Politikus senior PKS Tifatul Sembiring.
Oleh: Eko Kuntadhi
Pegiat media sosial, Eko Kuntadhi mengomentari pernyataan Politisi PKS Tifatul Sembiring yang mengatakan bahwa tak berani makan telor ceplok karena adanya kenaikan harga di pasaran.
Berikut komentar Eko Kuntadhi yang diposting melalui akun facebooknya.
“KOIN UNTUK TIFATUL, BUAT BELI TELUR”
Ada mantan Menteri dari PKS saking miskinnya, gak sangup makan telur ceplok. Orang menyebutnya telur mata sapi. Mungkin karena dari PKS, dia jadi gak tega memakannya. Meskipun telur, tetap saja namanya mata sapi. Ada sapi-sapinya juga.
Orang-orang PKS ini memang selalu hiperbolik dan berlebihan. Norak, senorak-noraknya. Masa mantan menteri gak sanggup beli telur dan teriak-teriak miskin. Padahal kenaikan telur hanya terjadi kemarin pasca hari raya. Siklusnya wajar saja.
Di jaman SBY, sepuluh tahun Departemen Pertanian dikuasai PKS. Boro-boro mikirin mau membuat petani dan peternak sejahtera. Tidak dibangun pondasi untuk kemajuan peternak dan petani.
Malah mereka memanfaatkan posisi untuk mencari rente dari impor sapi. Presiden PKS diseret ke penjara 18 tahun gara-gara nyolong duit akibat impor sapi ini.
Belom lama malah ada perusahaan beras menjual beras murah dengan harga tinggi. Mereka membohongi konsumen dengan menyatakan bahwa berasnya kualitas terbaik. Hanya dikemas dalam karung dikasih merk. Akhirnya digerebek polisi. Siapa komisaris perusahaan itu? Mantan Menteri Pertanian dari PKS.
Artinya selama Deptan dikuasai PKS tidak ada kebijakan memadai untuk menstabilkan harga dan produksi petani dan peternak. Mereka malah memanfaatkan celah untuk menikmati keuntungan.
Masih ingat kan, ada seorang saksi korupsi yang menyatakan target partai sapi bongkrek ini mengumpulkan duit sampai triliunan dari departemen yang mereka kuasai?
Saat itu harga-harga kebutuhan pokok selalu ajrut-ajrutan. Saban lebaran harga daging mencapai Rp200 ribu. Harga beras juga sering naik gila-gilaan. Ayam dan telur? Jangan ditanya. Sama saja.
Emak-emak pasti ingat bagaimana dulu setiap lebaran harga-harga melonjak. Tapi sejak jaman Jokowi, harga bahan makanan menjelang lebaran cenderung anteng. Rata-rata inflasi cuma 3,4%. Bandingkan dengan jaman SBY, dimana Mentannya dari PKS yang inflasi bisa mencapai 8%.
Jadi jika Tifatul ngomong gak berani makan telur karena harganya naik, itu sih, namanya kufur nikmat. Jikapun benar dia semiskin itu, rasa-rasanya PKS termasuk partai dzolim. Masa mantan presidennya dan mantan menteri sampai semiskin itu.
Jika saja duit Rp500 miliar diambil sedikit saja untuk dibelikan telur, lalu disumbangkan buat Tifatul setidaknya bisa menolong anak-anaknya yang kelaparan sampai bapaknya gak bisa beli telur.
Ocehan Tifatul itu, sama seperti Zulkifli Hasan, ketua MPR dan ketua umum PAN. Di atas mimbar pidato kenegaraan, dia sempat-sempatnya mencela pemerintah soal kemiskinan. Padahal pemerintah sekarang berhasil menurunkan angka kemiskinan sampai tinggal 9,8 %. Pertama kaki dalam sejarah turun bisa sampai satu digit.
Zul pasti tahu, salah satu yang membuat rakyat miskin adalah karena korupsi. Lha, baru saja kemarin adik kandungnya yang menjabat Bupati Lampung Selatan dicokok KPK karena korupsi.
Eh, kakaknya sok teriak-teriak mengenai kemiskinan. Apa gak malu-maluin tuh?
Tapi jangan-jangan memang Tifatul sekarang semiskin itu, sampai gak sanggup beli telur. Sedangkan tukang gojek di ujung gang saja, kalau makan Indomie kudu pakai telur. Artinya isi kantong Tifatul tidak lebih dari supir gojek.
Saya sarankan pada lembaga mengumpul zakat seperti ACT, Dompet Dhuafa atau PKPU untuk menggelar program #KoinUntukTifatul. Setidaknya agar dia sanggup beli telur untuk memberi makan anak dan isterinya.
Sangat berdosa orang PKS, jika mereka bisa makan martabak telur sementara mantan Presidennya sendiri gak sanggup beli telur.
“Mas, Tifatul pasti gak pernah nyobain Markobar. Wong, beli telur aja dia pelit,” ujar Abu Kumkum.
(Eko-Kuntadhi/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar