Buni Yani dan pengacaranya Aldwin Rahadian (Lamhot Aritonang) (Foto: Dok.detikcom)
Sungguh tragis kisah hidup Buni Yani, awalnya di puja bak pahlawan, kini dia di telantarkan oleh pihak yang dulu memanfaatkannya. Seperti pepatah, habis manis sepah di buang. Kisah itu berawal pada September tahun 2016, ia mengunggah potongan video pidato Gubernur DKI Jakarta, Basuki (Ahok) Tjahaja Purnama saat di Kepulauan Seribu.
Video dengan transkrip tersebut yang menjadi awal dari kasus Surah Al-Maidah ayat 51 yang di tuduhkan sebagai penistaan agama kepada Ahok. Meskipun pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengklarifikasi potongan video yang di unggah Buni dengan video berisi pidato lengkap Ahok saat kunjungan tersebut. Sebagian umat muslim tetap merasa bahwa kata-kata Ahok menistakan agama Islam dan ayat suci Al-Qur’an.
Puncaknya pada tanggal 4 November dan tanggal 2 Desember tahun 2016, ribuan hingga klaimnya jutaan orang turun ke jalan menuntut Gubernur petaha DKI Jakarta itu di tuntut mundur dan di hukum karena di anggap telah melukai hati umat Islam. Demo berjilid menjelang Pilkada DKI Jakarta itu selalu mengatasnamakan untuk membela agama.
Namun kita yang waras sangat paham bahwa itu di goreng habis oleh partai-partai oposisi untuk tujuan politis. Mereka memanfaatkan sentimen agama untuk menjungkalkan nasib Gubernur petahana itu di Pilkada DKI Jakarta.
Hasilnya kita tahu sendiri, Jakarta memiliki Gubernur baru, Ahok di penjara, dan sisanya adalah polarisasi masyarakat karena permainan sentimen agama dalam masyarakat.
Pasca beredarnya video yang menjadi awal mula kasus itu Buni Yani di anggap sengaja mencemarkan nama baik sang Gubernur dengan tidak menuliskan kata “pakai” dalam transkripnya.
Meski awalnya di puja bak pahlawan, kini Buni harus masuk penjara, kehilangan pekerjaannya, dan parahnya di telantarkan oleh pihak-pihak yang dulu menggoreng video editannya.
Pasca Ahok masuk penjara, Buni Yani harus menghadapi kasus hukum sendirian. Dia seperti di telantarkan oleh oknum-oknum yang dulu menjunjung dirinya hingga video itu tersebar luas.
Dia merasa hanya di manfaatkan oleh pihak yang dulu menyuruh untuk mengedit video tersebut. Buni Yani pun sangat menyesal dan meminta maaf kepada Ahok, karena perbuatannya Gubernur petahana itu harus menjalani hukuman yang sebenarnya bukanlah kesalahannya.
Apa yang di katakan Ahok sebenarnya bukanlah penistaan agama karena bila di lihat pidato itu secara utuh, maka tak ada unsur dan maksud penistaan. Namun karena di bumbui oleh kepentingan politik, kasus itu terus di panasi sehingga masyarakat terbakar, emosional, dan kehilangan akal sehatnya.
Kini Buni Yani juga ingin menyampaikan permohonan maafnya kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa perilaku yang dia lakukan itu salah besar sehingga membuat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama itu harus duduk di sel selama dua tahun.
(Berita-Viral/Uc-Web/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar