Sebagai orang yang ikut dan terlibat umroh bersama 999 Banser, saya ingin memberikan kesaksian, terkait Ya Lal Wathan di tempat sa’i.
Mohon maaf baru bisa menulis panjang, setelah berkonsentrasi umroh dan ziarah di Madinah serta saat ini baru keluar dari Tanah Haram.
Kesaksian dan kronologi ini saya tulis sebagai panggilan pribadi di tengah maraknya serangan, kecaman hingga bullyan terhadap Banser dan Ansor, yang dibingkai dalam framing “Banser nyanyi-nyanyi di tempat sa’i” sehingga orang yang tidak paham pun dengan mudah menelan fitnah ini yang memang digerakkan oleh kelompok yang tak bertanggungjawab yang saya lihat untuk mengalihkan isu Penangkapan Gerombolan MCA yang menggunakan istilah Moslem untuk kelompok yang menghalalkan fitnah, hoax, kebencian dan adu domba di medsos.
Saya pun telah meminta kawan-kawan pegiat media sosial di Tanah Air untuk melacak akun-akun yang membully Banser, sembari menunggu laporan dari mereka dan tetap konsentrasi umroh serta ziarah, ternyata benang merahnya pihak-pihak yang menyerang Banser Ansor, mereka merupakan simpatisan MCA.
Peristiwa Ya Lal Wathan di Tempat Sa’i terjadi saat umroh kedua, Sabtu 24 Februari setelah Shalat Ashar. Dalam umroh pertama Rabu 22 Februari dini hari saat baru pertama kali kami sampai di Tanah Suci Mekkah, tidak ada kejadian ini.
Umroh kedua berlangsung setelah kami zairah ke tempat-tempat suci, yang umumnya menjadi tujuan saat berhaji, awalnya dari Jabal Tsur, tempat Nabi mengelabui kejaran musuh bersama Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq, sblum melanjutkan rute hijrah ke Madinah, kemudian ke Padang Arafah tempat wukuf jamaah haji, ke Jabal Rahmah, ke tempat pertemuan Nabi Adam dan Ibunda Hawa’, ke Muzdalifah, melihat tempat mabit, terus ke Mina, tempat mabit selanjutnya hingga tugu-tugu jamarat untuk melempar batu jumrah.
Setelah itu kami ke Ji’ronah, untuk mengambil miqot, berniat umroh dan memakai ihrom serta shalat sunnah 2 rakaat.
Selanjutnya kami ke Masjidil Haram, thawaf, berdoa setelah thawaf, kemudian menuju mas’a (tempat sa’i), dan melaksanakan ibadah sa’i.
Dalam ibadah thawaf dan sa’i dipimpin oleh muthawwif, yang merupakan sahabat-sahabat Banser Ansor yang tinggal di Mekkah, Madinah dan Jeddah, secara bergantian, doa-doa seperti yang termaktub dalam buku manasik haji, dilantunkan bersama-sama, doa yang berbeda-beda baik di setiap putaran thawaf hingga setiap perjalanan sa’i dibaca bersama-sama pula.
Di tengah proses Sa’i terdengar adzan Ashar berkumandang, kami pun shalat jamaah Ashar di Mas’a (Tempat Sa’i), setelelah shalat jamaah kami melanjutkan untuk menyempurnakan ibadah sa’i.
Dalam perjalanan terakhir, ketujuh antara Shafa dan Marwa, setelah melantunkan doa perjalanan sa’i ketujuh, kami melantunkan bacaan Istighfar, seperti lantunan di awal Syiir Tanpo Waton yang terkenal itu (tapi syiir Jawa nya tidak dibacakan), kemudian lantunan Allahul Kafi Rabbunal Kafi… Nah sebelum finish di Bukit Marwa, secara spontan ada yang melantunkan Ya Lal Wathan, maka secara spontan pula, jamaah lain yang rata-rata terbiasa melantunkan Ya Lal Wathan mengikuti.
Bahwa Ya Lal Wathan, hubbul wathan minal iman… Indonesia biladi… yang dilantunkan yang versi Arabnya, yang dikarang oleh KH Wahab Hasbullah dari sanad dan diijazah oleh KH Maimoen Zubair. Versi Indonesia Ya Lal Wathan tidak dilantunkan, karena versi ini baru ada belakangan.
Bahwa Ya Lal Wathan bagi Banser dan Ansor serta warga Nahdliyin umumnya bukanlah syair dan lagu sembarangan, syair ini selain doa juga tenaga membangkitkan cinta tanah air (hubbul wathan minal iman) yang tidak memisahkan antara ajaran cinta tanah air dengan ajaran agama. Membela Tanah Air adalah Ibadah.
Ya Lal Wathan di tempat sa’i adalah doa untuk negeri, seperti halnya Nabi Ibrahim yang juga mendoakan negeri Mekkah dan penduduknya yg kemudian diabadikan dalam Quran, Allahummaj’al hadza baladan aminan… “Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman sentosa, berikanlah rezeki dari buah-buahan.. (Al-Baqarah 126).
Hingga kami finish di Buki Marwa, tidak ada teguran baik dari muthawwi’ (satgas agama/polisi syariah dari Hai’ah Al-Amr bil Ma’ruf wa Nahi anil Munkar) dan Security Masjidil Haram (Amnul Masjidil Haram) yang bertebaran di setiap sudut masjid. Di Bukit Marwa, banyak sekali Polisi Syariah dan Security Masjidil Haram yang merupakan pintu keluar untuk mengakhiri ibadah umroh dengan tahallul. Kami masih sempat baca doa setelah sa’i, bertahallul dengan memotong rambut bergantian, berdoa, dan berfoto-foto yang disambut pelangi di Bukit Marwa setelah Umroh.
Baik polisi syariah dan security, hanya tersenyum saat kami melantunkan Ya Lal Wathan, mungkin mereka ikut senang dan setuju dengan kalimat hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman), mereka sebagai orang Saudi tentu saja mencintai negerinya, Negeri Saudi, seperti halnya kita sebagai orang Indonesia yang mencintai negeri Indonesia.
Pengalaman saya yang pernah 2 kali ke Makkah Madinah untuk beribadah haji (alhamdulillah) dan menjadi guide yang juga ditegaskan oleh sahabat-sahabat Banser, Ansor yang tinggal di Arab Saudi yang menjadi muthawwif, segala tindakan yang dianggap pelanggaran di Masjidil Haram, akan langsung ditindak oleh Polisi Syariah atau Security Masjidil Haram, ditindak langsung di tempat, dari larangan, teguran, hingga penangkapan.
Saya sendiri haqqul yaqin, selama tidak ada teguran apalagi penangkapan pada kami saat sa’i oleh polisi syariah dan security masjid, maka Ya Lal Wathan tidak jadi masalah saat di lokasi acara.
Padahal segala pelanggaran tidak ada ampun dan tidak ada toleransi di Masjidil Haram. Pelanggaran akan dilarang, ditegur di tempat, sampai penangkapan, pemenjaraan hingga dideportasi (tarhil) dari Saudi Arabia.
Polisi Syariah dan Security Masjid tidak pandang bulu menangkap jamaah, tidak pandang posisi dan kedudukannya, mereka akan menangkap dulu, kalau itu termasuk pelanggaran berat, menahannya, setelah itu baru menunggu dari pihak kedutaan.
Ya Lal Wathan menjadi perhatian kemudian polemik setelah diunggah di media sosial, kemudian ada kelompok-kelompok yang memang tidak menyukai Banser Ansor, yang rata-rata simpatisan MCA yang menggoreng isu ini.
Saya sendiri mengunggah foto dan video secara kronologis dari sebelum thawaf, saat thawaf, doa setelah thawaf, niat sebelum sa’i, doa-doa saat jalan sa’i, istighfar sampai selesai, tapi yang menjadi sosotan hanyalah penggalan Ya Lal Wathan sebelum finish.
Sekali lagi setelah Sa’i tidak ada teguran dari pihak polisi syariah dan Security Masjid.
Setelah peristiwa ini ada juga imbas positif terkait perdebatan kebolehan melantunkan syair saat sa’i dan umroh atau haji secara umum, Gus Asnawi Wakil Sekretaris Bahtsul Masail PBNU juga ikut menulis, hingga ada yang menyebut bahwa Ya Lal Wathan yang tidak bisa disebut lagu biasa, karena sudah dianggap Doa Hizib yang dikarang KH Wahab Hasbullah untuk Indonesia.
Pada intinya, saya ingin menyitir perkataan Ketua GP Ansor dan Panglima Tertinggi Banser Gus Yaqut bahwa Banser tidak alergi kritik, segala perbedaan dan kritik diterima dengan lapang dada, namun apa yang dilakukan Banser saat sa’i memiliki argumentasi sendiri, tapi bagi yang tidak setuju, Banser dan Ansor pun menghormatinya, seraya juga meminta pihak-pihak untuk menghormati pilihan dan argumen Banser Ansor. Bahwa Banser dan Ansor senantiasa menghormati dan menghargai pihak-pihak yang memiliki perbedaan pandangan fiqih dan juga yang secara ikhlas ingin memberikan kritik dan teguran pada Banser dan Ansor.
Tapi apabila peristiwa ini menjadi polemik dan kontroversi (yang saya lihat adalah rekayasa kelompok-kelompok yang memang tidak suka Banser dan pengalihan isu dari penangkapan MCA) dalam keterangan pers, Gus Yaqut telah meminta maaf.
Namun bagi saya, segala kontroversi dan polemik terkait peristiwa ini merupakan rekayasa kelompok-kelompok tertentu, karena seperti yang telah saya jelaskan panjang lebar di atas, saat sa’i dan setelah sa’i tidak ada teguran dari pihak keamanan di Masjidil Haram yang setiap kegiatan di setiap sudut masjid tidak pernah lepas dari pantauan CCTV.
Ada pihak-pihak yang menekan seperti Dubes Indonesia di Saudi, ada yang bertanya dan menggoreng isu ini ke Dubes Saudi di Indonesia, yang semuanya berasal dari kelompok-kelompok yang memang pada dasarnya tidak suka pada Banser dan Ansor.
Sebagai penutup, bagi yang memiliki perbedaan fiqih, Banser dan Ansor tetap menghormati, bagi mereka yang memberikan kritik hingga teguran yang argumentatif dan baik, namun bagi pihak-pihak yang ingin menjatuhkan Banser Ansor NU, bahwa Ya Lal Wathan yang tak hanya sekadar lagu tapi merupakan doa hizib akan selalu dilantunkan dengan penuh semangat, tenaga dan cinta oleh Sahabat-Sahabat Banser Ansor.
– يا للوطن يا للوطن يا للوطن
حب الوطن من الإيمان
ولا تكن من الحرمان
إنهضوا أهل الوطن
يا للوطن يا للوطن يا للوطن حب الوطن من الإيمان
ولا تكن من الحرمان
إنهضوا أهل الوطن
إندونيسيا بلادي
أنت عنوان الفخاما
كل من يأتيك يوما
طمحا يلقى حماما
Teks ini adalah doa dan ajakan cinta tanah air.
Bila dianalogikan dengan doa Nabi Ibrahim AS yang mendoakan negeri Makkah dan penduduknya yang diabadikan dalam Quran:
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman sentosa, berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
(QS Al-Baqarah 126)
Wallahu a’lam bis shawab.
Kamis, 1 Maret 2018, di atas Pesawat Perjalanan Pulang dari Jeddah ke Tanah Air.
Mohamad Guntur Romli
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar