Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan Wahhabisme terasa kian masif di Tanah Air. Namun tak hanya saat ini, kemunculan gerakan berhaluan puritan yang pada mulanya berawal di Nejd, Semenanjung Arabia (kini Saudi Arabia) di bawah prakarsa Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb al-Najdî dan mulai berkembang di Nusantara sejak awal abad ke-20 M ini ternyata telah menuai banyak respon dari ulama-ulama besar dunia Islam, termasuk ulama-ulama Nusantara. Respon tersebut salah satunya berupa munculnya banyak kitab yang ditulis para ulama tentang paham Wahhabi.
Di antara kitab-kitab yang mengulas tentang paham Wahhabi adalah kitab berjudul Îdhâh al-Karâthaniyyah fî Mâ Yata’allaq bi Dhalâlâh al-Wahhâbiyyah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama Nusantara dari Tatar Pasundan, yaitu Ajengan Tubagus Bakri bin Seda dari Sempur (Karaton), Plered, Purwakarta, Jawa Barat yang dikenal juga dengan nama Ajengan Sempur (w. 1975 M).
Selain Îdhâh al-Karâthaniyyah yang ditulis oleh Ajengan Sempur Purwakarta, terdapat kitab-kitab lain yang ditulis oleh ulama Nusantara lainnya untuk merespon gerakan Wahhabisme, seperti Al-Nushûsh al-Islâmiyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan KH. Faqih Abdul Jabbar Maskumambang (Gresik, Jawa Timur), Al-Kawâkib al-Lammâ’ah fî Bayân ‘Aqîdah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah karangan KH. Abdul Fadhol Senori (Tuban, Jawa Timur), Hujjah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah karangan KH. Ali Maksum Krapyak (Yogyakarta), Al-Fatâwâ al-‘Aliyyah karangan Tuanku Khatib Muhammad Ali Padang, dan lain-lain.
Kitab Îdhâh al-Karâthaniyyah sendiri ditulis dalam bahasa Sunda beraksara Arab (di Sunda dikenal dengan istilah Remyak atau Pegon). Tebal kitab 47 halaman dalam format cetak batu. Tak ada titimangsa yang menjelaskan tarikh penulisan kitab ini.
Dalam menulis karya ini, Ajengan Sempur merujuk kepada kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama Makkah, seperti Al-Durar al-Saniyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan Sayyid Ahmad Zainî Dahlân al-Makkî, mufti mazhab Syafi’i di Makkah yang juga guru dari para ulama Nusantara pada masanya, juga kitab Al-Shawâ’iq al-Muhriqah karangan Syaikh Ibn Hajar al-Haitamî al-Makkî.
Hal ini seperti ditulis Ajengan Sempur sendiri dalam kitab tersebut.
سئنيا2نا دجرو كتاب ائى منغ نوقيل تنا كتاب درر السنية في الرد على الوهابية كراغن شيخ العلماء سيد أحمد دحلان أنو جادي مفتى شافعي بهل جغ تنا كتاب صواعق المحرقة كراغن ابن حجر الهيتمي جع تنا ليان
(Saenya-enyana di jero kitab ieu meunang nukil tina kitab Durar al-Saniyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan Syaikhul Ulama Sayyid Ahmad Dahlan anu jadi mufti Syafi’i baheula, jeung tina kitab Shawâ’iq al-Muhriqah karangan Ibnu Hajar al-Haitamî jeung tina liyana/Sesungguhnya di dalam kitab ini dapat menukil dari kitab Durar al-Saniyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan Syaikhul Ulama Sayyid Ahmad Dahlan yang menjadi mufti Syafi’i dulu, juga dari kitab Shawâ’iq al-Muhriqah karangan Ibnu Hajar al-Haitamî, juga dari kitab-kitab lainnya).
Kitab ini dibagi ke dalam delapan pasal. Pasal pertama mengkaji hadis yang menerangkan kemunculan seseorang dari Nejd yang kelak membuat fitnah besar di Semenanjung Arabia. Pasal kedua menerangkan dalil-dalil Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dalam perkara ziarah Nabi. Pasal ketiga menerangkan sosok Muhammad ibn Abdul Wahhab dari Nejd, Muhammad Abduh dari Mesir, dan para pengikutnya di Nusantara. Pasal keempat menerangkan tentang perkara tawassul. Pasal kelima menerangkan tentang keharusan umat Muslim mengambil ilmu dari para ulama yang rabbani yang menjadi “sawad a’zham” atau jumhur, yang kapasitas keilmuannya jelas, juga memiliki sanad, bukan kepada sembarang ulama. Pasal ketujuh menerangkan hadis yang melarang bersuhbat dengan pihak yang membenci para sahabat dan anak cucu (ahlulbait) Rasulullah, dan anjuran untuk senantiasa mengikuti ajaran para ulama salafus shalih. Pasal kedelapan menerangkan tentang sosok Ahmad Surkati al-Sudani, seorang Sudan yang menjadi pendiri gerakan al-Irsyad yang berhaluan modernis di Indonesia pada tahun 1914 M.
Tentang pengarang sosok ini, yaitu Ajengan Sempur, beliau bernama lengkap Tubagus Ahmad Bakri bin Tubagus Saida bin Tubagus Hasan Arsyad yang berasal dari Pandeglang, Banten. Kakeknya, yaitu Tubagus Hasan Arsyad, adalah qadi dan ulama sentral di Kesultanan Banten pada zamannya.
Ajengan Sempur pernah belajar kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Sayyid Utsman Betawi, Kiyai Soleh Cirebon, Kiyai Soleh Darat Semarang, Kiyai Ma’shum Lasem, Kiyai Syathibi Gentur, dan ulama-ulama besar Nusantara lainnya. Beliau lalu pergi ke Makkah dan belajar di sana selama beberapa tahun. Di antara guru-guru beliau di Makkah adalah Syaikh Raden Mukhtar Natanagara (Syaikh Mukhtâr ‘Athârid al-Bûghûrî al-Makkî), Syaikh Mahfuzh al-Tarmasî al-Makkî, Syaikh Muhammad Marzûqî al-Bantanî al-Makkî, Syaikh ‘Alî ibn Husain al-Mâlikî al-Makkî, Syaikh ‘Alî Kamâl al-Hanafî al-Makkî, Syaikh Shâlih Bâ-Fadhal al-Hadhramî al-Makkî, Syaikh ‘Abd al-Karîm al-Dâgastânî al-Makkî, dan lain-lain.
Selain Îdhâh al-Karâthaniyyah, Ajengan Sempur juga menulis beberapa karya lainnya yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Sunda beraksara Arab, yaitu; Maslak al-Abrâr, Futûhât al-Taubah, Fawâid al-Mubtadî, Al-Mashlahah al-Islâmiyyah fî al-Ahkâm al-Tauhîdiyyah, Ishlâh al-Balîd fî Tarjamah al-Qaul al-Mufîd, Al-Risâlah al-Waladiyyah, Maslak al-Hâl fî Bayân Kasb al-Halâl, Tanbîh al-Ikhwân, Al-Râihah al-Wardiyyah, Tanbîh al-Muftarrîn, Nashîhah al-‘Awwâm, Risâlah al-Mushlihât, Tabshirah al-Ikhwân, dan lain-lain.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar