Sulaimani lazim mengirim pesan-pesan singkat kepada para komandan Amerika di Irak.
Dua tahun lalu, ketika Amerika Serikat mulai mengumumkan perang terhadap milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), Mayor Jenderal Qasim Sulaimani adalah orang paling diandalkan. Karena itulah pemerintahan Presiden Barack Obama bekerja sama dengan komandan Brigade Al-Quds, pasukan elite dalam Garda Revolusi Iran, itu.
Ini lantaran Sulaimani mengawasi langsung perang dilancarkan negaranya terhadap ISIS di Irak, Libanon, dan Suriah. Dia mengomandoi milisi-milisi Syiah dalam meraih sebagian besar kemenangan di Irak.
Jadi selama Amerika berkomitmen memerangi ISIS dan bukan Presiden Suriah Basyar al-Assad, Sulaimani adalah sekutu Amerika dan ini bukan perdana.
Sulaimani, 60 tahun, bukan ulama atau cendekia. Dia memulai kariernya sampai ke posisi sekarang sebagai bocah miskin, mesti bekerja untuk membantu ayahnya membayar utang US$ 100 kepada pemerintahan Syah Muhammad Reza Pahlevi.
Di usia 22 tahun, dia bergabung dengan Garda Revolusi dan ikut berperang melawan Irak pada 1980-1988. Pemikiran strategis, karisma, dan kemampuannya memimpin mengantarkan dia memimpin Brigade Al-Quds, beroperasi di luar Iran untuk menancapkan kehadiran sekaligus pengaruh negara Mullah itu di Timur Tengah dan kawasan lain.
Sulaimani pernah mempermalukan Amerika karena dia mengatur kebanyakan serangan terhadap pasukan Amerika setelah mereka menginvasi Irak pada 2003. Tapi dia juga terlibat dengan Amerika dalam pemilihan kepala pemerintahan sementara Irak setelah rezim Saddam Husain tumbang.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan the New Yorker, mantan Duta Besar Amerika untuk Irak Ryan Cooker bilang para kandidat perdana menteri sementara Irak mesti orang-orang disetujui oleh Sulaimani.
Waktu Amerika menyerbu Afghanistan sehabis serangan 11 September 2001, sejumlah pejabat seniro Iran bertindak atas nama Sulaimani, dalam pertemuan dengan para pejabat Amerika di Swiss, memberikan peta basis-basis pertahanan Taliban harus disasar.
Aras permintaan Amerika, Sulaimani memerintahkan pasukan Al-Mahdi dipimpin oleh ulama Syiah Muqtada as-Sadr untuk menghentikan serangan terhadap tentara dan kepentingan Amerika di Baghdad. Dia secara tidak langusung juga terlibat dalam pembentukan pemerintahan Perdana menteri Nuri al-Maliki pada 2010.
Sulaimani juga lazim mengirim pesan-pesan singkat kepada para komandan Amerika di Irak. Salah satunya kepada komandan pasukan Amerika di Timur Tengah Jenderal David Petraeus pada 2008.
"Saya Qasim Sulaimani, mengatur kebijakan Iran di Irak, Libanon, Gaza, dan Afghanistan. Duta besar Iran di Irak adalah anggota Brigade Al-Quds. Siapa saja penggantinya pasti anggota Brigade Quds," tulis Sulaimani kepada Petraeus kala itu.
Sulaimani, ayah dari tiga putra dan dua putri, terlibat dalam serangkaian serangan teror, termasuk serangan tas pusat kegiatan komunitas Yahudi di Buenos Aires pada 1994 dan serangan atas kaum oposisi Iran di Eropa.
Dia juga membantu mengatur serangan-serangan Hizbullah ke Israel. Dia juga tahu serangan Hizbullah pada 2012 terhadap sebuah bus berisi para pelancng Israel di Burgas, Bulgaria.
Setidaknya pasukan Amerika memiliki dua kesempatan untuk membunuh Sulaimani, tapi peluang itu mereka buang. Alasan utamanya selain masalah domestik, juga untuk memelihara kerja sama rahasia dengan Iran dalam perang Amerika di Irak.
Sulaimani, biasa dipanggil rekan dan anak buahnya dengan sebutan Haji Qasim, merupakan pahlawan Iran. Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei bahkan menyebut dia sebagai syuhada revolusi masih hidup.
Dikenai sanksi atau tidak, Sulaimani adalah pemain kunci dalam memerangi ISIS. Sampai misi ini berakhir, dia akan selalu menjadi kolega rahasia Washington di Irak dan Suriah. Persoalannya adalah apakah dia baal terjun ke politik atau puas diangkat menjadi komandan Garda Revolusi Iran.
(The-New-Yorker/Haaretz/Al-Balad/berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Mayor Jenderal Qasim Sulaimani, komandan Pasukan Quds, sayap luar negeri dari Garda Revolusi Iran. (Foto: YouTube/BBC Newsnight)
Dua tahun lalu, ketika Amerika Serikat mulai mengumumkan perang terhadap milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), Mayor Jenderal Qasim Sulaimani adalah orang paling diandalkan. Karena itulah pemerintahan Presiden Barack Obama bekerja sama dengan komandan Brigade Al-Quds, pasukan elite dalam Garda Revolusi Iran, itu.
Ini lantaran Sulaimani mengawasi langsung perang dilancarkan negaranya terhadap ISIS di Irak, Libanon, dan Suriah. Dia mengomandoi milisi-milisi Syiah dalam meraih sebagian besar kemenangan di Irak.
Jadi selama Amerika berkomitmen memerangi ISIS dan bukan Presiden Suriah Basyar al-Assad, Sulaimani adalah sekutu Amerika dan ini bukan perdana.
Sulaimani, 60 tahun, bukan ulama atau cendekia. Dia memulai kariernya sampai ke posisi sekarang sebagai bocah miskin, mesti bekerja untuk membantu ayahnya membayar utang US$ 100 kepada pemerintahan Syah Muhammad Reza Pahlevi.
Di usia 22 tahun, dia bergabung dengan Garda Revolusi dan ikut berperang melawan Irak pada 1980-1988. Pemikiran strategis, karisma, dan kemampuannya memimpin mengantarkan dia memimpin Brigade Al-Quds, beroperasi di luar Iran untuk menancapkan kehadiran sekaligus pengaruh negara Mullah itu di Timur Tengah dan kawasan lain.
Sulaimani pernah mempermalukan Amerika karena dia mengatur kebanyakan serangan terhadap pasukan Amerika setelah mereka menginvasi Irak pada 2003. Tapi dia juga terlibat dengan Amerika dalam pemilihan kepala pemerintahan sementara Irak setelah rezim Saddam Husain tumbang.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan the New Yorker, mantan Duta Besar Amerika untuk Irak Ryan Cooker bilang para kandidat perdana menteri sementara Irak mesti orang-orang disetujui oleh Sulaimani.
Waktu Amerika menyerbu Afghanistan sehabis serangan 11 September 2001, sejumlah pejabat seniro Iran bertindak atas nama Sulaimani, dalam pertemuan dengan para pejabat Amerika di Swiss, memberikan peta basis-basis pertahanan Taliban harus disasar.
Aras permintaan Amerika, Sulaimani memerintahkan pasukan Al-Mahdi dipimpin oleh ulama Syiah Muqtada as-Sadr untuk menghentikan serangan terhadap tentara dan kepentingan Amerika di Baghdad. Dia secara tidak langusung juga terlibat dalam pembentukan pemerintahan Perdana menteri Nuri al-Maliki pada 2010.
Sulaimani juga lazim mengirim pesan-pesan singkat kepada para komandan Amerika di Irak. Salah satunya kepada komandan pasukan Amerika di Timur Tengah Jenderal David Petraeus pada 2008.
"Saya Qasim Sulaimani, mengatur kebijakan Iran di Irak, Libanon, Gaza, dan Afghanistan. Duta besar Iran di Irak adalah anggota Brigade Al-Quds. Siapa saja penggantinya pasti anggota Brigade Quds," tulis Sulaimani kepada Petraeus kala itu.
Sulaimani, ayah dari tiga putra dan dua putri, terlibat dalam serangkaian serangan teror, termasuk serangan tas pusat kegiatan komunitas Yahudi di Buenos Aires pada 1994 dan serangan atas kaum oposisi Iran di Eropa.
Dia juga membantu mengatur serangan-serangan Hizbullah ke Israel. Dia juga tahu serangan Hizbullah pada 2012 terhadap sebuah bus berisi para pelancng Israel di Burgas, Bulgaria.
Setidaknya pasukan Amerika memiliki dua kesempatan untuk membunuh Sulaimani, tapi peluang itu mereka buang. Alasan utamanya selain masalah domestik, juga untuk memelihara kerja sama rahasia dengan Iran dalam perang Amerika di Irak.
Sulaimani, biasa dipanggil rekan dan anak buahnya dengan sebutan Haji Qasim, merupakan pahlawan Iran. Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei bahkan menyebut dia sebagai syuhada revolusi masih hidup.
Dikenai sanksi atau tidak, Sulaimani adalah pemain kunci dalam memerangi ISIS. Sampai misi ini berakhir, dia akan selalu menjadi kolega rahasia Washington di Irak dan Suriah. Persoalannya adalah apakah dia baal terjun ke politik atau puas diangkat menjadi komandan Garda Revolusi Iran.
(The-New-Yorker/Haaretz/Al-Balad/berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar