Mengutuk Penduduk Bashrah[1]
Anda (sebelum ini) adalah tentaranya seorang perempuan dan di bawah komando hewan berkaki empat. Bilamana ia menggerutu, Anda menyambut; dan bilamana ia terluka, Anda melarikan diri. Pribadi Anda rendah dan baiat Anda terputus. Keimanan Anda munafik. Air Anda air payau. Orang yang tinggal bersama Anda dimuati dosa, dan orang yang meninggalkan Anda mendapatkan rahmat Allah. Seakan-akan saya melihat mesjid Anda menonjol, menyerupai anjungan kapal, sedang Allah telah mengirim azab dari atas dan dari bawahnya dan setiap orang yang berada di atasnya tenggelam.[2]
Versi Lain
Demi Allah, kota Anda pastilah akan tenggelam sedemikian rupa sehingga seakan-akan saya melihat mesjidnya seperti bagian atas sebuah kapal atau seekor burung unta yang sedang duduk.
Versi Lain
Seperti dada seekor burung di laut dalam.
Versi Lain
Kota Anda adalah yang paling berbau busuk dari semua kota mengenai lempungnya, yang paling dekat ke air dan yang paling jauh dari langit. la mengandung sembilan dari sepuluh kejahatan. Orang yang memasukinya dikelilingi dengan dosa-dosanya, dan orang yang keluar darinya menikmati keampunan Allah. Nampak seakan-akan saya melihat air melanda tempat kediaman Anda ini hingga tak ada yang dapat dilihat darinya kecuali mesjid yang muncul sebagai dada seekor burung di laut dalam. •
--------------------------------------------------------------------------------
[1] lbn Maitsam menulis bahwa ketika Perang Jamal berakhir maka pada hari ketiga, setelah Amirul Mukminin salat Subuh di mesjid pusat Bashrah, ia berdiri di sisi kanan mihrab sambil bersandar ke dinding dan menyampaikan khotbah ini, di mana ia menggambarkan rendahnya watak orang Bashrah serta kelicikan mereka, yakni bahwa mereka terbakar oleh hasutan orang lain tanpa pertimbangan mereka sendiri, dan menyerahkan pimpinannya kepada seorang perempuan yang melekat pada seekor unta. Mereka minggat setelah menyumpahkan baiat, dan mengambii karakter yang rendah dan watak yang buruk dengan mempraktikkan sikap bermuka dua. Dalam khotbah ini perempuan itu berarti 'A'isyah dan hewan berkaki empat itu unta (jamal) yang menurutnya peperangan ini dinamakan, Perang Jamal.
Asal peperangan itu adalah sebagai berikut. Semasa hidup 'Utsman, 'A'isyah biasa menentang khalifah itu, dan ia berangkat ke Makkah dengan meninggalkannya dalam keadaan terkepung; dengan demikian, ia mempunyai saham dalam pcmbunuhan khalifah itu—yang ekor-ekornya akan disebutkan di suatu tempat yang sesuai. Tetapi, ketika kembalinya dari Makkah ke Madinah ia mendengar dari 'Abdullah ibn Salamah bahwa, setelah wafatnya 'Utsman, telah dilakukan pembaiatan kepada Ali (sebagai Khalifah), ia tiba-tiba berteriak, "Bila baiat telah diberikan kepada Ali, semoga langit runtuh ke bumi. Biarkan aku kembali ke Makkah." la pun mcmutuskan untuk kembali ke Makkah dan mulai berkata, "Demi Allah, 'Utsman telah terbunuh tanpa daya. Tentulah aku akan membalaskan dendam atas darahnya." Ketika melihat perubahan besar ini, Abu Salamah berkata, "Apa yang Anda katakan sedangkan Anda sendiri biasa mengatakan, 'Bunuhlah si Na'tsal itu, ia telah menjadi kafir!" Atasnya la menjawab, "Bukan saja saya, tetapi semua orang biasa berkata demikian; tetapi tinggalkan hal-hal ini dan dengarkanlah apa yang sekarang saya katakan; itu lebih baik dan lebih patut diperhatikan. Adalah aneh bahwa mula-mula ia disuruh bertaubat, tetapi sebelum memberikan kesempatan padanya untuk berbuat demikian, ia telah dibunuh." Atasnya, Abu Salamah membacakan puisi berikut, ditujukan kepadanya.
Anda memulainya, dan kini Anda hendak mengubah dan membangkitkan badai angin dan hujan.
Anda memerintahkan pembunuhannya seraya mengatakan ia telah berbalik kafir.
Kami akui ia dibunuh tetapi atas perintah Anda, dan pembunuh ialah yang menyuruhkannya.
Namun bagaimanapun, langit tak akan runtuh menimpa kita, matahari dan bulan tak akan gerhana.
Sungguh orang telah mcmbaiat dia yang dapat mengusir musuh dengan kekuatan dan keagungan, yang tak membiarkan pedang mendekatinya dan yang mengorakkan buhul tali, yakni menundukkan musuh.
la selalu siap bertarung, dan si mukmin mustahil sama dengan si khianat.
Namun, kelika 'A'isyah sampai ke Makkah dengan semangat untuk membalas dendam, ia mulai membangkitkan rakyat untuk menuntut balas atas darah 'Utsman, dengan menyiarkan cerita-cerita bahwa khalifah ini telah dijadikan korban. Yang pertama-tama menyambut seruan ini ialah 'Abdullah ibn 'Amir Hadhrami, gubernur Makkah di zaman pemerintahan 'Utsman; dan bersamanya Marwan ibn Hakam, Sa'id ibn 'Ash dan orang-orang Bani Umayyah lainnya, bangkit mendukungnya. Sementara itu, Thalhah ibn 'Ubaidillah dan Zubair ibn 'Awwam sampai di Makkah dari Madinah. Dari Yaman Ya'la ibn Munabbih yang telah menjadi gubernur di sana di zaman Khalifah 'Utsman dan bekas Gubernur Bashrah 'Adbullah ibn 'Amir ibn Kuraiz juga tiba. Dengan bergabung mereka lalu mempersiapkan rencana. Pertempuran telah diputuskan, tetapi ada perbedaan pendapat tentang medannya. 'A'isyah menghendaki Madinah sebagai tempat pertempuran, tetapi sebagian menentang dan berpendapat bahwa sulit berurusan dengan orang Madinah; harus dipilih tempat lain sebagai medan. Akhirnya, setelah pembahasan panjang lebar, diputuskan untuk ke Bashrah, karena di sana tak akan kekurangan orang yang akan mendukung perjuangan itu. Akhirnya, dengan dukungan harta 'Abdullah ibn 'Amir yang melimpah ruah, dan tawaran enam ratus ribu dirham serta enam ratus ekor unta oleh Ya'la ibn Munabbih, mereka menyiapkan tentara yang terdiri dari tiga ribu orang, lalu berangkat ke Bashrah.
Ada suatu insiden kecil dalam perjalanan, yang hampir membatalkan 'A'isyah melanjutkan perjalanan. Di suatu tempat ia mendengar anjing menyalak, lalu ia mcnanyakan nama tempat itu pada pengendali unta. Jawabnya, Hau'ab. Ketika mendengar nama ini ia teringat peringatan Nabi ketika beliau mengatakan kepada para istri beliau, "Saya ingin tahu siapa di antara kalian yang akan disalaki anjing di Hau'ab." Maka ia menyadari bahwa ia sendirilah itu; ia menyuruh unta itu duduk, dengan menepuk-nepuknya, seraya mengatakan maksudnya untuk meninggalkan perjalanan itu. Tetapi gagasan para sekutunya mcmbebaskan mereka dari situasi itu. 'Abdullah ibn Zubair bcrsumpah unluk meyakinkannya bahwa tempal ilu bukan Hau'ab, Thalhah menyusulnya, dan uniuk lebih meyakinkannya, juga mengirimkan lima puluh orang untuk memberi kesaksian palsu atasnya. Menghadapi semua orang ini, apa yang dapat dilakukan seorang wanita. Akhirnya mereka berhasil, dan A'isyah melanjutkan perjalanannya dengan gairah yang sama.
Ketika tentara ini sampai di Bashrah, orang mula-mula tercengang melihat hewan tunggangan 'A'isyah. Jariah ibn Qudamah maju seraya berkata, "Wahai, Ummul Mu'minin, pembunuhan 'Utsman merupakan tragedi, tetapi yang lebih besar lagi ialah bahwa Anda telah keluar di atas unta terkutuk ini dan menghancurkan kehormatan dan kemuliaan Anda. Lebih baik Anda kembali." Tetapi, karena peristiwa Hau'ab tak dapat menghalanginya, dan perintah Al-Qur'an, "Dan hendaklah karnu tetap di rumahmu" (QS. 33:33) tak dapat mencegahnya, pengaruh apa yang dapat diberikan suara ini!
Ketika tentara ini berusaha memasuki kota, Gubernur Bashrah, 'Utsman ibn Hunaif, maju untuk menghentikan mereka. Kedua pihak berhadap-hadapan, menghunus pedang dan saling menebas. Ketika sejumlah orang telah tewas dari kedua pihak, 'A'isyah turun tangan dengan pengaruhnya dan kedua kelompok setuju bahwa, hingga tibanya Amirul Mukminin, pemerintahan yang ada boleh diteruskan, dan 'Utsman ibn Hunaif terus pada kedudukannya. Tetapi, baru dua hari kemudian, mereka melakukan serangan di malam hari terhadap 'Utsman ibn Hunaif, membunuh lima puluh orang yang tak bersalah, memukuli 'Utsman ibn Hunaif, menawan dan mengurungnya, mencabuti setiap rambut janggutnya. Kemudian mereka menyerang baitul mal dan menjarahinya, membunuh dua puluh orang di tempat itu juga, dan memancung lima puluh kepala orang yang telah mereka tawan. Sudah itu mereka membongkar gudang gandum, di mana seorang tua terkemuka di Bashrah, Hukaim ibn Jabalah, tak dapat lagi menahan sabar. Ketika sampai di sana bersama beberapa orangnya, ia berkata kepada 'Abdullah ibn Zubair, "Tinggalkan sebagian dari gandum ini untuk penduduk kota. Setelah semua ini, harus ada batas bagi kelaliman. Anda telah menyebarkan pembunuhan dan kerusakan di mana-mana dan mengurung 'Utsman ibn Hunaif. Demi Allah, hcntikan kegiatan-kegiatan penghancuran ini dan bebaskan 'Utsman ibn Hunaif. Tak adakah lagi rasa takut kepada Allah dalam hati kalian?" Ibn Zubair mengatakan, "Ini pemabalasan dendam atas nyawa 'Utsman." Hukaim ibn Jabalah menjawab, "Apakah orang-orang yang telah terbunuh itu pembunuh 'Utsman? Demi Allah, jika aku punya pendukung dan teman, tentulah aku akan membalaskan dendam atas darah muslimin yang telah Anda bunuh tanpa sebab ini." Ibn Zubair menjawab, "Kami tidak akan meninggalkan sedikit pun dari gandum ini, lidak pula 'Utsman ibn Hunaif dibebaskan." Akhirnya pertempuran pecah di antara kedua pihak. Tetapi, bagaimana bebcrapa orang ini akan mcnghadapi kekuatan yang demikian besar itu? Hasilnya, Hukaim ibn Zabalah, putranya Asyraf ibn Hukaim ibn Jabalah, saudara lelakinya Ri'l ibn Jabalah serta tujuh puluh orang anggota sukunya terbunuh. Singkatnya, pembunuhan dan penjarahan merajalela di mana-mana. Tak ada nyawa terjamin, tak ada jalan untuk menyelamatkan kehormatan atau hak milik scscorang.
Ketika Amirul Mukminin diberitahu tentang rombongan yang ke Bashrah itu, ia berangkat untuk menghentikannya, dengan suatu pasukan yang terdiri dari tujuh puluh orang yang telah turut serta dalam Perang Badr dan empal ratus orang dari para sahabat yang mendapat kehormatan hadir dalam Baiat Ridhwan. Ketika tiba di perhentian Dziqar, ia mengirim putranya Hasan a.s. dan 'Ammar ibn Yasir ke Kufah utnuk mengajak rakyatnya berperang. Sebagai hasilnya, walaupun ada rintangan dari Abu Musa al-Asy'ari, tujuh ribu prajurit dari sini bergabung dengan tentara Amirul Mukmmin. la menmggalkan tempai itu setelah mengatur tentara di bawah pimpman berbagai komandan.
Para saksi mata menyatakan, ketika pasukannya sampai ke dekat Bashrah, pertama-tama suatu kontingen kaum Anshar muncul di barisan paling depan; panjinya dipegang oleh Abu Ayyub al-Anshari. Sesudahnya muncul kontingen seribu orang dengan komandan Khuzaimah ibn Tsabil al-Anshari. Kemudian nampak suatu kontingen lain, panji dipegang Qatadah ibn ar-Rabi'. Lalu rombongan seribu orang tua dan muda kelihatan. Di dahi mereka tampak tanda-tanda sujud dan wajah takwa kepada Allah di mukanya, seakan-akan mereka sedang berdiri di hadapan Kemuliaan Ilahi pada Hari Pengadilan. Komandan mcreka menunggang kuda warna gelap, berpakaian putih, berserban hitam dan sedang membaca Al-Qur'an dengan suara keras. Itulah 'Ammar ibn Yasir. Kemudian satu kontingen lain muncul. Pemimpinnya memakai pakaian putih dan berserban hitam. la begitu gagah sehingga semua mata terpusat kepadanya. Ini 'Abdullah ibn 'Abbas. Lalu menyusul suatu kontingen para sahabat Nabi. Pembawa panjinya adalah Qutsam ibn 'Abbas. Kemudian, setelah lewatnya beberapa kontingen, nampak serombongan besar, di mana terdapat sejumlah besar tombak yang menonjol dan bendera-bendera berbagai warna berkibar. Di antaranya, suatu panji yang besar dan megah kelihatan dalam posisi istimewa. Di belakangnya nampak seorang penunggang kuda yang dikawal keanggunan dan keluhuran. Saraf-sarafnya berkembang dengan baik, matanya menunduk. Keanggunan dan kemuliaannya sedemikian rupa sehingga tidak ada orang yang akan menatap mukanya. Inilah singa Allah yang selalu jaya, Ali ibn Abi Thalib a.s. Di kanan dan kirinya Hasan dan Husain a.s. Di depannya Muhammad ibn Hanaiiah bcrjalan dengan langkah-langkah perlahan, membawa panji kejayaan dan kemuliaan, dan di belakangnya orang-orang muda Bani Hasyim, orang Badar, dan 'Abdullah ibn Ja'far ibn Abi Thalib. Kelika tentara itu sampai ke tempat yang bernama Zawiah, Amirul Mukminin turun dari kudanya. Setelah mendirikan salat empat rakaat, ia meletakkan pipinya ke bumi. Ketika ia mengangkat kepalanya, bumi itu basah dengan air mata. Lalu ia mengucapkan kata-kata,
"Wahai Pemelihara bumi, langit dan alam semcsta; ini Bashrah. Penuhilah haribaan kami dengan kebaikannya dan lindungilah kiranya kami dari kejahatannya."
Kemudian ia maju. Di medan pertempuran Jamal di mana musuh tclah berkemah, ia turun. Pertama-tama Amirul Mukminin memaklumkan kepada tentaranya bahwa tiada seorang pun boleh menyerang, tak boleh memulai serangan. Dengan mengatakan ini ia maju ke depan tentara lawan dan mcngatakan kepada Thalhah dan Zubair, "Anda tanyakankah kepada 'A'isyah dengan bersumpah atas nama AHah dan Nabi-Nya, apakah saya tidak bebas dari darah 'Utsman dan apakah saya menggunakan kata-kata yang sama baginya yang biasa Anda gunakan, dan apakah saya menekan Anda unluk membaiat atau Anda mcnyampaikan baiat Anda itu atas kehendak bebas Anda sendiri." Thalhah menjadi jengkel atas kata-kata ini, tetapi Zubair melunak dan Amirul Mukminin berpaling setelah itu, dan memberikan Al-Qur'an kepada Muslim (seorang muda dari suku 'Abd Qais) seraya mengutusnya kepada mereka untuk memaklumkan keputusan Al-Qur'an. Tetapi, keduanya dijadikan sasaran panah, dan orang saleh ini dipenuhi panah mereka. Kemudian 'Ammar ibn Yasir maju untuk mcnasihati mcreka, berusaha mcyakinkan dan mengingatkan mereka akan akibat-akibat peperangan, tetapi kata-katanya pun dijawab dengan panah.
Hingga saat ini Amirul Mukminin tidak mengizinkan menyerang, sehingga musuh semakin berani dan terus menghujankan anak panah. Akhirnya, dengan gugurnya beberapa pejuang yang berani, timbul kecemasan di kalangan barisan Amirul Mukminin, dan orang datang dengan beberapa mayat ke depannya seraya mengatakan, "Wahai, Amirul Mukminin, Anda tidak mengizinkan kami berperang sementara mereka menghujani kami dengan panah. Berapa lama kami dapat mem-biarkan mereka menjadikan kami korban panah dan tinggal berpangku tangan atas pcrbuatan mereka yang semena-mena?"
Atasnya, Amirul Mukminin ada menunjukkan kamarahan, tetapi ia bertindak dengan sabar dan menahan diri. la datang kepada musuh tanpa senjata dan tanpa baju zirah, seraya berseru, "Di mana Zubair?" Mula-mula Zubair ragu untuk maju, tetapi ketika melihat Amirul Mukminin tidak bersejata, ia keluar. Amirul Mukminin berkata kepadanya. "Wahai, Zubair, tentu Anda ingat bahwa pada suatu hari Nabi mengatakan kepada Anda bahwa Anda akan berperang dengan saya, dan kesalahan dan pelanggaran batas ada di pihak Anda." Zubair menjawab bahwa memang beliau telah berkata demikian. Kemudian Amirul Mukminin menanyakan, "Maka, mengapa Anda datang?" la mengatakan bahwa ia telah melupakannya dan apabila ia mengingatnya lebih dini ia tidak akan datang seperti itu. Amirul Mukminin berkata, "Nah, sekarang Anda telah mengingatnya." Lalu ia menjawab, "Ya." Setelah mengatakan ini Zubair langsung pergi kepada 'A'isyah seraya mengatakan kepadanya bahwa ia akan pulang. 'A'isyah menanyakan sebabnya dan ia mengatakan, "Ali telah mengingatkan kepada saya suatu hal yang terlupakan. Saya tersesat, tetapi sekarang saya telah datang kepada jalan yang benar, dan bagaimanapun saya tidak akan berperang melawan 'Ali ibn Abi Thalib." 'A'isyah berkata, "Engkau telah ketakutan kepada pedang putra-putra 'Abdul Muththalib." la mengatakan, "Tidak," dan dengan mengatakan ini ia memalingkan kudanya. Bagaimanapun, adalah menyenangkan bahwa kata-kata Nabi telah mendapat perhatian. Karena di Hau'ab, bahkan ingatan kepada kata-kata Nabi hanya diperhatikan sekilas.
Ketika kembali sctelah percakapan itu, Amirul Mukminin melihat bahwa mereka telah menyerang sayap kiri dan kanan tentaranya. Melihat ini, Amirul Mukminin mengatakan, "Sekarang pembicaraan telah habis. Panggil anak saya Muhammad." Ketika ia datang, Amirul Mukminin berkata, "Putraku, seranglah mereka sekarang." Muhammad menundukkan kepala dan seraya mengambil panji ia maju ke medan pertempuran. Tetapi, anak panah sedang turun dengan derasnya sehingga ia terpaksa berhenti. Ketika Amirul Mukminin melihat ini, ia berseru kepadanya, "Muhammad, mengapa engkau tidak maju?" la menjawab, "Ayah, dalam curahan panah ini tak ada jalan untuk maju. Tunggu sampai curahan panah mereda." la berkata, "Tidak, mendesaklah maju dalam panah dan tombak, dan seranglah." Muhammad ibn Hanafiah maju sedikit, tetapi para pemanah mengepungnya demikian rupa sehingga ia harus menahan langkahnya. Ketika melihat ini suatu kerutan muncul di dahi Amirul Mukminin, dan sambil maju, ia menyentuh punggung Muhammad dengan gagang pedang seraya mengatakan, "Ini akibat nadi ibumu." Dengan mengatakan ini ia mengambil panji dari tangannya, dan sambil menggulung lengan bajunya, ia menyerang demikian sengit sehingga kekacauan timbul di barisan musuh dari ujung ke ujung. Setiap barisan yang dihadapinya porak poranda, ke arah mana saja ia mengarahkan dirinya, tubuh-tubuh nampak berjatuhan dan kepala bergelinding di tapak kuda. Setelah memorakmorandakan barisan-barisan itu, ia kembali ke posisinya semula, lalu berkata kepada Muhammad ibn Hanafiah, "Lihatlah, putraku, pertempuran dilakukan seperti itu." Dengan mengatakan ini ia memberikan panji itu kepadanya dan menyuruh maju kapada musuh dengan satu kontingen Anshar. Musuh juga keluar bergerak dan menimang tombak mereka. Tetapi putra dari ayah yang gagah berani ini tnengacaukan barisan musuh sementara para pejuang lain juga berjaya di medan tempur itu, dengan meninggalkan tumpukan kepala dan tubuh.
Di pihak lawan juga ada nampak semangat dan pengorbanan. Mayat-mayat jatuh saling menindih, tetapi mereka terus berkorban nyawa dengan setia di sckitar unta yang ditunggangi 'A'isyah. Terutama Bani Dhabbah. Walaupun tangan mereka yang memegang kendali unta terputus dari siku, dan dada tertusuk, mereka terus mcnyanyikan nyanyian perang berikut ini:
Bagi kami maut lebih manis dari madu
Kami Bani Dhabbah, pemelihara unta
Kami putra maut bila maut tiba
Kami memaklumkan kematian 'Utsman dengan ujung tombak
Kembalikan pemimpin kami Maka berakhirlah itu
Karakler yang rendah dan kejahilan Bani Dhabbah ini dapat dipahami dari satu insiden yang diriwayatkan Mada'ini. la menulis bahwa di Bashrah ada seorang lelaki dengan telinga yang rusak. Ketika ditanyakan scbabnya, ia berkata,
"Saya sedang melihat tubuh-tubuh mati di medan tempur Jamal ketika saya melihat seorang lclaki yang cidera yang kadang-kadang mengangkat kepalanya dan kadang-kadang mcnjatuhkannya kembali ke tanah. Saya mendekat. Lalu, kedua bait berikut ini keluar dari bibirnya:
Ibu kami mendorong kami ke perairan maut yang dalam
Dan tidak kembali sebelum kami minum dengan sempurna
Sial kami manaati Bani Taim
Yang tak lain dari budak lelaki dan perempuan
Saya katakan kepadanya bahwa itu bukan saat membaca syair; seharusnya ia mengingat Allah dan mengucapkan kalimah syahadat. Ketika saya mengatakan ini, ia melihat saya dengan pandangan marah dan mengucapkan cercaan yang keras seraya mengatakan, 'Engkau meminta saya mengucapkan syahadat, ketakutan pada saat terakhir dan menunjukkan kecemasan.' Saya tercengang mendengar ini dan memutuskan untuk kembali tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ketika ia melihat saya sedang berbalik, ia berkata, 'Tunggu! Demi engkau, saya bersedia mengucapkannya, tetapi ajari saya!' Ketika saya mendekat untuk mengajarinya kalimah, ia meminta saya lebih mendekat. Ketika saya lebih dekat, ia menggigit kuping saya dan tidak melepaskannya hingga ia menyobeknya dari akarnya. Saya tidak merasa pantas untuk menganiaya orang yang sedang menhadapi ajalnya, dan ketika saya akan kembali dengan mencerca dan mengutuknya, ia meminta kepada saya untuk mendengarkan satu hal lagi. Saya setuju, kalau-kalau ia mempunyai keinginan yang tak dipenuhi. la mengatakan bahwa ketika saya akan kembali kepada ibu saya dan ia bertanya siapa yang telah menggigit kuping saya, saya harus mengatakan bahwa itu dilakukan oleh 'Umair ibn Ahlab ad-Dhabbi yang telah tertipu oleh seorang wanita yang ingin menjadi komandan kaum mukmin.
Ketika kilauan sinar pedang berakhir, ribuan orang tewas, ratusan Bani Azd dan Banl Dhabbah tewas karena memegang kendali unta itu. Amirul Mukminin memerintahkan, "Bunuhlah unta itu, karena ia setan." Seraya mengatakan ini ia menyerang demikian kerasnya sehingga jeritan "Damai!" dan "Perlindungan!" muncul dari mana-mana. Ketika ia sampai ke dekat unta itu, ia memerintahkan Bujair ibn Duljah supaya segera membunuh unta itu. Bujair menyerangnya dengan sangat dahsyat, sehingga unta itu jatuh sekarat. Bcgitu unta itu jatuh, tentara lawan mclarikan diri dan tandu yang memuat 'A'isyah tertinggal sendiri tanpa pengawal. Para sahabat Amirul Mukminin membenahi tandu itu dan, atas perintah Amirul Mukminin. Muhammad ibn Abu Bakar mengawal 'A'isyah ke rumah Shafiah binti Harits.
Pertempuran ini dimulai 10 Jumadil Akhir 36 H. di siang hari dan berakhir di sore hari itu juga. Dari 22.000 tentara Amirul Mukminin, 1.070—menurut suatu versi lain 500—orang gugur sebagai syuhada'; sedang dari tentara 'A'isyah yang berjumlah 30.000, tewas 17.000, dan ucapan Nabi, "Kaum yang menyerahkan urusan (negara)-nya kepada wanita, tak akan makmur," sesuai sepenuhnya. (Al-Imarnah wa as-Siyasah; Al-'Iqd al-Fand; at-Tdrikh ath Thabari)
[2] Ibn Abil Hadtd menulis bahwa, sebagaimana diramalkan Amirul Mukminin, Bashrah dua kali dilanda banjir—sekali di masa al-Qadir Billah dan sekali dalam pemerintahan al-Qa'irn ibn Amrillah, dan keadaan banjir begitu dahsyat sehingga seluruh kota terendam dalam air, tetapi ujung puncak mesjid muncul di atas permukaan air sebagai seekor burung yang duduk di sisi dadanya.
(Al-Hassanain/Al-Mujtaba/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)