Oleh: Sumanto AlQurtuby
Hijab yang diartikan oleh sebagian umat Islam sebagai “kain penutup rambut kepala” itu sesungguhnya bukanlah hal yang sangat penting, fundamental dan prinsipil dalam Islam. Hijab itu masuk kategori “perlu tidak perlu”.
Kalau menutup jembut di ruang publik, itu baru sangat penting, fundamental, dan prinsipil. Sebab kalau tidak ditutup, bisa-bisa mengakibatkan “ketegangan individual” atau bahkan “kekacauan sosial”, khususnya bagi para “jembuter” alias penggemar jembut. Tapi kalau menutup rambut kepala sama sekali tidak penting, tidak fundamental, dan tidak prinsipil.
Seandainya hijab (baik yang “syar’i” maupun “setengah syar’i) itu masuk kategori “ajaran” yang sangat penting, fundamental, dan prinsipil sehingga wajib/fardhu ain hukumnya bagi setiap Muslimah untuk mengenakannya, maka para alim-ulama dan fuqaha (ahli hukum Islam) sudah sejak dulu menegaskannya.
Tetapi kenyataanya tidak. Para alim-ulama, fuqaha dan ahli tafsir berbeda pendapat dalam soal ini: ada yang mewajibkan, ada yang membolehkan, ada yang menganjurkan, ada yang mengfleksibelkan, ada pula yang menganggap hijab sebagai “budaya yang dinormatifkan” bukan doktrin dan ajaran agama yang dibudayakan sehingga sama sekali tidak mengikat kaum Muslimah secara teologis-keagamaan.
Para ulama, fuqaha, dan ahli tafsir Al-Qur’an menganggap status dan kualitas “perintah” tentang berhijab tidak sama dengan status dan kualitas perintah atas salat atau puasa di bulan Ramadlan misalnya. Seandainya status dan kualitas “perintah” berhijab itu dipandang sama dengan status dan kualitas “perintah” salat atau berpuasa, maka sudah barang tentu, mereka semua sepakat tentang kewajiban berhijab ini. Namun, kenyataannya tidak demikian.
Saya pun berpendapat, kualitas keimanan, keislaman dan keberagamaan seorang Muslimah bukanlah diukur dari sehelai kain penutup rambut kepala, melainkan dari perilaku individual dan sosial mereka.
Apalah artinya kalian tutup rambut kepalamu dengan sehelai kain, kalau perilaku individual dan sosial kalian sangat buruk, bejat dan imoral.
Apalah artinya berhijab jika hati dan pikiran kalian sangat kotor-njetor seperti got empang yang dipenuhi dengan kebencian dengan sesama umat manusia.
Apalah artinya kalian berhijab jika ternyata kalian hobi korupsi mengemplang uang rakyat, gemar menipu umat dengan bisnis berkedok agama, suka berkata kotor mengina dan mencaci-maki sesama makhluk Tuhan, gemar merendahkan derajat dan martabat orang lain, dan seterusnya.
Apalah artinya kalian berhijab jika hatimu begitu angkuh dan sombong merasa diri paling layak masuk surga dan menganggap mereka yang tak berhijab sebagai penghuni neraka seperti kalian saja yang punya surga-neraka.
Silakan saja berhijab karena itu bagian dari hak Anda untuk berpakaian tapi tak perlu diiringi dengan olokan terhadap yang lain.
Silakan saja mengenakan hijab tapi tak perlu mendosa-dosakan perempuan Muslimah tak berhijab karena kalian sendiri belum tentu bersih dan steril dari dosa-dosa.
Silakan saja menganjurkan yang lain untuk berhijab tapi tak perlu disertai dengan ancaman dan makian apalagi dengan embel-embel neraka yang belum tentu Anda kelak akan terhindar darinya.
Jabal Dahran, Arabia
Judul asli: Hibab Itu Tidak Penting
(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar