Ilustrasi
Kontroversi terkait isi ceramah dari pengkhotbah agama kembali mencuat lagi. Kali ini datang dari seorang ustadz muda yang lagi naik daun dan banyak digandrungi oleh banyak kalangan, baik muda maupun tua.
Dengan tampilan serta fesyen kekinian, tak pelak ustadz satu ini berhasil menarik hati para orang-orang yang ‘haus’ siraman materi agama. Namun sayangnya, penyajian dakwah dengan balutan kreatifitas ini tidak dibarengi dengan pemahaman agama yang memadahi. Sehingga, materi yang disampaikan sedikit banyak melenceng atau tidak sesuai atau keliru dengan pemahaman agama yang benar.
Di era perkembangan teknologi seperti ini, kemunculan ustaz-ustaz dadakan memang tidak dapat dimungkiri. Semua bisa menyajikan ceramah dengan gaya-gayanya sendiri melalui kanal-kanal yang disediakan beberapa media online. Materi yang disampaikan pun bisa berupa berbagai macam bentuk, tulisan, foto, atau video.
Namun, konten dengan video tampaknya lebih efektif dan lebih diminati. Barangkali, karena media ini menyajikan lengkap dengan visual, sehingga eskpresi dan tampilan penceramah bisa dinikmati sekaligus.
Youtube merupakan salah satu media yang membuka ruang akan hal itu. Dari rahim Youtube inilah, pada akhirnya lahir ustaz-ustaz dadakan dengan berbagai konten yang disajikan. Tentu, untuk menarik minat dan hati viewer, para penceramah yang tampil melalui Youtube ini mencoba melakukan inovasi-inovasi. Mereka yang menyajikannya dengan inovasi dan kreatifitas lain dari pada yang lain, akan lebih banyak memperoleh viewer.
Pengakses media atau viewer yang mayoritas awam, jelas tidak akan memperdulikan isi materi yang disampaikan melenceng atau tidak. Yang terpenting bagi mereka, asik untuk dinikmati dan tentu satu lagi, masih terlihat islami. Dari sinilah kemudian terbuka peluang bagi para orang-orang yang memiliki pemahaman agama minim namun memiliki ambisi besar menjadi populer untuk menampilkan kreativitasnya dengan bergaya ustadz serta menyajikan ceramah yang asik dengan disisipi sedikit bahasa Arab dan sesekali mengucapkan hamdalah, tasbih atau istighfar agar terlihat islami.
Kemunculan ustadz-ustadz dadakan di berbagai media online, boleh dikata sebenarnya adalah sebuah kritik kepada para agamawan. Orang yang dengan memiliki pemahaman agama yang bisa dibilang matang justru tidak membaca peluang-peluang itu, sehingga peluang tersebut disusupi dan diisi orang lain yang minim pengetahuan Agama. Ketika isi materi yang disampaikan ustaz dadakan itu melenceng, baru mereka bereaksi dan kelabakan.
“Kita beruntung masih memiliki segelintir ulama’ yang benar-benar alim, seperti KH. A. Musthofa Bisri, Gus Nadirsyah Hosen, Gus Ulil Abshar Abdallah serta beberapa lagi yang menyajikan dakwah melalui Twitter, Facebook, Blog atau Youtube, live streaming. Akan tetapi, meski demikian, bagaimanapun apa yang didakwahkan oleh tokoh-tokoh tersebut belum menjangkau semua kalangan.”
Kaum milenial, tentu lebih berminat pada ustadz yang diistilahkan dengan Gapleh (Gaul tapi Soleh). Sayangnya, sedikit ustadz Gapleh dari orang-orang yang benar-benar memiliki pemahaman agama yang matang.
Barangkali, kalangan pemuda-pemuda santri atau mahasiswa yang sudah mengenyam ngaji di pesantren dapat membaca peluang ini dan mengisinya, sehingga dapat ‘merebut’ lahan dakwah yang telah banyak dikuasai oleh mereka yang mendaku sebagai ustaz namun sebenarnya merusak marwah ustadz. Mungkin ini bisa menjadi salah satu solusinya.
(Alif/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar