Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Mereka diduga bekerjasama dengan Preman atau Ormas tertentu menerima upeti dari Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk mengamankan dari razia dan penertiban.
Temuan itu berasal dari investigasi yang dilakukan Ombudsman pada 9 dan 10 Agustus 2017 di beberapa titik. Antara lain Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, Wilayah Kecamatan Setiabudi, dan sekitaran Mall Ambassador.
Ikut disebut-sebutnya Tanah Abang menuai reaksi dari Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana atau yang akrab disapa Haji Lulung. Pria yang sangat ditokohkan di Tanah Abang itu menyatakan masyarakat Tanah Abang merasa dirugikan atas temuan Ombudsman tersebut.
"Apa kepentingannya di-publish? Saya tanya apa kepentingannya? Masyarakat Tanah Abang dirugikan loh. Ada enggak sih copet, ada enggak sih pungutan? Misalnya di Pasar Senen, Pasar Rebo, di Jakarta Utara? Kenapa Tanah Abang. Ada apa dengan Tanah Abang? Why, Ombudsman?," kata Lulung, Senin (27/11) kemarin.
Lulung membantah jika ada pungutan liar di Tanah Abang. Dia menantang Ombudsman melapor ke polisi jika memang memiliki bukti.
"Siapa pun bisa melapor kalau di situ ada kejahatan. Jangan munculin terus. Kami masyarakat Tanah Abang punya masa depan. Kami punya anak perempuan. Nanti anak perempuan kami dilamar, ah anak Tanah Abang tuh. Termasuk pembunuhan karakter dan meresahkan masyarakat Tanah Abang. Ayo. Kalau ditemukan itu ya mari kita basmi pungli itu. Jangan ngomong aja. Saya juga bisa ngomong," katanya.
Lulung mengajak Ombudsman duduk bareng dengan para tokoh dan warga Tanah Abang untuk membicarakan temuan tersebut. Lulung pun mempertanyakan mengapa Ombudsman terus mem-publish temuan tersebut.
"Ngapain saya tanya sama dia ngapain di-publish terus? Untuk apa di-publish?" lanjut Lulung.
Lulung lagi-lagi menantang Ombudsman jika memiliki bukti kuat langsung melaporkannya ke kepolisian. Jangan sampai Ombudsman membuat opini publik kalau Tanah Abang menjadi pusat pungli.
"Memeras, menodong, merampok, pungli, tindak dong. Tangkap dong. Jangan bentuk opini terus. Ada apa? Kenapa bentuk opini? Ada apa itu Ombudsman? Ada politik apa di situ? Tangkap," ujarnya.
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala pun angkat bicara. Adrianus menyatakan Ombudsman tak bisa menindaklanjuti hasil temuannya karena bukan penegak hukum. Ombudsman, kata dia, merupakan lembaga yang dibentuk untuk memberi peringatan kepada lembaga publik yang diduga melakukan penyimpangan.
"Kami kan bukan penegak hukum. Kami adalah lembaga reminder, lembaga yang mengingatkan agar yang punya kewenangan melakukan tugasnya. Makanya kami juga waktu itu mengundang Inspektorat DKI Jakarta untuk bekerja," katanya di kantor Ombudsman, kemarin.
"Kalau dia yang enggak nindak kok nyalahin kita sih? Cara berpikirnya bagaimana ya?" sambungnya.
Dia menegaskan Ombudsman tak bekerja untuk menggiring opini publik. Dia pun menjelaskan titik yang diduga masih marak pungli dan preman tak hanya Tanah Abang, tapi ada tujuh titik lainnya yaitu Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, dan kawasan sekitar Mal Ambasador.
"Kami punya lokasi tujuh titik dan di tujuh lokasi itu fenomenanya sama. Bahwa terjadi Satpol PP ngutip (pungli), yang kedua ada preman. Media kemudian menggiringnya Tanah Abang melulu seakan-akan Tanah Abang beda sama yang lain," jelasnya.
Pihaknya baru melakukan investigasi di tujuh titik. Namun tak menutup kemungkinan di tempat lain juga ditemukan praktik yang sama. Hanya saja untuk menyisir tempat lain, pihaknya memiliki keterbatasan SDM.
"Andaikan kami sebar (investigasi) untuk 30 titik kalau kami punya kemampuan bisa kami sebar. Tapi kami hanya tujuh titik. Itu pun kami investigasi selama seminggu. Jadi jangan repot-repot di soal oknum. Karena kami berpendapat kalau sudah tujuh kasus saja kami temui dan mudah maka asumsinya begitulah yang kami temukan di tempat-tempat yang lain," katanya.
Pihak Satpol PP DKI sendiri sudah angkat bicara soal temuan Ombudsman tersebut. Wakil Ketua Satpol PP DKI Jakarta Hidayatullah membantah temuan tersebut. Kepastian ini dia dapat karena sudah memasang mata-mata untuk mengawasi anak buahnya.
"Ya, sudah kita pasang mata-mata, kita komando, belum ada," katanya, Jumat (24/11) lalu.
Dengan tidak adanya bukti yang valid, dia merasa difitnah oleh Ombudsman. Namun, Hidayatullah menegaskan, pihaknya tidak akan memberikan sanksi tegas jika memang ada jajarannya yang melakukan praktik tersebut.
"Jadi difitnah terus kita Satpol PP ini. Kita belum menemukan lah ya enggak? Kita belum menemukan Satpol PP mungut-mungut uang di kaki lima," katanya.
(Merdeka/Info-Menia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar