Oleh: Ahmad Ishomuddin
Dini hari Rabu 1 Agustus 2018 pukul 03.00 saya sudah bangun untuk mandi, mengemasi pakaian dan segala keperluan untuk beberapa hari mengurusi organisasi NU. Sebelum waktu Subuh, saat semua tetangga lelap dalam tidurnya, saya sudah keluar berkendara mobil yang saya setir sendiri dari rumah kontrakan sempit yang sudah beberapa tahun saya huni menuju Bandara Raden Inten Lampung untuk naik pesawat paling pagi menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Selanjutnya beberapa saat lamanya saya duduk menunggu kedatangan bus Damri Bandara dan lalu menuju Stasiun Gambir, lalu naik taxi Blue Bird menuju Kantor PBNU di Jl. Kramat Raya 164, sebuah kantor NU sembilan lantai warisan Gus Dur yang berdiri cukup megah.
Kegiatan yang demikian ini telah menjadi rutinitas saya bertahun-tahun sampai kini, sejak saya diberi amanah oleh Rais Aam PBNU KH. M.A. Sahal Mahfudz sebagai salah seorang Rais Syuriah PBNU (periode 2010-2015) setelah Muktamar ke-32 NU di Asrama Haji Sudiang, Makasar, Sulawesi Selatan.
Jadwal kegiatan PBNU yang seringkali padat hampir tak pernah absen saya laksanakan dengan baik karena menjaga amanah. Keberadaan NU sepanjang waktu sudah semestinya wajib kifayah dijaga sebagai warisan para wali dan ulama nusantara demi terlaksananya ajaran Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Kemarin, 1 Agustus 2018 seharian saya mengikuti tiga kegiatan penting. Bakda Dzuhur hingga jam 16.00 mengikuti Rapat Syuriah PBNU yang dipimpin langsung oleh Rais Aam PBNU, KH. Ma’ruf Amin.
Berbagai persoalan sangat penting dimusyawarahkan dengan serius, seperti upaya NU untuk perundingan damai konflik perang Palestina vs Israel yang tak kunjung usai, upaya NU dalam menjaga keutuhan bangsa NKRI jelang pilpres 2019, menangkap peluang cawapres dari NU dan cara pemenangannya, dan sebagainya.
Sekitar pukul 16.30 kami dari PBNU menuju Istana Merdeka untuk mengikuti kegiatan Majelis Zikir Hubbul Wathan yang dimulai bakda Shalat Isya’ berjamaah.
Kegiatan zikir tersebut banyak diikuti oleh para undangan yang terdiri dari ulama besar sangat berpengaruh, para pejabat tinggi negara, dan diikuti oleh ribuan orang dari seluruh Indonesia.
Saya sempat bersalaman dan tidak lupa minta doa kesembuhan untuk anak saya, Ahmad Royyan Ishomuddin, yang sedang opname kepada KH. Maimun Zubair. Saya juga bertemu dan berbincang duduk satu meja dengan kawan-kawan lama di Istana Merdeka yang megah itu, diantaranya Dr. KH. Malik Madani (Katib Aam PBNU periode 2010-2015), Prof. Dr. KH. Artani Hasbi, Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar, dan masih sangat banyak kyai/ulama besar yang tidak mungkin disebutkan.
Sebelum zikir di Istana Merdeka itu berlangsung, Presiden RI bapak H. Joko Widodo memberikan sambutan dan berpesan agar NKRI harus tetap dijaga keutuhannya dan agar seluruh rakyat Indonesia tetap bersatu, jangan mau dipecah belah karena politik baik dalam pilpres maupun pilkada.
Alhamdulillah kegiatan zikir berjamaah itu berjalan lancar dan rampung sekitar pukul 21.30 WIB. Setelah itu saya masih harus menghadiri satu undangan lagi, yakni acara Launching SAS Institute di Aryadutha Hotel. Saya hadir meskipun datang terlambat daripada tidak sama sekali.
Saat itu Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. sedang orasi tentang Islam Nusantara. Saya duduk semeja diapit oleh pak Jenderal (Purn.) Tri Sutrisno (mantan Wakil Presiden era pak Harto) dan Ketum PBNU. Setelah acara peresmian tersebut rampung saya diajak ngopi bareng oleh pak Hanif Dakhiri, Menteri Tenaga Kerja RI, berbagai hal terutama perkembangan politik terkini kami diskusikan hingga jam 00.30 dini hari.
Lelah rasanya, namun hati saya bahagia karena dapat bersilaturahmi sambil turut serta mencari solusi atas masalah keumatan. Saya diantar seorang sahabat menuju Blue Sky Hotel pada dini hari untuk beristirahat karena besok akan terbang ke Makasar, Sulawesi Selatan menuju Polewali Mandar, Sulawesi Barat untuk mengisi kegiatan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) dari tanggal 2 hingga 5 Agustus 2018.
Saya catatkan sebagian kegiatan saya ini untuk mengusir kejenuhan dan kantuk dalam perjalanan yang amat jauh ribuan kilometer dari rumah, meninggalkan anak isteri, untuk berkhidmat kepada umat melalui NU. Berkendara di atas mobil Avanza di tengah malam buta, dari Bandara Sultan Hasanuddin kota Makasar menuju Hotel Bumi Raya, Polewali Mandar yang menempuh waktu sekitar 5 jam perjalanan.
(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar