Semenjak pecahnya perang di Yaman, Maret 2015 lalu, lebih dari 8.600 orang terbunuh dan 49.000 orang terluka. Menurut laporan bbc, kebanyakan dari mereka terbunuh atau pun terluka karena serangan udara dari pasukan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi.
Konflik dan blokade yang dilakukan oleh pasukan koalisi terhadap Yaman juga menyebabkan krisis pangan terbesar di dunia yang mengakibatkan sebanyak 20 juta warga Yaman terancam kematian. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan, bahwa dengan hancurnya infrastruktur sipil, blokade makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, Yaman telah jatuh ke dalam situasi bencana kemanusiaan.
Dilaporkan oleh Al-Jazeera, konflik di Yaman terjadi karena gagalnya proses transisi politik dari Presiden Ali Abdullah Saleh ke Abdrabbuh Mansour Hadi pada November 2011. Setelah naik ke tampuk kekuasaan Hadi mesti berhadapan dengan persoalan-persoalan dalam negeri seperti serangan Al-Qaeda, bangkitnya gerakan separatis Sunni di Yaman Selatan, terbagi duanya loyalitas di kubu militer, korupsi, kesulitan pangan, dan pengangguran.
Di dalam negeri, Hadi kemudian menghadapi pemberontakan dari berbagai pihak yang tidak puas terhadap kepemimpinannya. Arab Saudi bersama negara sekutu turut campur tangan dan melakukan operasi militer terhadap pemberontak untuk membela Hadi yang mereka anggap sebagai pemerintahan yang sah. Sampai hari ini, perang masih berlangsung di Yaman.
Menyingkapi perilaku Saudi, Human Right Watch (HRW), sebuah NGO (Non Governmental Organization) internasional yang bergerak di bidang advokasi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dalam laporan terbarunya membeberkan berbagai kejahatan kemanusiaan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang telah menyebabkan krisis di Yaman.
Dilansir dari liputanislam.com, direktur HRW untuk Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, mengatakan, “pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang terlibat dalam konflik di Yaman telah berulang kali menyerang kawasan pemukiman sipil dan memperparah krisis kemanusiaan di Yaman melalui blokadenya di tahun 2017, sebagaimana juga telah mencegah bantuan kemanusiaan ke sebagian kota di Yaman, dan melakukan berbagai pelanggaran berbahaya terhadap undang-undang perang.”
Sarah Leah Whitson, direktur HRW untuk Timur Tengah. (Foto: Pars Today)
Whitson juga mengatakan bahwa semua pihak yang berperang di Yaman sudah sekitar tiga tahun melakukan kejahatan perang tanpa ada rasa khawatir akan mendapat pengaduan dan sanksi hukuman dari pihak lain.
Putera Mahkota yang juga sekaligus Menteri Pertahanan Saudi, Mohammad bin Salman (MbS), juga disinggung oleh Whitson. Dewan Keamanan PBB sudah seharusnya menjatuhkan sanksi hukuman terhadap para petinggi militer koalisi Arab, termasuk MbS, karena telah menghalangi bantuan kemanusiaan dan melakukan berbagai pelanggaran lain, katanya.
HRW kemudian menyebutkan bahwa pasukan koalisi pimpinan Saudi telah menggunakan bom cluster, melancarkan puluhan serangan udara secara membabi buta yang tidak tepat sasaran, sehingga menjatuhkan ribuan korban jiwa sipil. HRW menilai bahwa tindakan tersebut melanggar undang-undang perang.
HRW juga menjelaskan bahwa pasukan koalisi menghalangi masuknya barang ke pelabuhan-pelabuhan laut yang dikuasai kelompok Houthi (Ansarullah), menutup pelabuhan-pelabuhan vital, menghancurkan infrastruktur, membatasi kedatangan para pekerja bidang kemanusiaan, menghancurkan barang-barang kebutuhan darurat bagi kelangsung hidup warga sipil, mengabaikan kondisi kritis warga sipil, dan bahkan dengan sengaja membuat lapar warga sipil sebagai bagian dari strategi peperangan, sehingga tindakan tersebut tergolong kejahatan perang.
(BBC/Al-Jazeera/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar