasin menyatakan kritiknya di muka anggota DPR/MPR dan pers. Dikoreksi secara terang-terangan menyebabkan Soeharto murka.

Jasin diseret ke pengadilan dan dipaksa minta maaf. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendakwa Jasin telah melakukan penghinaan terhadap Soeharto dan mengganggu kepentingan umum. Pada 4 April 1981, berbagai media memberitakan permintaan maaf Jasin kepada Soeharto. Menyusul dakwaan tersebut, pencekalan dan pemutusan urat ekonomi terhadap kehidupan Jasin berlangsung hingga rezim Orde Baru runtuh.

“Begitulah lazimnya: ada risiko-risiko sosial dan psikologis, material maupun moral, yang harus diterima para pejuang yang bersikap kritis terhadap pemerintahan Soeharto,” ujar Jasin dalam otobiografinya.

Sampai akhir hayatnya, Jasin menyangkal pernah meminta maaf kepada Soeharto. Dia berumur panjang, wafat pada 7 April 2013 dalam usia lanjut 91 tahun. Kendati sudah uzur, Jasin masih sempat melihat rezim yang ditentangnya tumbang dilengserkan rakyat.

(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Nasib Jenderal Pembangkang di Era Soeharto

Soeharto (tengah) di antara para jenderal. Atas: A.H. Nasution, Hoegeng Iman Santoso, dan Ali Sadikin. Tengah: Soemitro dan Ali Murtopo. Bawah: Hartono Rekso Dharsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhie Wibowo. (Foto: Iwan Kurniawan/Historia).

Rezim Orde Baru bukan gelanggang yang cocok bagi para jenderal tua. Alih-alih ditanggapi, kritik mereka justru berujung pembungkaman.

DI ujung senjanya, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution masih mendapat perlakuan tak menyenangkan meski di tengah suasana dukacita. Kala melayat mantan koleganya Jenderal T.B. Simatupang yang wafat pada 1 Januari 1990, Nasution dengan kasar didorong ke luar ruangan jenazah oleh para pengawal Soeharto. Waktu itu, Presiden Soeharto memang akan tiba juga untuk melayat.

Perlakuan tak pantas tersebut tak akan terjadi andai nama Nasution tak tercatat dalam Petisi 50; kelompok oposisi yang mengoreksi pemerintah Orde Baru. Nasution tak sendirian. Sejumlah jenderal purnawirawan yang tergabung didalamnya mendapat perlakuan yang kurang lebih serupa. Mereka di antaranya: Letjen TNI A.Y. Mokoginta, Letjen TNI M. Jasin, Jenderal Pol. Hoegeng Iman Santoso, Laksda TNI Mohammad Nazir, dan Ali Sadikin (baca: Ketika Bang Ali Dihalang-halangi).

Soeharto murka. Dalam otobiografinya, dia menyatakan ketidaksukaannya terhadap kelompok Petisi 50. “Cara-caranya tidak saya sukai. Lebih-lebih kalau melihat bahwa mereka adalah juga yang menyebut dirinya pejuang,” tutur Soeharto dalam Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang disusun G. Dwipayana dan Ramadhan K.H.

Semula bagi penandatangan Petisi 50 dipersiapkan hukuman: dibuang ke Pulau Buru sebagai tahanan politik. Opsi ini dimentahkan oleh Panglima ABRI, Jenderal TNI M. Jusuf. Jusuf enggan apabila para jenderal pembangkang itu ditangkap atau dipenjarakan karena terlibat Petisi 50. Alasannya, bahwa sebagian dari mereka adalah mantan ABRI yang pernah berjuang untuk negara.

Kemudian dipilih opsi kedua, mengucilkan mereka ke dalam “daftar hitam” dari semua kegiatan kemasyarakatan. Mulai dari imbauan kepada media cetak untuk tak mengutip ucapan mereka di media masa; mencoret nama mereka dari daftar undangan resmi pemerintah, termasuk menghadiri hari kelahiran ABRI setiap 5 Okober. Bahkan larangan itu meluas pada tindakan untuk tak mengundang mereka di acara-acara bersifat pribadi.

“Mereka juga dimasukkan dalam daftar Cegah-Tangkal (Cekal) yang dikeluarkan Ditjen Imigrasi untuk bepergian ke luar negeri. Dan, yang lebih keras lagi usaha bisnis mereka dikucilkan dalam artian mereka tidak bisa ikut tender pemerintah atau tidak boleh ikut proyek-proyek yang diselenggarakan dengan dana pemerintah,” tulis Atmadji Sumarkidjo dalam Jenderal M. Jusuf: Panglima Para Prajurit.


Soemitro: Percobaan Pertama

Dari sekian jenderal Orde Baru terkemuka, Soemitro adalah percobaan pembangkangan pertama. Pada dekade 1970, Soemitro menyandang jabatan prestisius: Panglima Kopkamtib dan Wakil Panglima ABRI. Tak salah menyebut Soemitro sebagai orang kuat nomor dua setelah Soeharto.

“Soemitro memandang dirinya sebagai pemimpin kelompok tentara profesional/lapangan yang pada awal Orde Baru dibedakan dan membedakan diri dari ‘tentara istana’ dalam bentuk ‘Opsus’ yang secara langsung meladeni kepentingan politik Soeharto,” ujar pakar politik militer Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto.

Menjadi orang kuat dalam pusaran kekuasaan tak berarti Soemitro diam menyaksikan penyimpangan. Rivalitas sengit berjalin antara dirinya dengan asisten pribadi (aspri) Soeharto. Para aspri yang dipimpin oleh Brigjen TNI Ali Murtopo kerap kali mempengaruhi Soeharto dalam mengambil keputusan politik maupun ekonomi.

Menurut Jusuf Wanandi, cendekiawan pendiri lembaga CSIS yang bersekubu dengan Ali Murtopo, Soemitro merasa Soeharto dan para “tentara istana” ini sangat menikmati kekuasaannya. Soemitro meyakini mereka melakukan korupsi dan merasa terpanggil melakukan perbaikan – dan siapa tahu juga mendapat bagian.

“Ia (Soemitro) menyalahgunakan kekuasaannya untuk menghasut para mahasiswa agar mau protes. Ia menghantam para asisten presiden yang membantu Soeharto dengan mencari-cari alasan untuk menyingkirkan mereka,” kata Jusuf Wanandi dalam Menyibak Tabir Orde Baru.

Konflik antara dua kelompok tentara ini makin lama makin tajam. Menurut Salim Said, Soeharto sengaja membiarkan mereka bertarung saling menghancurkan. Puncak “perang jenderal” ini meledak dalam bentuk Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari). Soemitro kalah telak dan dipersalahkan atas kerusuhan yang terjadi. Karier militernya tamat seketika lantaran memilih pensiun dini; tersingkir dari kepemimpinan ABRI berikut para jenderal pendukungnya. Sementara Ali Murtopo dan kelompoknya dihabisi secara perlahan.

“Sejak itu, Soeharto tidak pernah lagi memberikan peluang yang besar untuk bergerak kepada para menteri, jenderal, dan penasihatnya,” ujar Jusuf Wanandi.


Bengis Tak Pandang Bulu

Pembungkaman tak hanya ditujukan kepada para penentang. Soeharto tak segan pula “menendang” mereka yang pernah menjadi loyalis namun bersuara kritis. Biasanya mereka akan terkena kebijakan politik pembuangan ala Orde Baru: dikirim ke luar negeri sebagai duta besar.

HR Dharsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhie Wibowo pernah mengalami pahitnya di “dubeskan” oleh rezim yang ikut mereka bangun. Tiga mantan jenderal ini didepak karena kadung dianggap sebagai ancaman yang dapat merongrong kewibawaan Soeharto. Nasib nahas tak dapat ditolak, Soeharto memilih menutup jalan ketiganya agar tak mencuat ditengah publik.

Kemal Idris didubeskan lantaran loyalitasnya mulai diragukan (baca: Jenderal Gusar Pengirim Pasukan Liar). Dharsono bahkan sempat dipenjarakan karena bersuara vokal menentang sikap pemerintahan otoriter Soeharto (baca: Jenderal Terpidana dan Akhir Tragis Mantan Loyalis). Sementara, citra gemilang dan popularitas Sarwo Edhie sebagai penumpas PKI kian merisaukan Soeharto (baca: Wangsit Sarwo Edhie Wibowo). Peran ketiga serangkai ini pun seolah lenyap dari gelanggang kekuasaan Orde Baru.

Menurut Salim Said, pengalaman menyingkirkan dengan gampang orang-orang yang pernah berjasa kepadanya itu kemudian menjadi ciri menyolok kepribadian Soeharto. Bagi Soeharto, tak ada teman baru, teman lama, teman dekat, atau teman jauh. Semuanya sama saja, sebagai alat yang ada masa pakainya.

“Dalam hal ini, Soeharto mungkin bisa diumpamakan sebagai seorang pemeras kelapa yang andal. Dia pandai memilih dan memanfaatkan kelapa yang bersantan banyak,” tulis Salim. “Setelah santan terperas, ampasnya segera saja dicampakkan.”


Simak Video:


(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Para Panglima Pendukung Orba

Para Panglima se-Jawa: Surono Reksodimedjo, Kemal Idris, H.R. Dharsono, Amir Machmud, M. Jasin, dan Widjojo Soejono. Foto: "Otobiografi H. Amir Machmud: Prajurit Pejuang". 

Para panglima menyatakan loyal kepada Soeharto. Sebagian kemudian menyesal.

Bebas dari penjara, kondisi kesehatan mantan Panglima Kodam Siliwangi Letjen (purn.) H.R. Dharsono memburuk. Pak Ton –panggilan akrab Dharsono– jadi rentan penyakit. Sewaktu di penjara, paru-parunya terkena bronkitis yang disebabkan lembabnya ruang penjara. Melihat koleganya yang terbaring lemah, Letjen (purn.) M. Jasin datang menjenguk ke rumah Dharsono di Bandung.

“Sin, kalau dapat memutar sejarah, sebenarnya saya ingin menarik dukungan tertulis kepada Soeharto yang ikut saya berikan tahun 1967, karena dukungan itu mencelakakan saya!” kata Dharsono kepada Jasin. Dharsono mengatakannya sambil menitikkan air mata. Perjumpaan itu dikenang Jasin dalam otobiografinya M. Jasin “Saya Tidak Pernah Minta Ampun Kepada Soeharto”: Sebuah Memoar.

Jasin dan Dharsono larut dalam nostalgia masa lalu. Haru menyeruak saat keduanya mengenang memori ketika menjadi panglima di Jawa Barat dan Jawa Timur. Senada dengan Dharsono, Jasin pun ikut menyesal. Namun dia hanya bisa menyemangati Dharsono agar lekas sembuh. Tak lama setelah pertemuan itu, Dharsono meninggal pada 5 Juni 1996.


Sumpah Yogya

Dukungan tertulis yang disebut Dharsono bermula dari “Sumpah Yogya” pada 7 Juli 1967. Hari itu, di Istana Yogyakarta bertabur bintang dari kalangan perwira tinggi TNI AD. Para jenderal Panglima Kodam se-Jawa sedang berkumpul. Mereka antara lain: Panglima Siliwangi, Mayjen H.R. Dharsono, Panglima Kodam Jaya, Mayjen Amir Machmud, Panglima Diponegoro, Mayjen Surono Reksodimedjo, Panglima Brawijaya, Mayjen M. Jasin, Panglima Kostrad, Mayjen Kemal Idris, dan Komandan RPKAD (kini Kopassus), Brigjen Widjojo Sujono. Apa gerangan yang terjadi?

“Dengan label ‘Panglima se-Jawa” pada 1967, kami pernah sama-sama menyatakan dukungan tertulis atas kepemimpinan Soeharto sebagai presiden yang sedang melaksanakan koreksi total atas Orde Lama-nya Sukarno,” sebut Jasin dalam otobiografinya.

Pertemuan itu berlangsung tak lama setelah Sidang Umum MPRS ke-IV. Hasil sidang menetapkan pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno. Sidang itu sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden. Maka para panglima tadi berikrar untuk melakukan pengawalan menyukseskan ketetapan MPRS.

Rapat koordinasi yang dihadiri para penglima se-Jawa itu sepakat mendukung Jenderal Soeharto menegakkan Orde Baru. Mereka kemudian bermufakat untuk merumuskan tindakan bersama. Sebuah pernyataan kebulatan tekad pun diikrarkan. Isinya: mengambil tindakan tegas terhadap siapapun atau golongan manapun yang ingin mengembalikan kekuasaan pimpinan Orde Lama: Sukarno. Setelah ditandatangani, piagam “Sumpah Yogya” dilaporkan kepada Soeharto.

Meski tanpa instruksinya, Soeharto sangat menyetujui langkah taktis yang diputuskan para panglima se-Jawa. “Dalam waktu singkat, kebulatan tekad tersebut akan diambilalih oleh Jenderal Soeharto,” tulis Tim Dokumentasi Presiden RI dalam Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965 – 27 Maret 1968 suntingan G. Dwipayana dan Nazarudin Sjamsuddin.


Menggulung Rezim Lama

Persekutuan diantara para jenderal itu terbilang efektif menggalang kekuatan menggulung rezim Sukarno. Keesokan harinya, Kepala Staf Kodam Jaya menyatakan telah menangkap 14 orang di Jakarta. Sedangkan di daerah-daerah diadakan pembersihan.

Massa Kesatuan Aksi Jakarta sebagaimana dilansir Sinar Harapan, 22 Juli 1967, menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Panglima se-Jawa. Aksi berlangsung di halaman Fakultas Kedokteran UI, di Jalan Salemba 6, Jakarta. Ratusan demonstran mengadakan apel kebulatan tekad menolak kembalinya Orde Lama Sukarno.

Menurut jurnalis Jerman O.G. Roeder yang menulis biografi Soeharto, Sumpah Yogya mengandung enam tuntutan yang bunyinya lebih keras daripada ketetapan MPRS. Tuntutan ini sekaligus jadi legitimasi melakukan tindakan keras di daerah-daerah. Tak hanya kepada anasir PKI, tapi juga terhadap basis pendukung Sukarno seperti PNI.

“Cabang-cabang PNI di daerah-daerah telah ‘dibekukan’, ‘ditangguhkan’, atau ‘buat sementara’, ataupun ‘buat selama-lamanya’ dibubarkan,” tulis Roeder dalam Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto

Tokoh PNI Manai Sophiaan mengakui, tekad para Panglima se-Jawa mengobarkan sikap TNI yang anti Sukarno. Dampaknya berimbas ke tengah masyarakat. Arus de-Sukarnoisasi bergerak kencang dan masif.

“De-Sukarnoisasi cepat sekali merebak seperti epidemik yang menyerang kemana-mana. Semua ajaran Bung Karno dinyatakan dilarang! Sampai-sampai dasar negara Pancasila yang dirumuskan Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945, harus diperlakukan sebagai bukan hasil pemikiran Bung Karno,” ujar Manai dalam Kehormatan bagi yang Berhak: Bung Karno tidak Terlibat G30S/PKI.


Para Jenderal Bersimpang Jalan

Rezim Sukarno akhirnya terjungkal. Soeharto naik ke tampuk kekuasaan sebagai presiden. Para panglima se-Jawa yang mencetuskan Sumpah Yogya tampil sebagai para pendekar Orde Baru. Namun seiring waktu, tak semua jenderal itu sejalan dengan kepemimpinan Soeharto.

Tiga jenderal bernasib baik. Amir Machmud yang paling dipercaya Soeharto menjadi menteri dalam negeri selama tiga periode. Surono menduduki posisi penting berturut-turut sebagai menteri kesejahteraan rakyat dan menteri koordinator politik dan keamanan. Sementara Widjojo Soejono pernah menjabat kepala staf Kopkamtib – organ pusat keamanan dan stabilitas Orde Baru. Sisanya terdepak dari arena kekuasaan.

Kemal Idris “didubeskan” karena intrik politik. Jasin dicekal karena aktif beroposisi di kelompok Petisi 50. Dharsono mendekam dalam bui akibat tuduhan berkomplot dengan gerakan Islam radikal dalam kasus pemboman BCA. “Politik atau sejarah rupanya memang mirip dengan drama kehidupan. Beberapa tokoh yang menandatangani penyataan kebulatan tekad akhirnya harus berhadapan dengan rezim yang dulu dibangun bersama. Dan mereka harus menghadapi akibat-akibatnya,” ujar Jasin.

(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Sejarah Shalat


Berangkat dari soal, apakah Rasulullah saw sebelum bi’tsah mengerjakan shalat? Allah swt berfirman: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan salat?” (QS: al-‘Alaq 9-10).

Kalimat عَبْداً إِذا صَلَّى(‘abdan idza shalla; seorang hamba yang mengerjakan shalat) di ayat ini, yang dimaksud adalah Rasulullah saw. Di bagian akhir surat al-‘Alaq terlihat beliau dilarang mematuhi orang yang melarangnya, dan diperintahkan sujud serta taqarub kepada Allah. Oleh karena itu, konteks ayat-ayat al-‘Alaq –sebagai awal (wahyu) surat yang turun dalam sekaligus- menunjukkan bahwa beliau sebelum Alquran diturunkan telah mengerjakan shalat. Juga, beliau adalah seorang nabi sebelum menjadi rasul atau sebelum bi’tsah.

Tidaklah benar perkataan bahwa shalat bagi beliau sebelum bi’tsah tidak wajib, sebagaimana dikatakan dalam hadis-hadis bahwa shalat-shalat fardu diwajibkan di malam mi’raj! Sebab;

1. Hal yang jelas dari kisah mi’raj ialah bahwa lima shalat harian diwajibkan di malam mi’raj dalam bentuk yang khas.

2. Tak berarti shalat bagi beliau (secara khusus) tidak disyariatkan sebelum malam itu dalam bentuk lain.

3. Disinggung dalam banyak ayat dari surat-surat Makkiyah (yang turun di Mekah), di antaranya dalam surat-surat; al-Mudatsir, al-Muzammil dan lainnya yang turun sebelum surat al-Isra` dengan berbagai ungkapan. Meskipun tidak diterangkan bagaimana shalat beliau sebelum mi’raj, tetapi dalam kadar meliputi sejumlah bacaan Alquran dan sujud.

4. Diterangkan dalam beberapa riwayat bahwa Rasulullah saw, Sayidah Khadijah dan Ali melaksanakan shalat, meski tak diterangkan bentuknya pada saat itu.



Awal Perintah Shalat

Dalam QS: Thaha 130-132, Allah berfirman:

 فَاصْبِرْ عَلى‏ ما يَقُولُونَ وَ سَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ.. ; 

“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu..”, sampai pada:

 وَ أْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ; 

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat..”. Mengenai ayat-ayat ini:

Pertama, lafaz “keluargamu” dalam ayat yang turun di Mekah ini, berdasarkan sebab turunnya ialah mencakup Sayidah Khadijah dan Ali. Karena, Ali bagian dari keluarga Rasulullah saw dan tinggal di dalam rumah beliau.

Kedua, firman Allah:

 قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَ قَبْلَ غُرُوبِها وَ مِنْ آناءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَ أَطْرافَ النَّهارِ لَعَلَّكَ تَرْضى; 

“..sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridha..”, tidak mengaitkan shalat tengah hari (zuhur).

Ketiga, yang tampak bahwa shalat-shalat harian pada saat turunnya surat Thaha dan Hud sebelum surat al-Isra (tentang isra dan mi’raj Rasulullah saw), adalah empat shalat. Sampai turunnya surat al-Isra yang tergolong surat-surat awal yang turun di Mekah, pun shalat zuhur belum diwajibkan.

Keempat, riwayat-riwayat terkait dari Syiah dan Ahlussunnah juga menunjukkan bahwa lima shalat fardu harian disyariatkan di mi’raj, dan terdapat di dalam surat al-Isra yang turun setelah mi’raj.


Shalat-shalat Fardu Harian dan Waktu-waktunya

Firman Allah swt dalam QS: al-Isra 78:

 أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلى‏ غَسَقِ اللَّيْلِ;

“Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam..” mencakup zuhur hingga pertengahan malam. Lalu,

 وَ قُرْآنَ الْفَجْرِ; 

(juga shalat subuh..”. Maka lima shalat fardu harian yang harus dikerjakan; zuhur dan asar, magrib dan isya kemudian subuh.

“Qur`an al-Fajr” selain atas kesepakatan semua riwayat terkait bahwa yang dimaksud adalah shalat subuh, bagian dari maknanya adalah qira`at Alquran, karena itu dikatakan qur`an (bacaan) subuh.

Kemudian ayat itu ditutup dengan kalimat, “Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan.” Riwayat-riwayat Ahlussunnah dan Syiah mengenainya, menafsirkan bahwa shalat subuh disaksikan oleh para malaikat malam ketika akan kembali dan para malaikat siang ketika datang. Tafsir bagi مَشْهُوداً; hal disaksikannya qur`anal fajr ini dalam riwayat-riwayat dua mazhab besar ini mendekati kemutawatiran. Dalam sebagian riwayat terdapat pula dengan kesaksian Allah dan juga muslimin.

Dalam ayat itulah dijelaskan kewajiban lima shalat dengan waktu-waktunya. Salah satu riwayat yang menguatkan bagian ini dinukil dari Sa’id bin Musayab dari Imam Ali Zainul Abidin: “Saya bertanya kepada beliau, kapan shalat (dan di mana saat) diwajibkan bagi muslimin, shalat wajib sebagaimana yang berlaku kini?”

Imam menjawab, “Di Madinah, dan setelah kokohnya dakwah Islam serta kewajiban jihad bagi muslimin, ketika itu shalat dalam bentuk sebagaimana kini tidak diwajibkan, melainkan sedikit (jumlah rakaatnya, yaitu) tujuh rakaat. Rasulullah saw menambahnya dua rakaat pada zuhur, dua rakaat asar, satu rakaat pada magrib dan dua rakaat pada isya.

Sedangkan shalat subuh beliau kerjakan dalam bentuk yang telah diwajibkan di Mekah. Sebab, pada waktu subuh para malaikat siang yang datang dan para malaikat malam yang akan pergi, mereka bergerak cepat. Jadi, shalat subuh dikarenakan disaksikan oleh yang datang dan yang pergi, tetap dikerjakan dua rakaat..” (Tafsir al-Mizan juz 40, hal 312)


Referensi:

Tarikh-e Tasyri’ Din-e Islam wa Waqaye’ Muhimm-e An az Didgahe Qur`an wa Hadits/Mahdi Amin/Muhammad Pistuni

(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Jejak Warisan Islam di Portugal


Islam memiliki jejak kuat di Portugal sejak abad kedelapan. Islam berjaya di tanah ini berkat Thariq bin Ziyad yang berhasil menaklukan Semenanjung lberia dari Bangsa Visigoth pada 711 M.

Selama berabad-abad, sejak 711-1249 M, negara ini berada di bawah kekuasaan Islam.

Kini, Portugal merupakan negara Eropa Barat yang paling toleran terhadap keberagaman dalam agama.

Secara tegas, negara yang terletak di Semenanjung Iberia ini menganut sekularisme, memisahkan antara kepentingan keagamaan dan pemerintahan. Meski Portugal terkenal dengan paham sekulerisme, negara ini tetap memberikan perhatian terhadap kehidupan agama dan hubungan antarumat beragama.


Berikut ini sejumlah situs yang menjadi saksi bisu eksistensi Islam di bumi Portugal:


St George Castle

Benteng yang terletak di Lisabon Portugal ini konon benteng pertahanan yang pernah digunakan orang-orang Moor, bangsa Muslim dari Afrika Utara pada abad ke-11 sampai ke-12, ketika Lisabon menjadi kota pantai penting bagi Islam. Namun, ketika kekuasaan Islam berakhir, kastil tersebut dikuasai oleh raja pertama Portugal, Alfonso Henriques pada 1142 M.

Kastil yang memiliki 10 menara ini pernah menjadi istana raja selama tiga abad. Di kastil yang disebut St George Castel de Sao Jorge ini terdapat museum dengan koleksi berbagai hasil galian arkeologis, termasuk warisan budaya Islam.


Moorish Castle

Pembangunan Moorish Castle dimulai pada abad ke-8 M (kemungkinan 711 M), tapi tidak ada catatan tentang kapan kastil ini selesai dibangun. Benteng yang menutupi wilayah bagian teratas Bukit Gibraltar hingga laut ini merupakan peninggalan kekuasaan Islam yang paling mengesankan di Portugal.

Tempatnya berada di kota kecil Sintra atau 50 km dari Lisabon. Kastil tersebut dipagari benteng kokoh yang berliku-liku di atas perbukitan. Selain sebagai benteng pertahanan, kastil ini juga berfungsi untuk memantau gerakan musuh dari pantau Atlantik.


National Palace of Sintra

Bangunan lain yang paling menguatkan bahwa Islam pernah berkuasa di Portugal adalah National Palace of Sintra. Bangunan yang didominasi warna putih ini merupakan tempat tinggal resmi gubernur pada masa Islam.

Bangunan ini menyimpan seni gambar dan ukiran peninggalan Islam. Sejarah Sintra Palace dimulai di Moor Al-Andalus, setelah Dinasti Umayyah menaklukan Hispania di abad kedelapan, ketika itu, Sintra memiliki dua istana. Satu terletak di atas sebuah bukit yang menghadap Sintra. Hal ini dikenal sebagai Castelo dos Mouros (Kastil Moor) dan sekarang nyaris hancur.

(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Jejak Dinasti-Dinasti Islam di Rusia


Islam telah menjadi agama terbesar kedua di negeri beruang merah, Rusia, setelah Ortodoksi. Populasi kaum Muslim yang menetap di negara bekas Uni Soviet itu diperkirakan mencapai 25 juta, dari 145 juta total penduduk. Dari 182 etnis yang tersebar di Rusia, sebanyak 57 etnis adalah pemeluk Islam.

Hal ini membuat Islam menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dari budaya dan sejarah Rusia, ujar M Aji Surya, diplomat Indonesia yang pernah bertugas di negara yang terletak di belahan timur Eropa itu. Tak heran, jika kaum Muslim di Rusia mulai memainkan peranan penting dalam berbagai bidang.

Geliat keislaman di Rusia menunjukkan tanda-tanda yang amat menggembirakan. Saat ini, terdapat 3.345 organisasi keagamaan Muslim di tingkat lokal. Sebanyak 1.945 tersebar di daerah Volga, 980 di Kaukasus Utara, dan 316 lembaga di Ural. Bahkan, sudah ada 18 sekolah tinggi Islam di seantero Rusia.

Di Rusia, jumlah masjid diperkirakan lebih dari 4.750 buah. Di Dagestan terdapat sedikitnya 3.000 masjid. Sedangkan di Tatarstan dalam 10 tahun terakhir telah mencapai lebih dari 1.000 masjid. Ada pula yang menyebut jumlah masjid di negara itu sudah mencapai 7.000 buah.

Berkembangnya jumlah umat Islam dan meningkatnya peran mereka di Rusia saat ini tak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalu. Islam sudah mulai bersemi dan berkembang di wilayah itu sejak abad ke-7 M.

Menurut M Aji Surya, Muslim pertama di wilayah Rusia adalah masyarakat Dagestani yang menetap di kawasan Derbent, selepas penaklukan Arab pada abad ke-8 M. Di Rusia, pernah berdiri sejumlah dinasti atau kerajaan Islam.

Dinasti Islam tertua di wilayah Rusia adalah Volga Bulgaria atau Volga-Kama Bolghar. Ini adalah sebuah negara para Bulgar (bangsa Bulgaria) Muslim yang bersejarah. Negara Islam ini berdiri antara abad ke-7 hingga abad ke-13 M, di sekitar pertemuan wilayah Volga dan Sungai Kama di wilayah yang sekarang bernama Rusia.

Salah satu kerajaan (khanate) Islam yang paling lama berkuasa di Rusia adalah Khanate Crimea. Kerajaan tersebut mulai berdiri sejak 1441 M dan jatuh pada 1783 M. Khanate ini pernah berada di bawah dua kekuasaan, yakni kekuasaan Tatar Crimea dan kekuasaan Kekhalifahan Turki Usmani, ketika itu Crimea menjadi wilayah protektorat.

Di Tatarstan, sebuah negara federasi Rusia pada abad ke-15 hingga 16 M juga pernah berdiri sebuah kerajaan Islam bernama Khanate Kazan. Dinasti Islam itu menduduki bekas wilayah Volga Bulgaria, Pemimpin dinasti Islam itu keturunan dari Timur Lenk, penguasa Islam terkemuka di Asia Tengah yang juga masih cucu Jenghis Khan. Khanate Kazan meliputi wilayah Tatarstan, Mari El, Chuvashia, Mordovia, bagian dari Udmurtia, dan Bashkortostan.

Sedangkan di Dagestan, sempat berdiri Avar Khanate sebuah negara Muslim berumur panjang mulai awal abad ke-13 hingga ke-19 M. Kerajaan itu berdiri setelah jatuhnya kerajaan Kristen Sarir pada awal abad ke-12 M.

Sejak saat itu, Avar Kaukasia mengalami proses Islamisasi. Lalu, bagaimanakah jejak dinasti- dinasti yang pernah berdiri di wilayah Rusia itu?

(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Musa Mubarraqa', Putera Langsung Dari Imam Jawad as


Di antara mereka Imam Zadeh Musa Mubarraqa' pada tahun 259 Hijriyah datang ke Qum, beliau as adalah anak dari Imam kesembilan dan makam sucinya diberi nama makam Syahzadeh Musa Mubarraqa' di dekat pemakaman 40 Ikhtiran jalan Ozar, terkenal dan masyhur.

Shabestan News Agency, Selain ada makam suci Sayyidah Ma'shumah sa di QOm, ada juga 444 bintang yang terang benderang yang lain di atas tanah. Setelah mengangkat Imam Ridha as sebagai pangeran Alawiyun dan para sayyid dan sayyidah tek terhitung jumlahnya yang sangat mendambakan dan ingin bertemu dengan Imam as sehingga mereka melakukan perjalanan dan safar ke Iran.

Namun sebagian mereka sebagian dari mereka ketika masih dalam tengah perjalanan mendengar kabar tentang syahadahnya Imam as dan berhenti dan tinggal di daerah-daerah aman Iran khususnya kota Qum dan setelah melalui usia-usia alamiah mereka ditempat-tempat inilah mereka dimakamkan dan memberikan berkah-berkah dan maknawiyah yang sangat besar untuk tanah-tanah ini. Oleh karena itu kami berusaha sebatas kemampuan untuk memperkenalkan warisan-warisan yang sangat mulia dan bernilai ini.

Di antara mereka Imam Zadeh Musa Mubarraqa' pada tahun 259 Hijriyah datang ke Qum, beliau as adalah anak dari Imam kesembilan dan makam sucinya diberi nama makam Syahzadeh Musa Mubarraqa' di dekat pemakaman 40 Ikhtiran jalan Ozar, terkenal dan masyhur.

Beliau wafat pada malam Rabu 22 Rabiutstsani tahun 296 dan dimakamakan di rumah beliau, yakni tempat sekarangnya di pemakaman 40 Ikhtiran tepat di jalan Ozar.

Beliau adalah seorang yang sangat mulia, Muhaddits Nuri menulis sebuah kitab tersendiri tentang riwayat hidup beliau dengan judul badar musya'sya', semua sayyid dan sayyidah Razawi ( Radhawi) juga berasal dari keturunan beliau.
حضرت موسی مبرقع فرزند بلافضل امام جواد(ع)

خبرگزاری شبستان:امامزاده موسی مبرقع در سال ۲۵۹ هجری قمری به قم آمدند، ایشان فرزند بلافضل امام جواد(ع) می باشد و قبر مبارکش به نام بارگاه شاهزاده موسی مبرقع در کنار مقبره چهل اختران خیابان آذر، معروف و مشهور است.

به گزارش خبرگزاری شبستان از قم، علاوه بر بارگاه قدسى حضرت معصومه(س) در قم، چهارصد و چهل و چهار ستاره فروزان دیگر بر خاک خفته‏اند. پس از به ولایتعهدى رسیدن امام رضا علیه‏السلام علویان و سادات بى‏شمارى به شوق دیدار وى راهى سرزمین ایران شدند. ولى بعضی از آنان هنوز در نیمه‏هاى راه بودند که خبر شهادت امام(ع) را شنیدند ودر مناطق امن ایران بخصوص شهر قم سکنس گزیدند و پس از گذراندن عمر طبیعى خویش در همین دیار به خاک آرمیدند و برکات و معنویات بسیارى را براى این دیار به ارمغان آوردند. به همین دلیل سعی داریم در حد توان به معرفی این میراث گرانبها و ارزشمند معنوی بپردازیم.


امامزاده موسی مبرقع (ع)

امامزاده موسی مبرقع در سال 259 هجری قمری به قم آمد، حضرت موسی مبرقع فرزند بلافضل امام نهم می باشد و قبر مبارکش به نام بارگاه شاهزاده موسی مبرقع در کنار مقبره چهل اختران خیابان آذر، معروف و مشهور است، وی در شب چهارشنبه 22 ربیع الثّانی سال 296 از دنیا رفت و در منزل خویش - مزار کنونیش در مقبره چهل اختران واقع در خیابان آذر- دفن شده است.

ایشان شخصی جلیل القدر بود، محدّث نوری کتابی مستقل به نام بدر مشعشع درباب زندگانی وی نگاشته است، همه سادات رضوی نیزاز نسل ایشان هستند.

همچنین در کنار بقعه موسی مبرقع ـ علیه السلام ـ مرقد بزرگ با ساختمان شکوهمندی وجود دارد که چهل اختران نام دارد، به طوری که از کتیبه ای که در آنجا در سال 851 ه.ق نوشته شده، مقبره جمعی از سادات و امامزادگان می باشدکه بنای با عظمت آن در سال 950 ه.ق توسّط شاه طهماسب صفوی، ساخته شده است.

در این مکان مقدس امّ سلمه و امّ کلثوم دختران محمّد بن احمد بن موسی مبرقع و جمعی دیگر، دفن شده اند و همچنین قبر محمّد بن احمد بن موسی مبرقع و محمّد بن موسی مبرقع در آنجا است.

چهل اختران در سابق مرکب از سه بنا (چهل اختران، شاهزاده زید، موسى مبرقع) بوده است ولى اکنون از مجموعه نورهاى به هم پیوسته آنان تشکیل یافته و زیارتگاهى مشترک را به خود اختصاص داده است.

همچنین در جوار این امامزادگان شاهزاده «زید بن‏على‏» از نوادگان سیدالساجدین(ع) نیز به خاک سپرده شده‏اند که بنای این امامزاده عمارتی است که گنبدی کوچک از آجر به شکل کلاهخود بر فراز آن به چشم می خورد وبه سده نهم هـ . ق تعلق دارد.

لازم به ذکر است در این امامزاده برنامه های متنوع فرهنگی در مناسبات مختلف ایام ولادت و شهادت ائمه اطهار برگزار می شود که برگزاری مراسم شهادت امام جواد(ع) و امام هادی(ع) و برگزاری سالگرد رحلت امامزاده موسی مبرقع در 22 ربیع الثانی از شاخص ترین برنامه های فرهنگی این مجموعه می باشد.

راهنمایی زوار به زبان اردو، عربی، فارسی، برگزاری کلاسهای آموزشی حفظ قرآن ، تجوید صوت و لحن ویژه خواهران و برادران، مشاوره و پاسخگویی به سوالات شرعی از دیگر برنامه های فرهنگی در امامزاده موسی مبرقع می باشد.

از دیگرامتیازات این امامزاده جذب 300خادم افتخاری است که در رده های مختلف تحصیلی در 21 شیفت در طول هفته در امامزاده موسی مبرقع ارائه خدمت می کنند .

همچنین برگزاری مراسم باشکوه ایام عزاداری سرو و سالار شهیدان کربلا امام حسین(ع) در طول 10 روز محرم با حضور بیش از 4 هزار نفر و بر پایی دسته عزاداری ظهر عاشورا با حضور خیل عظیم عزادارن حسینی از دیگر افتخارات فرهنگی این امامزاده می باشد.

پایان پیام/78

(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: