Profesor Universitas Katolik Manila di Filipina, Pablito Baybado, menyerukan dialog antara para cendekiawan agama Islam dan Kristen untuk menghapus kesalahpahaman dan untuk membangun pemahaman antar para pengikut kedua agama ini.
Menurut laporan IQNA, Pablito Baybado Junior adalah profesor di Universitas Santo Thomas Manila, Filipina. Universitas ini berafiliasi dengan Vatikan dan ketuanya ditunjuk langsung oleh Paus.
Baybado mengajarkan filsafat dan teologi Kristen di universitas ini. Dia juga aktif di bidang Dialog Antar Agama, dan juga Direktur Agama untuk Perdamaian Asia, yang mana 25 negara Asia adalah anggotanya. Dia juga Direktur Jenderal Federasi Konferensi Para Uskup Asia (FABC), yang bertanggung jawab atas urusan para uskup Katolik di benua itu.
Dia telah bekerja dengan Republik Islam Iran di Manila selama bertahun-tahun dan sampai saat ini telah ke Iran sebanyak dua kali. Baybado baru-baru ini melakukan perjalanan ke Iran melalui program studi, atas prakarsa Direktorat Kerjasama Ilmiah dan Budaya dari Organisasi Budaya dan Hubungan Islam dan bekerja sama dengan Atase kebudayaan Iran di Filipina untuk menyempurnakan risetnya yang berjudul "Kedudukan Syiah di antara Agama dan Mazhab".
Dalam sebuah wawancara dengan IQNA, ia berbicara tentang pelbagai masalah, termasuk kegiatan antaragama.
Bagaimana Cara Mengenal
Pada tahun 2006, Paus Benediktus XVI memberikan pidato yang sangat kontroversial di Jerman, menyusul kesalahpahaman besar antara para cendekiawan Muslim dan Kristen. Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Iran di Manila menyelenggarakan tema pertemuan ini dengan dihadiri para ahli Iran dan Filipina, yang sangat sukses.
Dengan dialog, kami mencoba mencari titik-titik perbedaan. Ini adalah awal dari kerja sama saya dengan Atase Kebudayaan Republik Islam Iran di Manila. Sejak itu, persahabatan saya dengan pihak berwenang telah dimulai dan saya menjadi anggota Kelompok Atase Kebudayaan Iran di Filipina. Setiap tahun pada peringatan Revolusi Islam, dengan partisipasi para sarjana Iran dan Filipina, kami mengadakan konferensi ilmiah di Manila. Selain itu, Atase kebudayaan Iran adalah salah satu anggota aktif Dialog antar agama di Manila. Para intelektual dari semua agama berkumpul di pertemuan tahunan kelompok ini dan Atase kebudayaan Iran aktif dalam pelbagai program.
Propaganda Negatif
Pada semua konferensi yang diselenggarakan di Manila, nampak jelas bahwa ada opini negatif terhadap Iran dan ini karena pengaruh media. Saya pertama kali datang ke Iran pada tahun 2012 untuk menghadiri konferensi "Agama dan Etika" di Qom dan saya mempresentasikan makalah tentang moral-moral Kristen. Ketika saya ingin datang ke Iran, mereka bertanya kepada saya apakah Anda tidak takut pergi ke Iran? Bahkan mentalitas ini juga tercermin dalam pikiran para akademisi dan orang-orang religius. Di kalangan akademisi, ia membahas sikap-sikap Iran terhadap Israel dan Amerika Serikat.
Opini keliru ini disebabkan oleh dua masalah: yang pertama adalah ketidaktahuan dan yang kedua adalah predisposisi dan fanatisme. Untuk mengatasi masalah ketidaktahuan, atase kebudayaan mengundang para pakar Iran ke Filipina untuk menunjukkan pola pikir dan budaya Iran kepada masyarakat Filipina. Untuk menyelesaikan masalah prasangka dan mengoreksi kesalahpahaman, para pemikir Filipina harus pergi ke Iran untuk memberitahu orang lain tentang pengalaman mereka di negara ini.
Latar Belakang Komunikasi
Filipina mencakup tiga pulau utama Mindanao, Luzon dan Bisaya. Muslim tiba di Filipina dari abad ke-15 sebelum orang-orang Spanyol. Dengan kedatangan penjajah Spanyol pada abad ke-17, mereka masuk dengan memusuhi Muslim dan berusaha untuk melenyapkan mereka dan mendominasikan agama mereka. Mereka mampu menjajah dua pulau Bisaya dan Luzon, tetapi mereka tidak dapat menjajah kawasan Muslim.
Orang-orang Spanyol berusaha melemahkan kaum Muslim dengan perang dan propaganda negatif serta merusak citra Islam. Pada 1898, mereka menyerahkan negara itu kepada Amerika melalui perjanjian Paris dan 20 ribu dolar. Dalam perjanjian itu, ketiga pulau besar itu dinyatakan sebagai koloni di Amerika Serikat. Kaum Muslim keberatan dengan ini karena Mindanao adalah daerah yang didominasi muslim dan mereka menuntut otonomi dan masih menuntut hal ini, yang menyebabkan perang dan banyak pertumpahan darah. Amerika mendominasi Filipina melalui universitas, agama dan budaya mereka. Dua hal ini, yakni langkah-langkah politik dan ekonomi kolonialisme Spanyol dan kebijakan-kebijakan budaya Amerika disertai dengan upaya pemerintah-pemerintah Filipina yang berorientasi Barat untuk mewujudkan pemerataan agama dan budaya rakyat negeri ini, telah menyebabkan penghinaan terhadap saudara-saudara Muslim kita.
Minat untuk Mengenal
Dalam konferensi dan pertemuan kami mendengar pembahasan tentang Syiah, namun saya belum mendengar apa pun tentang ini. Apa yang mengesankan saya tentang Syiah adalah peran rasionalitas yang sangat menonjol dalam teologi Syiah. Karenanya, kemungkinan dialog antara Syiah dan ulama Katolik lebih besar. Sekarang, dengan bantuan Direktorat Kerjasama Ilmiah dan Budaya, Organisasi Budaya dan Komunikasi Islam dan dengan kerjasama Atase Kebudayaan Iran di Filipina, saya telah melakukan perjalanan ke Iran untuk menyelesaikan penelitian saya tentang Syiah dan mempelajarinya.
Mengenal Alquran
Sudah beberapa kali saya mendapatkan hadiah Alquran dari Atase kebudayaan Iran dan saya telah membaca sebagian darinya. Ada perbedaan antara Alquran dan Alkitab. Sebagai contoh, kisah-kisah Alquran telah diceritakan secara berbeda dengan Injil atau tentang Nabi Isa (as) yang disebut dalam Alquran sebagai seorang nabi tetapi orang Kristen menyebutnya sebagai Anak Tuhan. Maryam juga dianggap sebagai salah satu wanita paling penting dalam Alquran, tetapi perannya dalam Islam benar-benar berbeda dari agama Katolik. Oleh karena itu, beberapa orang Kristen menganggap Alquran sebagai bentuk Alkitab yang terdistorsi.
Namun, saya percaya bahwa opini negatif pada Alquran bukan karena Alquran itu sendiri, melainkan karena pandangan sejarah negatif kepada saudara-saudari Muslim kita.
Hubungan Kebudayaan
Salah satu kinerja Atase Kebudayaan Republik Islam Iran di Filipina adalah untuk memperkenalkan seni Islam - Iran kepada masyarakat negeri ini. Sebelum kunjungan saya ke Iran, pihak berwenang dan saya melakukan beberapa pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Gereja-Gereja Katolik Filipina. Di Filipina, kami memiliki 95 wilayah, masing-masing dengan seorang uskup, yang merupakan kepala gereja regional. Sekretaris jenderal sidang ini adalah kepala semua uskup dan Kardinal Manila. Mereka bertemu dua kali setahun, satu kali pada bulan Juli dan satu kali pada bulan Januari.
Dengan bertolak bahwa atase Iran memiliki hubungan baik dengan Sekretaris Jenderal Majelis ini, mereka bersepakat bahwa pada pertemuan 7 Juli Majelis ini, di mana Kardinal dan para uskup hadir, dua karya kaligrafi Iran dengan tema Maryam (as) dihadiahkan. Salah satu karya ini diberikan untuk Kardinal dan karya lainnya untuk Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Filipina. Hubungan Muslim dengan majelis ini telah lama terjadi dan bahkan kami memiliki beberapa pidato para ulama Islam dalam pertemuan-pertemuannya, yang telah membantu memperbaiki hubungan dan mengubah perspektif.
Saya ingat bahwa Kardinal mengatakan, jika Anda ingin memperbaiki hubungan Anda dengan saudara-saudara Muslim, maka berbicaralah dengan mereka, makan bersama dan berilah mereka hadiah. Tindakan-tindakan ini memainkan peran penting dalam hubungan antara Muslim dan Kristen di negara ini. Ini adalah contoh dari apa yang seharusnya kita lakukan. Kami ingin mengadakan dialog antara para pemimpin agama senior Iran dan para pemimpin Kristen di Filipina.
Pentingnya Peran Agama
Di Indonesia, yang memiliki populasi Muslim terbesar dan juga di Malaysia, agama terpisah dari pemerintah. Selama bertahun-tahun, agama Kristen dan agama-agama lain di Filipina telah mencoba mempengaruhi pemerintah. Mereka ingin pemerintah berperilaku etis dan konflik ini ada. Tetapi ini tidak terjadi di Iran dan agama dekat dengan pemerintah. Iran sangat menarik dalam hal bagaimana agama bekerja di ranah politik. Saya ingin belajar lebih banyak tentang hal itu karena (di negara lain) ada banyak masalah dengan pemerintah dan banyak kebijakan ditentang oleh komunitas agama. Di Filipina, karena kebijakan pemerintah terhadap umat Islam, gereja-gereja ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait hal ini ke pemerintah.
Di setiap tempat di Iran, saya melihat tanda-tanda pengaruh agama dalam kehidupan masyarakat, seperti gaya berpakaian dan berbicara, juga yang menarik adalah bahwa religiusitas bukan terkait pada masjid semata. Agama hadir di mana-mana dan merupakan bagian dari kehidupan sosial, suatu negara telah menciptakan hubungan antara aspek pribadi dan aspek sosial agama, maka perlu diperhatikan.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)