Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshidiqie menyesalkan sikap Pemerintah Arab Saudi yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Menurutnya, sikap Saudi yang senantiasa menunjukkan permusuhan kepada Iran itu justru enggan mempermasalahkan kebijakan Israel dan Amerika Serikat yang menindas Palestina.
Harian Republika melaporkan dari kantor ICMI Jakarta, 13 Desember, Jimly mengatakan, “Kami menyesalkan sikap Saudi Arabia. Hanya karena ingin menampilkan permusuhan dengan Iran, anti Syiah, secara sepihak mereka membuka hubungan diplomatik dengan Israel tanpa melihat roadmap penyelesaian masalah yang terbengkalai Palestina yang tidak selesai-selesai,” ujarnya.
Menurut Jimly, hubungan Saudi dengan Israel juga turut memperlemah posisi dunia Islam, dan inilah yang dimanfaatkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. “Jadi kita tidak hanya mengecam Amerika Serikat, tapi sikap Saudi juga harus kita kritik. Jadi dunia Islam jangan terpecah belah, ” lanjut Jimly.
Terkait dengan keputusan Trump untuk mendukung pemindahan Ibu Kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, Jimly mengatakan ICMI mengecam keras dan mengutuk keputusan Amerika yang mengakui secara sepihak Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan tersebut, menurutnya, membuktikan Amerika gagal dalam menciptakan perdamaian dan menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
“Kita mengecam keras, kita mengutuk dan itu membuktikan bahwa AS gagal menempatkan diri sebagai negara yang memberi harapan untuk solusi. Sayang sekali mereka tidak tampil dengan solusi,” ujarnya.
Menurut Jimly, masalah Palestina bukan hanya merupakan masalah umat Islam, namun masalah kemanusiaan. Untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel, maka seluruh umat baik masyarakat Kristiani, Yahudi, dan Muslim harus bersatu dan hidup rukun. “Ini sama-sama keturunan Nabi Ibrahim. Hanya bisa selesai masalah Palestina kalau tiga ini rukun,” kata Jimly.
Jimly juga menilai, pentingnya negara-negara Barat untuk menggandeng dunia Islam menghadapi persaingan dan peradaban sekarang ini. “Jangan memusuhi dunia Islam seperti sekarang,” tutupnya.
Saudi dan Israel sebenarnya tidak memiliki hubungan diplomatik yang resmi, namun belakangan ini, sebagaimana dilaporkan oleh CNN, hubungan Saudi dan Israel tampak menghangat. Pada bulan Oktober lalu, Pangeran Turki bin Faisal al Saud mengunjungi Sinagog di New York. Di sana dia duduk bersebelahan dengan Efraim Halevy, mantan pimpinan Mossad, dalam sebuah acara diskusi panel yang membicarakan masa depan Timur Tengah.
Efraim Halevy (paling kiri) duduk bersama Pangeran Turki bin Faisal al Saud (sedang memegang micropone) di sebuah sinagog di New York. (Foto: Israel Policy Forum)
Pangeran Turki bin Faisal al Saud, yang telah menjadi pimpinan Intelejen Arab Saudi selama 24 tahun ini, duduk bersama Efraim Halevy. Mereka terlihat tenang dan santai, bahkan beberapa kali terlihat tertawa bersama di hadapan para pengunjung yang menghadiri acara tersebut. Ini merupakan pemandangan yang mustahil terjadi pada beberapa tahun yang lalu.
Pertemuan tokoh penting Saudi dengan Israel ini bukan pertama kalinya terjadi, di tahun 2016, mantan Jendral Saudi, Anwar Eshki mengunjungi Yerusalem dan bertemu dengan politisi Israel. “Konflik Israel-Palestina bukanlah sumber terorisme, tapi memang menciptakan lahan subur bagi tindakan terorisme di wilayah tersebut,” kata Anwar. “Jika konflik teratasi, negara-negara yang mengeksploitasi isu Palestina, yaitu Iran, tidak akan dapat memanfaatkannya lagi.”
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Gadi Eizenkot. (Foto: Thomas Coex/AFP/Getty Images)
Di bulan November, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Gadi Eizenkot, untuk pertama kalinya melakukan sebuah wawancara dengan media Saudi, Elaph. Di dalam wawancara tersebut Eizenkot mengatakan, “kami siap untuk berbagi informasi jika perlu (dengan Saudi terkait Iran)…. Ada banyak kepentingan bersama di antara kita.”
(Republika/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar