Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Potensi Kelas Menengah di Era Revolusi Digital

Potensi Kelas Menengah di Era Revolusi Digital

Written By Unknown on Kamis, 01 Maret 2018 | Maret 01, 2018


Dalam rapat koordinasi nasional Kamar Dagang dan Industri beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyinggung perlunya menyerap potensi kelas menengah Indonesia. Dalam tempo 27 tahun, jumlah mereka akan mencapai sekitar 200 juta jiwa. Presiden juga mengajak para pengusaha memastikan ketersediaan produk yang mereka gemari. Namun ada sejumlah tantangan untuk mewujudkan hal tersebut.

Kelas menengah dapat menciptakan lingkaran kebaikan (virtuous cycle) yang menggerakkan ekonomi, baik dari sisi pasokan maupun permintaan. Mereka berpotensi meningkatkan permintaan domestik dan mendorong investasi serta penggunaan teknologi yang lebih kompleks. David Madland (2011) menyatakan kelas menengah berinvestasi tinggi pada pendidikan dan membentuk etos kerja keras karena kesadarannya bahwa sumber utama penghasilan mereka adalah gaji dan keuntungan usaha, bukan modal yang diwariskan.

Kelas menengah juga bergantung pada fasilitas publik. Akibatnya, mereka menaruh perhatian lebih untuk memastikan pemerintah merancang dan menerapkan kebijakan yang inklusif dan bermanfaat untuk semua golongan. Hal ini meningkatkan partisipasi masyarakat, baik dalam politik maupun usaha, untuk dapat mempromosikan kompetisi yang adil.

Namun lingkaran kebaikan itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Kelas menengah yang mengkonversi keuntungan ekonomi menjadi kedewasaan politik ini dibangun dari pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini didasari oleh proses perbaikan keterampilan dan peningkatan produktivitas, bukan melalui easy credit atau ledakan komoditas, yang akan membentuk kelompok yang rentan terhadap tantangan dan gejolak ekonomi (Birdsall, 2016).

Indonesia perlu menggerakkan perekonomiannya dengan kegiatan yang bernilai tambah tinggi dan berkapasitas menciptakan lapangan kerja yang juga berproduktivitas tinggi. Kelas menengah yang terbentuk di atas fondasi yang kuat akan lebih siap dalam menghadapi tantangan besar di depan mata. Kehadiran revolusi industri keempat atau revolusi digital dikhawatirkan akan membentuk perekonomian yang terpolarisasi, memperlebar ketimpangan, dan memukul keras kelas menengah.

Lantas, apa yang dapat membantu mereka? Pertama, sebagaimana manusia secara intensif bekerja berdampingan dengan teknologi yang terus berkembang, diperlukan liquid workforce, yaitu pekerja yang mampu terus belajar untuk memperoleh keterampilan baru dan beradaptasi dengan cepat serta berubah sesuai dengan kebutuhan. Sanjay Rajagopalan, Deputi Direktur Infosys, mengungkapkan bahwa sistem pendidikan sejak dini yang mudah diakses dan berfokus untuk mengasah kemampuan memecahkan masalah, kreativitas, dan empati memegang peranan yang penting. Di sisi lain, pemerintah bersama dengan swasta perlu mengadakan pelatihan dan pelatihan ulang yang terjangkau dan tepat sasaran.

Kedua, kebijakan yang membantu mereka mengatur ekspektasi pengeluaran dan daya beli di masa depan akan menjaga lingkaran kebaikan mereka terus berputar. Keberadaan jaring pengaman sosial, selain penting untuk menyokong masyarakat yang kesulitan menyesuaikan diri, juga berarti alokasi modal yang lebih banyak karena biaya untuk menyokong masa tua orang tua mereka kini lebih ringan. Contoh lainnya, berbagai kebijakan yang meringankan kepemilikan rumah pertama akan sangat membantu. Kebijakan semacam ini sangat diperlukan, mengingat sampai 2030 akan ada sekitar 61 juta tambahan angkatan kerja yang bakal membutuhkan tempat tinggal.

Ketiga, kebijakan dan regulasi yang mendorong berkembangnya teknologi secara inklusif, seperti pembangunan infrastruktur (termasuk Internet), perbaikan iklim usaha yang menarik, dan transfer teknologi serta keterbukaan akses modal untuk mendukung kewirausahaan, juga akan membantu. Ekonom Raden Pardede menyebutkan bahwa ketangkasan pemerintah dalam menanggapi revolusi industri ini akan menentukan kemampuan satu bangsa untuk naik ke tahap revolusi selanjutnya. Menurut dia, ini semua mengenai A3D, yakni adopt, adapt, adjust, or die atau mengadopsi, beradaptasi, penyesuaian, atau mati.

Kelas menengah merupakan segolongan masyarakat dengan harapan dan potensi dalam memasok sumber daya manusia yang berkualitas serta berkapasitas dalam konsumsi dan investasi. Soal kualitas bukanlah mengenai siapa yang lebih baik, melainkan kemampuan untuk menciptakan berbagai kemungkinan dan keunggulan untuk memilih tujuan mana pun dengan biaya seminimal mungkin, termasuk dalam menghadapi masa transisi di revolusi digital.

(Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: