Tak pernah ada revolusi yang digerakkan oleh Ikhwanul Muslimin (IM) berhasil. Di Timur Tengah, tempat brojolnya IM sekalipun selalu gagal. Kenapa? Karena gerakan IM tak pernah mendapat dukungan dari militer, kelompok Islam moderat, dan kaum nasionalis yang mayoritas di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Bahkan ketiganya di mana saja selalu menjadi batu sandungan IM.
Di Mesir, negara tempat lahirnya IM, sejak awal berdirinya gerakan ini selalu menjadi benalu bagi pemerintah Mesir. Mulai dari Gamal Abdul Naser sampai Abdel Fattah Al-Sisi. Sejak dulu usaha mereka menggulingkan pemerintahan sah Mesir selalu gagal.
Tumbangnya Husni Mubarak pada Arab Spring kemarin bukanlah dimotori oleh IM, tapi merupakan gerakan seluruh rakyat Mesir yang sudah muak dengan kediktatoran Husni Mubarak, di mana IM juga ada di dalamnya. Kebetulan, memang peran IM yang dipimpin Muhammad Mursi menonjol. Mursi berhasil mengambil simpati rakyat, hingga ia menduduki kursi presiden Mesir.
Tapi pemerintahan Mursi tak bertahan lama. Tak sampai 2 tahun digulingkan oleh militer dan rakyat Mesir. Dan memang sejak awal institusi Al-Azhar, sebagai representasi Islam moderat di Mesir tak pernah mendukung IM. Bahkan sejak dahulu tak pernah mendukung gerakan IM.
Mengapa gerakan IM selalu gagal? Ada beberapa faktor:
1. Selalu menggunakan isu agama
Pola IM selalu sama dari dulu hingga kini, yaitu selalu menggunakan isu-isu agama untuk menggerakkan massa.
Ketika pemerintah “terpeleset” dalam mengelola dan menjaga hubungan antar umat beragama, maka inilah celah masuk bagi mereka untuk menggulingkan kekuasaan. Mereka mempropagandakan kepada pendukung bahwa pemerintah tidak berpihak kepada Islam, hingga akhirnya masyarakat terbakar emosinya. Mereka memang berpengalaman dalam hal mengelola konflik memanfaatkan isu agama.
IM jarang, bahkan tak pernah menyentuh isu-isu kepentingan masyarakat banyak, seperti korupsi, ketimpangan ekonomi, kenaikan harga BBM.
2. Tujuan sebenarnya adalah kekuasaan
Hal ini nampak saat mereka bekerjasama dengan orang-orang atau kelompok yang sebelumnya mereka serang, sesatkan, atau kafirkan dengan dalil-dalil agama. Mereka mau bekerjasama dengan orang-orang tersebut, bahkan membela mereka hanya karena memiliki kepentingan politik yang sama.
Dari sini nampaklah, bahwa sebenarnya kelompok ini hanya menjadikan agama sebagai bungkus untuk menutupi tujuan politik mereka (baca: kekuasaan).
3. Hakikatnya rapuh, karena rentan perpecahan
IM adalah kelompok yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok islam dengan aliran berbeda-beda. Kelompok paling dominan adalah Wahabi, yang kita tahu menolak tradisi dan menganggapnya sebagai bid’ah yang harus dibasmi. Yang dominan berikutnya adl kelompok mazhab puritan, mengikuti salah satu dari mazhab empat, berakidah asy’ari atau maturidi, namun gerakannya radikal, seperti taliban di Pakistan dan Afghanistan yang bermazhab hanafi dan berakidah maturidi.
Perbedaan-perbedaan semacam itu rentan mengemuka dan berpotensi menimbulkan gesekan. Terlebih watak kelompok ikhwan yang keras dan sangat fanatik dengan pimpinan mereka.
Ikhwanul Muslimin bukanlah sebuah organisasi massa seperti NU atau Muhammadiyah, melainkan sebuah gerakan yang didirikan Hassan Al Banna pada awal abad ke-20 di Mesir. Tujuannya ingin menyatukan seluruh umat islam.
Bagi IM Islam harus menguasai segenap sektor kehidupan masyarakat: politik, ekonomi, budaya. Dan ini hanya akan bisa diwujudkan apabila kekuasaan digenggam oleh umat Islam, bagaimanapun caranya untuk meraihnya.
Mereka menolak sekat-sekat kebangsaan (nasionalisme). Bagi mereka yang ada hanya ukhuwah islamiyah, tidak ada ukhuwah wathoniyah, apalagi ukhuwah basyariah. Bandingkan dengan NU -misalnya- yang jauh sejak sebelum Indonesia merdeka, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa “nasionalisme dengan agama tak bisa dipisahkan, keduanya saling menguatkan”.
Kemenangan bagi IM adalah ketika Islam memegang tampuk kekuasaan, tak peduli bila negara harus hancur dan terpecah belah serta memakan korban ribuan manusia (muslim) karena memperjuangkannya.
Gerakan transnasional IM, di beberapa negara Islam bisa mewujud ke dalam Partai politik, seperti partai Refah di Turki (digulingkan oleh militer dan rakyat Turki), Partai FIS di Aljazair (digulingkan oleh militer dan rakyat Aljazair), Partai PAS di Malaysia. Dan bisa berbentuk ormas, seperti Taliban di Pakistan dan Afghanistan, HAMAS di Palestina.
Lalu bagaimana gerakan IM di Indonesia? Saya yakin anda sudah tahu kelompok-kelompok mana saja dengan melihat sepak terjangnya di Indonesia, yang berideologi Ikhwanul Muslimin.
(Arrahmah-News/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar