Al-Azhar mengeluarkan pernyataan tentang keharaman dan kriminalisasi kekerasan seksual terhadap perempuan, yang dapat dianggap sebagai tonggak penting dalam upaya menghentikan penganiayaan terhadap perempuan.
Menurut laporan IQNA dilansir dari Middle East Eye, Al-Azhar, yang memiliki pengaruh besar pada muslim Mesir dan mendidik sebagian besar imam jamaah di negara ini, kali ini telah menggunakan Facebook dan Twitter, sehingga dengan cara baru ini mengecam kekerasan terhadap perempuan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh lembaga agama tertinggi ini menyatakan: Al-Azhar mengumumkan bahwa kekerasan terhadap perempuan harus dianggap sebagai kejahatan dalam semua keadaan dan lokasi. Menyalahkan perempuan dikarenakan pakaian atau perilaku mereka dalam terjadinya kekerasan seksual adalah pola pikir yang keliru. Kekerasan seksual berarti menyerang privasi perempuan serta karakter dan kebebasan mereka. Fenomena ini juga menyebabkan hilangnya rasa aman.
Al-Azhar menyerukan pembentukan undang-undang anti-kekerasan untuk menghukum para penjahat, mendesak organisasi non-pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya yang disebabkan oleh kekerasan seksual. Dalam Tweet Al-Azhar, dikatakan bahwa kekerasan seksual adalah haram, perilaku benar-benar dikecam dan tidak dapat diterima.
Sebuah undang-undang disahkan di Mesir pada tahun 2014, yang menurutnya hukuman kekerasan seksual terhadap perempuan adalah 5 tahun penjara, namun menurut Human Rights Watc, undang-undang tersebut telah diterapkan dalam sangat sedikit kasus.
Awal-awal tahun ini, kelompok-kelompok HAM mengumumkan, dalam sebuah pernyataan bahwa polisi perempuan telah memulai kampanye anti-kekerasan terhadap perempuan sejak 2013, dan ini nampak lebih jelas di tempat-tempat umum, terutama dalam liburan yang sibuk, tetapi para pelaku dihukum dalam beberapa kasus semata.
Pada bulan Juli, seorang turis Lebanon ditangkap di Mesir karena dalam sebuah video yang dibagikan di media sosial, yang mengeluhkan serangan dirinya di Mesir.
Dengan bertolak bahwa pemerintah Mesir jelas telah menghukum para perempuan yang menjadi korban kekerasan dan tidak melakukan apa pun untuk menghukum para pelaku, keputusan Al-Azhar, yang menganggap kekerasan jalanan adalah dosa dan tidak dapat dibenarkan, sangat penting.
Menurut laporan yang dirilis oleh Thomson Reuters Foundation tahun lalu, Kairo dianggap sebagai kota metropolitan paling berbahaya bagi perempuan. Aktivis hak-hak perempuan mengatakan kekerasan terhadap perempuan telah meningkat di Kairo setelah pemberontakan tahun 2011 yang dilakukan untuk perubahan sosial di Mesir.
Tahun lalu, pengamat anti-kekerasan dan ekstremisme yang berafiliasi dengan Al-Azhar Mesir mengumumkan peluncuran sebuah kampanye populer berjudul "Kamu adalah Raja," dengan tujuan menekankan pentingnya peran perempuan dalam Islam dan posisi mereka dalam Agama suci. Kampanye ini memulai kinerjanya melalui jejaring sosial dan dengan pendekatan untuk meluruskan konsep, kebiasaan, tradisi-tradisi keliru dalam rangka mencegah penindasan perempuan dan mengakui hak-hak mereka.
Markas ini dengan menekankan dukungan terhadap perempuan dan menghindari penghinaan atas mereka mengingatkan, Nabi (saw) bersabda bahwa orang yang mulia adalah orang yang menghormati perempuan dan orang yang buruk adalah orang yang berperilaku buruk terhadap perempuan.
(Middle-East-Eye/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)