Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Semangat Bangsa Indonesia Memperjuangkan Khilafah Tahun 1924

Semangat Bangsa Indonesia Memperjuangkan Khilafah Tahun 1924

Written By Unknown on Senin, 27 November 2017 | November 27, 2017

Surat Kabar Bandera Islam edisi “Chilaafat” Kamis 25 Desember 1924

Sesungguhnya perjuangan penegakan Khilafah Islamiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah besar bangsa Indonesia. Penelusuran sumber-sumber sejarah yang ada menunjukkan bahwa segera setelah keruntuhan Khilafah Turki Usmani, sejumlah besar tokoh pergerakan beserta ummat Islam turut terlibat dalam perjuangan penegakan kembali Khilafah Islam. Sebut saja H.O.S. Tjokroaminoto, K.H. Agus Salim, K.H. Fakhrudin dan K.H. Mas Mansur. Mereka bukan sekadar pahlawan nasional, Lebih dari itu, mereka adalah aktor penting perjuangan Khilafah kala itu.

Meskipun cukup singkat dan segera lenyap tergerus arus perjuangan nasionalisme, fakta sejarah ini harus diungkap supaya tidak ada missing link dalam sejarah perjalanan bangsa. Adalah hak seluruh anak bangsa untuk memahami sejarah perjuangan pendahulunya secara utuh tanpa ada yang disembunyikan. Dengan demikian, kita dapat memetik pelajaran berharga sebagai bekal untuk menjalani kehidupan saat ini.


Perjuangan Khilafah 1924-1927

Eksistensi sejarah umat Islam Indonesia dalam memperjuangkan khilafah telah diamini oleh para sejarawan Indonesia maupun Barat. Diantaranya adalah apa yang dinyatakan oleh Prof. Deliar Noer, Prof. Aqib Suminto, dan Martin van Bruinessen dalam tulisan akademis mereka.

Deliar Noer dalam disertasinya, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 (Cornell University, 1962), menyatakan bahwa umat Islam di Indonesia tidak hanya berminat dalam masalah khilafah, tetapi juga merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya. Lalu Aqib Suminto dalam disertasinya, Politik Islam Hindia Belanda (IAIN Jakarta, 1985), menuturkan tentang pengaruh Pan-Islamisme di Indonesia dalam perjuangan khilafah saat itu. Dia menyatakan ada kaitan yang erat antara paham Pan-Islamisme dan jabatan Khalifah karena Khalifah merupakan simbol persatuan ummat Islam di seluruh belahan dunia.

Deliar Noer dalam disertasinya, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 (Cornell University, 1962), menyatakan bahwa umat Islam di Indonesia tidak hanya berminat dalam masalah khilafah, tetapi juga merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh seorang orientalis Belanda, Martin van Bruinessen, dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul Muslim of Dutch East Indies and The Caliphate Question (Studia Islamika, 1995). Peristiwa penghapusan Turki Usmani yang kemudian disusul seruan ulama al-Azhar untuk memilih khalifah baru, dan penaklukan Hijaz oleh Ibn Sa’ud, mendapatkan antusiasme yang sangat besar dari umat Islam Indonesia sehingga menimbulkan pergerakan yang masif di Indonesia.

Menurut arsip Pemerintah Kerajaan Belanda, seperti dikutip van Bruinessen, hal itu bahkan dianggap sebagai “sebuah tonggak bersejarah dalam pergerakan umat Islam di negeri ini”.

Pemberangkatan H.O.S Tjokroaminoto ke Kongres di Mekkah 1926, salah satu agendanya adalah hendak membicarakan perjuangan Khilafah dengan umat Islam seduniaPemberangkatan H.O.S Tjokroaminoto ke Kongres di Mekkah 1926.

Selanjutnya penulis juga telah melakukan penelitian sejarah dengan basis akademik yang ketat mengenai perjuangan khilafah saat itu dengan judul penelitian Peran Surat Kabar Bandera Islam dalam Perjuangan Khilafah 1924-1927 (UI, 2013). Penulis berusaha melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada dengan cara melakukan penelusuran langsung sumber-sumber sejarah yang otentik, baik sumber primer maupun sekunder. Salah satu sumber otentik yang ditemukan sekaligus menjadi obyek penelitian adalah sebuah surat kabar yang terbit pada tahun 1924 hingga 1927 yang bernama Bandera Islam.

Surat kabar yang sampai sekarang masih tersimpan dalam kondisi baik ini diterbitkan oleh Sarekat Islam: salah satu organisasi yang memperjuangkan Khilafah saat itu. Dahulu surat kabar ini digunakan oleh Sarekat Islam sebagai media propaganda dalam perjuangan khilafah. Oleh karena itu, Bendera Islam banyak memuat rekam jejak potret perjuangan khilafah pada masa itu. Dengan menilik kembali surat kabar Bendera Islam, kita dapat memahami antusiasme perjuangan khilafah di Indonesia pada masa itu.

Setelah penulis menelusuri dinamika umat Islam di Indonesia pada permulaan abad ke-20, terlihat bahwa perjuangan khilafah merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Tidak lama setelah Khilafah Turki Usmani diruntuhkan, sejumlah besar dari bangsa Indonesia yang terdiri dari para ulama, tokoh pergerakan Islam, serta elemen ummat Islam lainnya terlibat dalam perjuangan ini. Mereka merasa berkewajiban untuk memperbincangkan dan mencari penyelesaian dalam rangka membentuk khilafah baru.

Pada Desember 1924 di Surabaya diadakan sebuah pertemuan yang dikenal dengan Kongres Al-Islam Luar Biasa. Kongres ini memang sangat luar biasa karena dihadiri oleh 68 organisasi Islam yang mewakili pusat maupun cabang juga dihadiri ulama-ulama dan ribuan umat Islam yang lain. Mereka yang hadir menyepakati sebuah rumusan khilafah yang baru. Rumusan tersebut yakni:
1. Agar dibentuk suatu Majelis Khilafah yang melaksanakan kekuasaan dan kewajiban khalifah atas dasar hukum-hukum Qur’an dan Hadits.
2. Kepala Majelis mengatur, menjaga, dan mengupayakan terlaksananya keputusan-keputusan Majelis.
3. Kepala Majelis dipilih oleh Majelis berdasrkan Syari’ah yang disetujui atasnya dalam permusyawaratan khilafah kemudian pemilihan tersebut diumumkan agar mendapat pengakuan dari seluruh umat Islam di dunia.
4. Majelis Khilafah mengupayakan persamaan paham dan peraturan bagi segala perkara hukum Islam
Majelis Khilafah hendaklah berada di Mekkah.
5. Tentang biaya untuk Majelis Khilafah bersama-sama perlu ditemukan kesepakatan dengan umat Islam yang lain atas hal ini.

Sikap mereka ini tidak terlepas dari pengaruh Pan-Islamisme. Cita-cita persatuan Islam dalam satu pemerintahan Islam yang merdeka menjadi sebuah harapan besar bagi mereka yang saat itu hidup di bawah penjajahan bangsa asing dan kafir. Untuk beberapa waktu cita-cita internasional ini masih tetap bertahan hingga kemudian mereka melupakannya dan mengalihkan perhatian mereka kepada cita-cita nasionalisme yakni menuju negara bangsa yang merdeka.

Sejak saat itu perjuangan khilafah berangsur-angsur hilang tergantikan oleh perjuangan nasionalisme. Dilupakannya persoalan khilafah oleh ummat Islam Indonesia dikarenakan terjadinya perubahan orientasi perjuangan sejumlah pergerakan pada masa itu. NU, Muhammadiyyah, dan Al-Irsyad lebih memfokus perjuangan mereka ke bidang sosial dan pendidikan. Selain itu, perselisihan paham yang telah lama terjadi di antara kelompok pembaharu yang diwakili Muhamadiyyah dan Al-Irsyad, dengan kelompok tradisional (NU), kian meruncing sehingga persoalan khilafah yang semula menjadi perjuangan bersama pada akhirnya ditinggalkan.

Penyebab yang lain, Sarekat Islam yang paling konsen dalam menjaga persatuan umat Islam di Indonesia sudah tidak berkharisma lagi dihadapan umat Islam yang lain setelah Sarekat Islam justru ikut terjerat dalam perselisihan internal umat Islam. Sejak saat itu perjuangan Sarekat Islam sudah tidak lagi mewakili aspirasi politik umat Islam di Indonesia.

Mereka juga tidak bisa lagi mengklaim sebagai pelopor gerakan nasional setelah ada PNI yang menggantikan posisi mereka dengan gagasan nasionalismenya. Selain itu sokongan dunia Islam terhadap persoalan khilafah yang menghilang, akibat konspirasi Barat, mengakibatkan Sarekat Islam meninggalkan perjuangan khilafah dan mengalihkannya pada perjuangan Islam dalam konteks kebangsaan. Maka sejak saat itulah perjuangan khilafah tidak terdengar lagi di Indonesia hingga kemudian muncul pada saat ini gelombang kedua perjuangan khilafah di Indonesia.


Penutup

Bendera Islam menjadi bukti sejarah bahwa perjuangan penegakan Khilafah Islam di Indonesia telah dimulai sejak awal keruntuhan Khilafah Turki Utsmani meski perjuangan itu belum membuahkan hasil yang dicita-citakan hingga detik ini. Pergerakan-pergerakan yang memperjuangkannya telah menemui kegagalan. Sejarah kegagalan ini seyogianya menjadi pelajaran bagi umat Islam di Indonesia. Terutama menjadi bahan evaluasi bagi mereka yang terlibat dalam gelombang perjuangan penegakan khilafah hari ini. Dengan begitu agar tidak mengulang kembali kegagalan perjuangan khilafah di Indonesia.

Ditulis oleh Septian Anto Waginugroho, Mahasiswa Universitas Indonesia Program Studi S1 Ilmu Sejarah.

(Septian-Menulis/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: