Ilustrasi
Oleh: Muhammad Zazuli
Di negeri ini ada sekelompok orang aneh, kelompok sakit jiwa tapi ngebet sekali pingin berkuasa. Mereka teriak “Ganti Presiden” tapi bingung jika ditanya siapa kader mereka yang dicintai rakyat dan layak jadi presiden. Mereka gemar sebar fitnah, hoax, isu SARA dan ujaran kebencian tapi justru merasa sedang menjalankan perintah agama. Mereka mengaku sebagai pejuang agama tapi perilaku dan tindakannya jauh dari nilai agama bahkan aksi dan sepak terjangnya justru malah semakin sukses mempermalukan agama jadi bahan tertawaan. Mereka mengaku beragama tapi mulut fasih memaki “bangsat, anjing, babi, halal darahnya”.
Hanya soal kaos “Ganti Presiden” saja mereka tega mempersekusi ibu dan anak di acara CFD. Tapi bukannya mengakui, menyesali dan meminta maaf atas insiden memalukan itu namun mereka justru balik memfitnah bahwa ibu dan anak itu adalah penyusup yang melakukan akting dan rekayasa untuk menyudutkan mereka. Mereka suka mendzalimi tapi justru memutar balik fakta dan gantian teriak merasa sebagai pihak yang didzalimi.
Bayangkan bagaimana jika orang-orang licik dengan kwalitas rendahan semacam ini bisa berkuasa di negeri ini? Pastilah ini bakal jadi bencana dan kemalangan besar bagi bangsa ini. Jika saat kampanye saja mereka sekasar, sebarbar dan seprimitif ini maka bagaimana jika mereka memegang amanah dan tanggung jawab besar dalam pengelolaan negara dengan anggaran ribuan trilyun? Pastilah bakal segera hancur nasib negara ini.
Ideologi konflik, politik identitas, politik kebencian, isu SARA, primordialisme, radikalisme dan sentimen agama adalah alat utama agar mereka bisa berkuasa di negeri ini. Tempat ibadah dijadikan ajang kampanye, propaganda, sarana menghasut massa, ajang caci maki dan menyebar kebencian. Bagi mereka asal Anda bisa bertakbir sambil memaki Jokowi, pemerintah dan kyai NU, Anda sudah akan langsung disebut ulama tanpa harus susah payah menimba ilmu agama di pondok pesantren selama puluhan tahun. Instan, cepat dan setengah gila !!
Tidak ada program, misi visi dan prestasi kerja nyata yang bisa mereka tawarkan selain hanya politik adu domba, siasat pecah belah dan penyebaran fitnah dan kebencian saja yang mampu mereka lakukan. Hanya itu yang mereka bisa lakukan karena sesungguhnya hanya itulah hal yang mereka punya. Hanya kebencian yang bisa mereka tunjukkan karena hanya itulah yang ada dalam hati dan pikiran mereka. Parahnya ajaran radikal mereka sudah merasuk cukup dalam mulai dari sekolah TK, SD, SMA, Perguruan Tinggi, BUMN hingga instansi-instansi negara.
Fungsi oposisi yang mereka jalankan bukanlah oposisi yang cerdas, berkwalitas, berimbang, profesional dan punya kontribusi untuk negara melainkan sekedar libido berkuasa dan hasrat menjegal lawan dengan segala cara. Mereka tidak pernah berpikir untuk mengabdi dan melayani demi kebaikan bangsa melainkan hanya ambisi berkuasa bagi kelompoknya saja. Setiap saat mereka sibuk mencari dan menyebarkan isu, hoax dan fitnah baru untuk menjatuhkan pemerintahan.
Mereka teriak isu kebangkitan PKI padahal yang sebenarnya bangkit adalah kelompok radikal dan sel-sel teroris. Mereka teriak isu serangan tenaga kerja asing padahal tenaga kerja Indonesia lebih banyak yang kerja di luar negeri dan disana tidak ada seruan “serangan tenaga kerja Indonesia”. Mereka teriak soal hutang luar negeri padahal rasio hutang kita sehat dan memiliki peringkat bagus sebagai negara tujuan investasi. Mereka teriak Jokowi anti Islam padahal pemerintah sekedar anti radikalisme dan kampretisme yang membahayakan kedamaian, kerukunan dan kesatuan bangsa.
Jokowi tidak pernah korupsi sapi, tidak pernah culik orang, tidak pernah bakar sekolah dan tidak pernah bikin chat porno tapi dibenci setengah mati bagaikan setan saja. Sementara yang korupsi sapi, yang pernah culik orang dan yang bikin chat mesum justru dibela layaknya orang suci. Yang bersih, jujur dan mengabdi untuk rakyat malah dimusuhi sementara yang ga jelas manfaat dan jasanya bagi negara justru disanjung puji bagai pahlawan.
Mereka seringkali lebih sok peduli pada bangsa lain daripada terhadap bangsa sendiri. Mereka ngamuk ketika ada warga Palestina terusir tapi diam seribu bahasa saat negeri sendiri diguncang teror bom yang menewaskan banyak orang. Mereka bikin demo membela pemain sepakbola negara lain yang kebetulan seagama hanya karena urusan sepele yaitu cedera dalam permainan tapi diam seribu bahasa saat komunitas Ahmadiyah di negeri ini diserang, diusir, dirusak, dibakar bahkan dibunuh oleh kelompok mereka.
Saya rasa hanya orang gila saja yang membawa urusan olahraga ke ranah agama dan politik. Hanya orang sinting saja yang menganggap satu orang atlet sepak bola luar negeri sebagai representasi umat Islam sedunia yang harus dibela, disakralkan dan tidak boleh disenggol sampe cedera padahal cedera dalam olahraga adalah hal yang wajar dan biasa. Sungguh memalukan, sampai sekonyol dan segoblok itulah sikap mereka dalam beragama.
Mereka juga lebih bangga dengan negara lain tapi justru merendahkan negerinya sendiri. Mereka menyanjung puji pemimpin negara lain seperti Raja Arab dan Presiden Turki tapi justru mencaci maki Presiden sendiri. Padahal jika Jokowi punya kebijakan seperti Raja Arab dan Presiden Turki pasti sudah ada ribuan dari mereka yang masuk penjara atau kehilangan kepalanya karena dianggap melawan negara atau menghina kepala negara.
Anehnya lagi, mereka demo ketika ada satu warga Palestina yang tewas dibunuh Israel tapi diam seribu bahasa saat ada 10.000 warga Yaman yang tewas dibantai militer Arab Saudi. Jika pembantaian dilakukan oleh sesama orang Islam mereka diam saja. Mereka sama sekali bukan pembela kemanusiaan melainkan sekedar budak, kacung atau bahkan zombie yang memperjuangkan ego dan ambisi kelompoknya saja.
Para tokoh, ormas dan partai mereka tidak pernah mengutuk aksi terorisme seakan teroris adalah bagian dari mereka sendiri yang wajib dilindungi. UU revisi terorisme diganjal dan terkatung-katung selama 2 tahun di Senayan dan baru disahkan setelah ada banyak korban tewas akibat ulah barbar para teroris, desakan masyarakat dan ultimatum dari Presiden yang akan terbitkan Perppu untuk memberantas terorisme.
Mereka bahkan teriak HAM bagi para pelaku teror tapi tidak pernah memikirkan HAM para korban teror dan masyarakat lain yang terancam hak hidupnya. Wakil Ketua MPR dari partai mereka bahkan usul pelaku teror ditembak pake peluru bius saja seolah para teroris itu juga nge-bom nya hanya pake bom bius saja.
Mereka ngamuk dan bikin demo berjilid-jilid saat ada pejabat publik yang bilang “jangan mau dibodohin pake……” tapi justru diam dan bahkan membela saat ada penistaan lebih parah yang dilakukan oleh kelompok mereka sendiri dengan perkataan “Prabowo titisan Allah SWT”. “Nabi Muhammad gagal mewujudkan rahmatan lil alamin” dan “Kitab suci adalah fiksi.” Mereka rame-rame demo saat ada musisi yang terlibat video porno tapi diam saja saat ada anak / keponakan majikannya yang terlibat video porno. Mereka juga diam saja bahkan malah membela soal kasus chat mesum dan foto porno yang melibatkan junjungannya.
Mereka sangat mudah mengkafirkan orang lain dan menganggap mereka yang tak sepaham dengan kelompoknya sebagai sesat, munafik, halal darahnya dan bakal masup neraka. Mereka berlagak sok suci dan sok benar sendiri padahal kelakuan, etika, adab dan sopan santunnya kadang malah di bawah rata-rata. Menyembah sandal jepit dan ember pecah tapi tidak membunuh orang lain bagi saya adalah lebih baik daripada yang mengaku menyembah Tuhan Yang Maha Pengasih tapi malah tega membunuh sesama manusia.
Mereka bilang Pancasila haram tapi justru menganggap air pipis onta dan minum air bekas olahan tinja adalah halal. Mereka bilang demokrasi haram tapi tidak pernah mengecam aksi penipuan trilyunan duit puluhan ribu calon jemaah umroh dan gubernur yang korupsi 6 milyar hanya karena pelakunya termasuk bagian dari kelompok mereka sendiri. Mereka bilang mengucap selamat hari raya agama lain haram tapi tidak pernah ada kutukan dan fatwa sesat untuk terorisme seolah terorisme itu halal.
Mereka takut dengan patung dan simbol agama lain tapi tidak takut dosa karena bikin hoax dan fitnah. Mereka berfatwa bahwa ngopi di Starbucks bakal masup neraka. Ada juga yang berfatwa bahwa yang percaya bumi bulat bakal masup neraka tapi tak ada satupun ustadz mereka yang berfatwa bahwa pelaku terorisme yang sudah membunuh banyak orang bakal masup neraka. Bahkan ustadz mancung sendiri bilang bahwa bisa saja Imam Samudra yang sudah bunuh 200 orang malah masuk sorga. Saya rasa hanya orang bodoh saja yang percaya bahwa membunuh bisa mendapat grand prize sorga. Mirisnya lagi yang model gini malah banyak pengikutnya.
Mereka bilang Jokowi kafir tapi justru bilang ISIS yang hobi perkosa, hobi bunuh dan hobi penggal kepala sebagai sesama saudara yang tidak boleh dihujat dan dimusuhi. Bahkan teroris Santoso yang pernah gorok leher seorang petani tua justru dianggap sebagai pahlawan yang mayatnya tersenyum dan wangi bau sorga. Parahnya lagi pendukung terorisme semacam ini bisa duduk di Senayan sebagai wakil rakyat dan pembuat undang-undang. Jika sudah begini maka Indonesia mungkin akan segera berubah menjadi Indonistan.
Mereka bikin acara “Peluk Aku” di CFD agar orang bersimpati pada mereka. Padahal justru merekalah yang seharusnya bersimpati dan memeluk keluarga para korban bom teror. Mereka juga bikin film “Power of Love” untuk mendokumentasikan peristiwa demo yang didalamnya penuh ujaran kebencian seperti “Bunuh, gantung, bakar, penggal, salib, penjarakan dll”. Sungguh aneh, mereka tidak mau menunjukkan rasa simpati, cinta dan kasih sayang terlebih dahulu tapi menuntut agar dicintai dan disayangi.
Saat aksi demo di DKI mereka mengajari anak-anak kecil di bawah umur untuk ikut demo bahkan teriak dan nyanyi “Bunuh, Bunuh”. Tapi saat ada keluarga religius yang menjadi pelaku teror bom bunuh diri di Surabaya mereka malah bilang “Teroris tak beragama”. Mereka selalu menyangkal, berdalih, menyalahkan pihak lain dan cari alasan dengan mengatakan bahwa aksi teror hanyalah rekayasa dan pengalihan isu saja tanpa memikirkan bagaimana perasaan keluarga para korban teror. Lebih parah lagi mereka selalu cuci tangan dan mencari kambing hitam bahwa ini adalah konspirasi polisi, aparat, pemerintah hingga Amerika, Freemason, Illuminati, Aliens, agen CIA, agen Zionis hingga agen togel dan agen elpiji segala.
Mereka nyinyir soal anggaran tim BPIP sebesar 6 milyar tapi diam saja dengan anggaran TGUPP sebesar 28 milyar. Padahal tim BPIP memiliki amanat dan tanggung jawab besar untuk seluruh negara dalam mengawal Pancasila dan terdiri dari tokoh-tokoh kompeten seperti mantan Presiden, mantan Wapres, pemimpin ormas agama terbesar (NU), ketua majelis ulama dll. Sementara tim TGUPP hanya bertugas untuk satu wilayah DKI saja dan itupun terdiri dari orang-orang yang ga jelas dan ga jelas pula kerja, tugas dan manfaatnya selain hanya jadi penggembira dan tim hore saja.
Pejabat publik yang kompeten, profesional, jujur, bersih dan anti korupsi dibenci dan dijatuhkan hanya karena alasan beda agama. Sementara yang ga becus kerja dan suka bagi-bagi jatah duit rakyat buat kelompoknya tetap dibela hanya karena dianggap seiman. Tapi yang bersih, jujur, anti korupsi dan seiman seperti Jokowipun akan tetap dibenci, dimusuhi dan berusaha dijatuhkan hanya karena tidak sepaham dengan mereka dan tidak mendukung agenda besar mereka untuk mengubah dasar negara dan menjadikan NKRI sebagai Negara Agama.
Sungguh lucu, konyol, menggelikan sekaligus menyedihkan saat kita melihat ada sekumpulan orang sakit jiwa yang ngebet berkuasa dengan menghalalkan segala cara. Mereka merasa paling benar dan paling suci dengan menafikan pihak lain. Apapun akan dilakukan hanya agar kelompoknya bisa berkuasa meskipun itu harus menjual martabat dan kehormatan dirinya. Jangankan kehormatan dirinya, bahkan martabat bangsa, Tuhan dan agamapun juga siap mereka jual dan gadaikan.
Bagi mereka “politik identitas & politik kebencian” adalah komoditas yang harus bisa mereka manfaatkan sebesar-besarnya demi tujuan & kepentingan mereka. Mereka bersembunyi dibalik logika absurd boleh “membenci karena Tuhan” seolah Tuhan adalah Maha Pembenci yang memerintahkan mereka untuk juga menjadi kaum pembenci. Ideologi kebencian yang sudah meluluhlantakkan banyak negara di Timur Tengah ini ingin dibawa kesini untuk menghancurkan negeri ini. Dan mereka akan terus membenci sampe grup band Metallica bikin album religi.
Mabok dogma memang bisa bikin orang kehilangan akal sehat dan hati nuraninya. Bahaya dari racun ideologi Kampretisme yang berkembang di masyarakat saat ini bisa membuat kita kehilangan nalar, jati diri dan sifat kemanusiaan kita. Bangsa ini bakal hancur, pecah, terpuruk dan ngesot mundur ke belakang jika para Kampreters ini berkuasa. Jika silent majority yang waras diam saja menyaksikan semua kekonyolan ini maka akan lebih cepat lagi bangsa ini runtuh dan kembali ke pola pikir dan peradaban ala abad pertengahan.
Mereka tidak mau mengakui kinerja bagus Presiden dalam membangun infrastruktur tapi malah mengklaim hasil kerja tersebut sebagai prestasi dari tokoh kelompok mereka yang sebenarnya ga kerja apa-apa. Jokowi yang kerja tapi mereka berterima kasihnya sama Aher. Ahok yang kerja tapi mereka klaim sebagai prestasi Anies. Jokowi yang sibuk kerja pontang-panting siang malam demi kesejahteraan negara tapi mereka justru mengidolakan Erdogan presiden Turki yang ga ada jasa dan hubungannya sama sekali dengan mereka.
Mereka teriak anti aseng tapi sebar proposal ngemis duit THR pada para pengusaha. Saat ketahuan, mereka jadi malu dan bilang itu cuma buat lucu-lucuan. Padahal kenyataannya di lapangan jika hal itu tidak dipenuhi maka biasanya akan muncul perusakan, ancaman dan intimidasi. Mereka teriak anti kapir tapi tidak malu terima gaji dan THR dari boss dan majikannya yang katanya kapir.
Mereka teriak anti kapir tapi tidak malu sehari-hari pake produk hasil ilmu pengetahuan dan tehnologi bangsa kapir. Hampir semua tehnologi dan fasilitas yang kita gunakan saat ini (seperti telepon, internet, mobil, motor, televisi, listrik dll) adalah jasa, sumbangsih, ide dan karya dari bangsa kapir. Jadi nikmat kapir manakah yang mereka dustakan?
Mereka getol teriak “Ganti Presiden” tapi tidak malu mudik lewat jalan tol yang dibangun oleh Presiden. Tapi karena bukan Presiden Turki maka semua jasa dan jerih payah ini tidak bakalan mereka akui. Ini bukan saja tidak tahu malu, tidak tahu diri, tidak tahu bersyukur, tidak tahu balas budi dan tidak tahu terima kasih tapi memang sudah sakit jiwa akut sejak dari sononya. Sakit jiwa yang diridloi Tuhan katanya. Tuhan kok paranoid, begitu jawaban saya….
Salam Waras nan Tak Kunjung Datang
#2019 Ganti Otak Kampret
Sumber: https://www.facebook.com/mohammad.zazuli/posts/1946006282077749
(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar