Gus Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School.
Dalam episode kehidupan Nabi Muhammad ada sejumlah orang yang tidak atau (saat itu belum) bergabung dalam barisan umat, namun telah membantu Nabi Muhammad SAW dengan cara mereka masing-masing. Mereka melindungi, memandu, membantu dan berteman setia kepada Nabi Muhammad dan secara tidak langsung membantu perjuangan dakwah Nabi Muhammad.
Kita mulai dengan Waraqah bin Naufal, sosok yang hanif. Di saat Nabi Muhammad guncang jiwanya dan merasa ragu benarkah telah didatangi malaikat Jibril. Khadijahmembawa Nabi Muhammadmenemui Waraqah. Setelah menyimak cerita Nabi Muhammaddan lima ayat pertama yang diterimanya, Waraqah berkata: “Ini adalah orang yang sama yang membawa wahyu yang telah dikirim Allah kepada Musa (malaikat Jibril)”.
Pernyataan Waraqah itu menenangkan Nabi Muhammad. Pada saat kritis di awal kenabian, Waraqah telah memberi kesaksian bahwa yang datang kepadanya itu malaikat Jibril, bukan syetan.
Sosok kedua yang membantu Nabi Muhammad adalah pamannya Abu Thalib. Tidak perlu saya tuliskan ulang kisahnya di sini. Semua mafhum akan perlindungan yang diberikan Abu Thalib, kepala suku Quraisy, kepada keponakannya ini. Pada masa itu sistem klan begitu kuat, siapa yang mendapat perlindungan sebuah klan maka hidupnya aman. Siapa yang berani mencelakakannya akan berhadapan dengan klan tersebut. Maka perlindungan Abu Thalibtelah membuat Nabi aman. Cuma ada gangguan kecil saja.
Namun bagaimana dengan umat Nabi Muhammad? Suku Quraisy adalah suku terhormat sehingga Nabi Muhammad tidak terancam jiwanya, tapi sahabat-sahabat yang lain mengalami berbagai ancaman yang berat. Maka Nabi memerintahkan para sahabat hijrah ke Habasyah. Ini negeri Kristen. Para sahabat kemudian dilindungi oleh Raja Habasyah. Lihatlah bagaimana para sahabat mencari perlindungan ke negeri berpenduduk Kristen, persis seperti sekarang gelombang pengungsi dari Syiria, Yaman, Libya, Iraq, Afghanistan, Tunisia memasuki Eropa dan berlindung di negara Kristen.
Nabi Muhammad masih aman sampai kemudian Abu Thalibwafat. Maka Abu Lahab yang mengomandani suku Quraisy mengumumkan melepaskan perlindungan kepada Nabi Muhammad. Itu artinya siapapun bisa membunuh beliau dan tidak akan ada suku Quraisy yang membelanya. Nasib pilu membuat Nabi lari dikejar-kejar mereka yang hendak mencelakakannya. Nabi dengan berdarah-darah dilempari penduduk Thaif.
Untunglah ada kepala suku kecil yang bersedia melindungi Nabi Muhammad. Mu’thim bin Adimengumumkan bahwa Muhammad berada dalam perlindungannya. Amanlah saat itu nyawa Nabi Muhammad.
Mu’thim tidak percaya agama Allah tapi dia mau melindungi Muhammad SAW saat itu. Mu’thim melepaskan perlindungan setelah peristiwa isra mi’raj dimana dia menuduh Nabi Muhammad berbohong dan karenanya dia secara terbuka melepaskan jaminan perlindungannya terhadap Nabi Muhammad SAW.
Dalam kondisi itulah turun perintah hijrah ke Yatsrib. Saat itu nyawa Muhammad SAW benar-benar terancam, hanya hijrah satu-satunya jalan keluar. Abu Bakardan Nabi Muhammadmemutuskan pergi malam-malam ke Yatsrib. Mereka ditolong oleh seorang non-Muslim namanya Abdullah bin Arqat (saat itu belum masuk islam). Abdullah bin Arqat inilah yang memimpin perjalanan Nabi melewati jalan yang tidak biasa guna mengelabui dan menghindari kejaran kafir jahiliyah. Sekali lagi, non-Muslim berjasa di sini.
Terakhir, banyak yang tidak tahu bahwa ada seorang rabbi Yahudi yang sangat sayang kepada Nabi Muhammad. Mukhayriq namanya. Dia seorang kaya raya dan kemudian memutuskan ikut perang Uhud membela Nabi Muhammad. Dia berwasiat bahwa kalau dia terbunuh maka semua kekayaannya diserahkan kepada Nabi Muhammad.
Peperangan terjadi pada hari sabtu, dan sebagai Yahudi seharusnya dia diam di rumah. Namun dia memutuskan tetap pergi membantu Nabi Muhammad. Dalam keadaan terluka parah di perang Uhud, Nabi Muhammad diberitahu bahwa Mukhayriq telah gugur dan memberikan kekayaannya untuk Nabi Muhammad. Nabi berkomentar: “dia yahudi terbaik!”.
Sejarah menyisakan cerita manis bagaimana Nabi Muhammad SAW menjalin hubungan baik dengan non-Muslim. Sekarang membaca kembali sejarah ini, tiba-tiba saya merasa malu sekali: di tangan kita Islam telah berubah dari agama yang menebar rahmat menjadi agama yang gampang melaknat; dari agama yang begitu ramah menjadi agama yang penuh api amarah, dari agama yang penuh kasih sayang menjadi agama yang pemeluknya sedikit-sedikit merasa tersinggung dan berteriak, “ini penistaan agama!”
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
(Nadir-Hosen/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar