Nafsu Kekuasaan Muhammad Bin Salman
Tindak-tanduk Muhammad Bin Salman akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam. Wakil juru bicara Sekjen PBB, Farhan Haq dalam sebuah konferensi pers di New York, mengatakan Arab Saudi harus memberikan penjelasan atas tuduhan yang dialamatkan kepada orang-orang tersebut, sambil memastikan bahwa tuduhan itu adalah sah.
Otoritas Arab Saudi baru-baru ini memerintahkan penangkapan terhadap setidaknya 11 pangeran, 4 menteri, dan puluhan mantan pejabat dan pengusaha. Aksi ini terjadi hanya beberapa jam setelah Raja Salman bin Abdulaziz memerintahkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Para pengamat politik percaya bahwa meskipun banyak pejabat senior Saudi, termasuk putra mahkota terlibat kasus-kasus korupsi, tapi penangkapan tersebut tidak ada kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi, dan sebenarnya merupakan dalih bagi bin Salman untuk menyingkirkan lawan-lawannya.
Perang perebutan kekuasaan di Saudi dan pembersihan politik telah berubah menjadi peristiwa berdarah. Perkembangan misterius di Saudi terjadi sangat cepat dan yang terbaru adalah terbunuhnya Pangeran Mansour bin Muqrin dalam kecelakaan helikopter di dekat perbatasan Yaman.
Perlu dicatat bahwa Mansour bin Muqrin, adalah penasihat Pangeran Muhammad bin Nayef yang telah dicopot dari jabatannya dengan penuh ketidakjelasan.
Situs berita Middle East pada hari Senin (6/11/2017) menulis, “Helikopter Pangeran Mansour bin Muqrin jatuh saat ia melarikan diri dari Arab Saudi.”
Beberapa sumber berita juga melaporkan pembunuhan Pangeran Abdul Aziz bin Fahd saat penangkapannya. Ia tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan yang berusaha menangkapnya.
Para pejabat Saudi menyatakan bahwa pemerintah telah memblokir rekening bank milik pangeran, menteri, dan pengusaha yang terkait dengan kasus korupsi.
Para pengamat politik menilai pembersihan oposisi bertujuan untuk memperkuat kekuasaan Mohammed bin Salman di segala bidang termasuk politik dan ekonomi. Selain itu, Raja Salman dan putranya, dengan meningkatkan kebijakan represif di Arab Saudi, ingin membungkam orang-orang yang berpotensi menentang kepemimpinan bin Salman.
Keputusan Riyadh menyita aset para pangeran juga bertujuan untuk menutupi defisit anggaran Arab Saudi, yang diperburuk oleh langkah Raja Salman menandatangani kontrak senilai 480 miliar dolar dengan Presiden AS Donald Trump pada Mei lalu.
Raja Salman telah menguras cadangan devisa Saudi dengan mengintensifkan kebijakan intervensi negara itu di Irak dan Suriah demi mendukung kelompok-kelompok teroris. Dia dan putranya juga mengobarkan perang di Yaman yang menelan biaya besar.
Dalam situasi seperti ini, Raja Salman berusaha meraup keuntungan ekonomi dari krisis politik di Arab Saudi demi memajukan tujuan politik dan memenuhi ambisi putranya.
Transformasi terbaru di Arab Saudi telah menyita perhatian dunia pada esensi rezim bengis Al Saud, di mana siap menyingkirkan saudaranya sekalipun demi nafsu kekuasaan. Pada dasarnya, mereka sedang memamerkan wajah bengis dan mengerikan dari rezim Al Saud kepada publik dunia
(Middle-East/Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar