Sayap media resmi Al-Qaeda mengeluarkan bulletin rutinnya, An-Nafir. Pada edisi yang ke-18, bulletin An-Nafir menyoroti kerjasama beberapa rezim Timur Tengah dengan Amerika dan Barat dalam memerangi kaum muslimin di Perang Salib saat ini.
Menurut Al-Qaeda, Perang Salib (perang yang dimotori Barat untuk memerangi umat Islam) terus berjalan dengan berganti-ganti nama. Perang melawan terror salah satunya. Term Perang Melawan Teror secara umum sudah bias dipahami Perang Melawan Islam, bukan yang lain.
Berikut terjemahan bulletin An-Nafir Al-Qaeda #18.
Allah swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan. Agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” [QS. Al-Anfal: 36-37].
Terma teror merupakan di antara terma dan istilah yang paling banyak tersebar dan merebak beberapa tahun ini. Namun urgensi terma itu sebenarnya bukan berdasarkan realita yang sesungguhnya terjadi. Ia hanya sesuai dengan hasrat para pemimpin argesor Salibis kontemporer yang tidak memiliki nilai apa pun terhadap terma dan istilah tersebut kecuali apa yang bisa merealisasikan kepentingan-kepentingan mereka.
Pada level pertama, terma teror selalu disematkan pada umat Islam. Oleh itu, saat terma teror disebutkan dalam konferensi apa pun maka yang tergambar dalam benak mereka senantiasa terarah kepada umat Islam; baik secara personal maupun komunal.
Tetapi jika yang melakukan hal itu dari non-Muslim maka mereka mengistilahkannya sebagai pembelaan diri, reaksi pembalasan, dan operasi pro-aktif serta istilah-istilah pengalabuan lainnya yang mereka jalankan dengan matang dan profesional.
Agresi Salibis kontemporer berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menancamkan pemahaman ini kepada orang-orang dan masyarakat melalui berbagai konferensi, pertemuan, dan seminar yang tidak ada henti-hentinya. Oleh itu, Anda akan mendapati berbagai konferensi regional dan internasional selalu mengangkat tema War on Terror (Memerangi Teror) sebagai list utama konferensi tersebut. Baik konferensi itu bersifat periodik maupun non-periodik.
Bahkan berbagai konferensi perempuan dan yang khusus terkait perempuan pun tak luput mendiskusikan tema tersebut. Tujuannya untuk menunjukkan kepada para pemimpin tersebut bahwa mereka juga melangkah sesuai dengan skenario dan strategi sebagaimana yang telah diarahkan.
Bahkan para pemimpin dan petinggi kerajaan negara-negara Arab-Islam pun memilih untuk bersama satu barisan di bawah bendera Salib sejak Amerika mendeklasikan War on Terror. Mereka rela mengerahkan negeri-negeri, kemampuan, kekayaan, pasukan, dan perangkat intelijen mereka demi berkhidmat dan membantu para Salibis.
Tidak ada satu pun ruang dari yang sebenarnya ‘Perang Melawan Islam’ itu kecuali mereka berusaha berlomba-lomba mengukuhkan loyalitas mereka, kecintaan, dan ketundukan mereka kepada para Salibis.
Dalam perang Salib yang penuh darah ini, terjadilah beberapa fragmen yang dimulai dengan fenomena berdarah-darah yang mengerikan. Mayat-mayat dan jasad-jasad yang bergelimpangan dengan suatu bentuk teror mengerikan dari bentuk-bentuk teror yang dilakukan oleh para rezim penguasa.
Lalu langsung tampillah sosok ‘pahlawan’ yang berpidato kepada rakyatnya bahwa ia akan tetap memerangi teror dan menghancurkan kaum takfiri mewakili penguasa regional dan dunia. Itu ia lakukan dalam suatu panggung sandiwara murahan yang didukung oleh jaringan-jaringan media rendahan guna mempersiapkan panggung berikutnya dari ibukota Saudi, Riyadh. Dari sanalah mereka mendeklarasikan dengan sangat melukai hati (umat Islam) dengan dibukanya pertemuan pertama ‘Aliansi Militer Islam untuk Memerangi Teror’ di bawah pengawasan politikus ‘muda’ Muhammad bin Salman.
Ini guna menyempurnakan fragmen episode (perang) yang telah dimulai oleh As-Sisi untuk menutupi kegagalan berulang-ulang ‘Pengeran Muda’ itu di internal negara Saudi dan di negara Irak, Syam, Yaman, dan Libanon. Sekaligus untuk menyematkan gelar baru bagi ‘Pengeran Muda’ itu yaitu ‘Pengabdi Salib’ sebagai ganti dari gelar sebelumnya (Pengabdi Dua Kota Suci). Hal ini merupakan suatu harga yang harus ditebus oleh ribuan orang tak berdosa di seluruh negeri Islam kita.
Perang yang sedang dipimpin Amerika dan aliansi Baratnya dengan mengatasnamakan War on Terror merupakan bagian dari perang Salib Dunia melawan Islam.
Allah swt berfirman, “Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [QS. Al-Baqarah: 217].
Untuk memperbaiki citra mereka di mata umat Islam, mereka pun memakai kostum yang sesuai dengan tabiat isitilah mereka yang baru. Namun tetap saja (Perang Salib) senantiasa keluar dari mulut para pemimpin mereka. Bahkan Bush mengatakannya sebelum memerangi Afghanistan, “Kita akan memasuki Perang Salib dalam bentuk yang baru.”
Toni Blair saat menjabat Perdana Menteri Inggris juga berkata di hadapan para pasukannya, “Kalian berada di sini untuk memerangi virus Islam.”
Sementara Trump dengan terus terang berkomentar bahwa Raja Yordania dan As-Sisi adalah ‘dua teman aliansi untuk menghadapi Islam radikal’. Lalu ia mengakhirinya dengan pengumuman yang buruk bahwa al-Quds (Yerussalem) adalah ibukota Zionis (Israel).
Inilah hakikat pertempuran yang sebenarnya. Barang siapa yang tidak mengetahui hal itu maka ia sesungguhnya tidak menyadari dimensi tabiat perang ini. Sehingga, ia pun tidak bisa melihat secara jelas berbagai dimensi sesungguhnya di balik Perang Salib yang ganas ini.
(Jihadology/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar