Oleh: Mohamad Guntur Romli
Buni Yani Divonis Bersalah dan Dibui 1.5 Tahun tapi Tidak Dijebloskan ke Penjara, Mengapa Ini Vonis bisa disebut Vonis Bodong?
Vonis atas Buni Yani aneh, Majelis Hakim memutuskan Buni Yani terbukti bersalah dan dibui 1.5 tahun, tapi tidak ditahan alias dijebloskan ke penjara. Menurut pertimbangan Majelis Hakim, Buni Yani tidak langsung ditahan dan dimasukkan ke dalam penjara karena selama dalam persidangan tidak ditahan.
Vonis ini jelas-jelas aneh, tidak adil dan tercium “bau busuk”. Disebut aneh karena meski sudah diputuskan bersalah dan dibui 1.5 tahun tapi tidak ada tindakan penahanan.
Lantas buat apa vonis bersalah dan bui 1.5 tahun itu?
Semestinya kalau sudah bersalah dan divonis penjara langsung dijebloskan ke penjara. Tapi vonis ini malah tidak ada sanksi/hukuman sama sekali, vonis ini bisa mendorong pada kejahatan, karena kejahatan bisa tidak diberikan sanksi, meski tetap diketahui bahwa kejahatan itu jahat.
Hukum pidana tanpa sanksi bukan hukum, tapi sekedar taushiyah alias nasehat, kejahatan tanpa sanksi bisa disebut tidak jahat, mungkin suatu hal yang bisa dimaklumi. Ini bahaya sekali.
Vonis ini disebut tidak adil apabila dibandingkan dengan vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang divonis 2 tahun penjara langsung ditahan/dibui, meskipun Ahok sama dengan Buni Yani selama persidangan tidak ditahan. Apakah karena Ahok yang sering dikaitkan dengan kelompok minoritas maka hukum tajam ke dia, tapi karena Buni Yani menjadi simbol kelompok-kelompok yang selama ini intimidatif dan mengaku-aku sebagai mayoritas maka hukum tumpul padanya.
Sedangkan 3 orang petani yang bersengketa dengan Perhutani soal kasus tanah dan agraria divonis dari tinggat PN sampai MA (dengan cepat dan hanya butuh waktu 10 bulan) divonis 8 tahun penjara dan denda 10 Miliar! (baca: http://www.gunromli.com/2017/11/katib-aam-pbnu-bela-warga-nu-yang-dipenjara-8-dan-denda-10-miliar-gara-gara-kasus-tanah-dengan-pt-semen/)
Inilah fenomena penegakan hukum yang tebang-pilih, hukum yang mudah dibengkokkan, lurus dan tajam ke pihak yang lemah, tapi tumpul pada pihak yang dianggap kuat dan keras.
Fenomena penegakan hukum yang tidak adil dan diskriminatif seperti ini hanya membawa pada kehancuran, yang sudah tegaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya:
“Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kamu sekalian adalah karena apabila ada orang yang kuat di antara mereka itu mencuri maka mereka membiarkanya dan apabila ada orang yang lemah di antara mereka itu mencuri maka dilaksanakanlah hukuman itu kepadanya. Demi Allah seandainya Fathimah putri Muhammad Saw. Itu mencuri niscaya aku akan memotong tanganya”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Inilah penegasan penindakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu dari Nabi mulia, Muhammad Saw, sampai-sampai apabila Sayyidah Fathimah ketahuan mencuri maka hukuman potong tangan tetap berlaku padanya.
Karena vonis tadi aneh dan tidak adil maka tercium “bau busuk”. Seperi daging yang sudah tidak segar dan bau busuk karena terserang kuman dari luar. Saya ingin mengutip pernyataan Habib Muannas Alaidid. SH yang mengawasi kasus Buni Yani, dari dua hari lalu sudah menyatakan ada upaya kekuatan dan intervensi untuk membebaskan Buni Yani. Kalau bukan karena intervensi maka antara vonis dan tindakan selanjutnya harus menyambung. Buni Yani divonis bersalah dan dibui 1.5 tahun, tapi tidak ditahan. Ini sama saja dengan vonis bodong!
Saya harap Jaksa mengajukan banding dan terus mengawal kasus Buni Yani ini agar keadilan bisa ditegakkan dan kejahatan bisa menerima hukuman dan sanksi yang seadil-adilnya.
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar