Dikisahkan bahwa Sa’id adalah seorang remaja yang tinggal di Basrah, sekitar 400 KM dari Karbala’.
Ia mendengar tentang undangan Alhusain kepada kabilah-kabilah Basrah untuk membantu kebangkitan beliau melawan Yazid.
Sa’id baru saja menikah, namun di hari kedua pernikahannya ia mendatangi ibunya,
“Duhai ibuku, mana pedang dan kudaku? Aku ingin pergi.”
“Putraku, hendak kemana engkau?” jawab sang ibu.
“Aku ingin pergi Bu.”
“Sebentar, kau baru saja menikah. Bicaralah terlebih dahulu terhadap istrimu!”
“Tidak Bu, tidak ada waktu lagi bagiku.”
Tiba-tiba istrinya datang dan berkata, “Wahai Sa’id, hendak kemana engkau?”
“Aku akan pergi kepada seseorang yang lebih mulia dariku, darimu dan dari kita semua.” kata Sa’id.
Ibunya berteriak, “kepada siapa putraku?”
“Kepada Husain bin Ali yang telah memanggil untuk membela beliau.”
Ibunya melepaskan sesuatu yang semula ia pegang lalu berkata, “Kamu akan pergi kepada Husain?
Bukankah aku yang mengandungmu selama 9 bulan?
Bukankah aku yang memeliharamu sejak kecil?
Bukankah aku yang memberikan semua ini kepadamu?”
“Benar wahai ibu, aku tidak akan melupakan semua jasamu.”
Ibunya menangis lalu berkata, “Kalau begitu aku meminta satu permintaan kepadamu.”
“Mintalah duhai ibu..” kata Sa’id.
“Aku hanya meminta satu hal, kalau engkau berjumpa dengan Husain, sampaikan salamku untuknya dan mintakan syafaat agar kelak aku masuk surga.”
Mendapat restu dari ibunya, Sa’id segera mengambil kudanya dan berangkat. Tanpa henti ia berjalan agar tidak terlambat untuk bertemu Alhusain.
Sejarah mencatat bahwa ia sampai di Karbala tepat pada 10 Muharram. Melihat ada kuda yang mendekat, Imam Husain bertanya,
“Apakah engkau Sa’id?”
“Benar wahai cucu Rasulullah.” jawabnya.
“Apa yang dikatakan ibumu wahai Sa’id?”
“Ibuku menitipkan salam dan memohon syafaatmu agar masuk surga.”
Imam menjawab, “Ibumu bersama ibuku kelak di surga.”
Salam atasmu wahai para pahlawan Karbala.
(Khasanah-Ahlul-Bait/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar