Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis meminta proses hukum terkait Peninjauan Kembali perkara Penodaan Agama yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berjalan dengan seadil-adilnya.
“Jadi secara hukum apakah bukti baru atau novum harus ditinjau seadil-adilnya,” kata Cholil kepada Monitorday.com di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Cholil memandang, kasus penodaan agama oleh Ahok sarat muatan politik. Cholil mengingatkan, kasus ini mencuat menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun 2017 kemarin, dimana Ahok menjadi salah satu kandidatnya.
Ummat Islam yang tersinggung lantas menggelar demo besar-besaran dan berjilid-jilid meminta Ahok segera diadili. “Penegak hukum juga mempertimbangkan tentang rasa, rasa keadilan rasa politik, rasa kemanusiaan. Kasus ini tak semata hukum tapi juga ada persoalan politik,” imbuhnya.
Karenanya, menurut Cholil, pengadilan perlu mempertimbangkan konsekuensi etika dalam putusannya. “Tentu etika di atas hukum, selain pertimbangan hukum ada pertimbangan etika untuk menjamin persatuan dan kesatuan,” tuturnya.
Anggota tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Sapto Subroto menyatakan tidak ditemukan adanya bukti baru atau novum dalam memori Peninjauan Kembali Ahok. Dia menambahkan pihaknya sudah mengajukan keberatan terkait memori Peninjauan Kembali Ahok tersebut.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Ahok mengatakan majelis hakim telah melakukan kekhilafan. Pernyataan itu didapat setelah membandingkan antara vonis yang diterima Ahok dengan putusan yang diterima Buni Yani, penyebar rekaman video pidato Ahokdi Kepulauan Seribu.
“Kenapa Buni Yani dipidana, itukan karena terbukti mengedit video pak Ahok. Tetapi kalimat yang ditambahkan itu tidak sesuai dengan apa yang dikatakan. Itu yang kami ajukan,” ujar pengacara Ahok, Josefina Agatha, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sapto mengungkapkan pihaknya sudah menerima memori Peninjauan Kembali Ahok tiga hari sebelum sidang digelar hari ini. Dia menegaskan kasus Ahok tidak dapat dibandingkan dengan perkara Buni Yani.
“Jadi perkara ahok dan perkara Buni Yani merupakan hal yang berbeda, yang ini masalah ITE dan Ahok ini masalah penodaan agama, Jadi itu berbeda. Dan tidak ada fakta baru yang diungkapkan pada memori PK itu tidak ada,” ujarnya.
(Monitor-Day/Babe-Top-Buzz/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar