Israel secara sepihak telah mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadi mereka dan tidak dapat dibagi dua dengan Palestina.
Kecemasan beredar sejak pekan lalu akhirnya mulai menjadi kenyataan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberitahu tiga pemimpin Arab, dirinya akan memindahkan Kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump kemarin pagi waktu setempat menelepon Presiden Palestina Mahmud Abbad, Raja Abdullah dari Yordania, dan Presiden Mesir Abdil Fattah as-Sisi untuk memberitahu ketiganya mengenai rencana kontroversial tersebut.
Kalau rencana ini terlaksana berarti itu merupakan bentuk pengakuan Amerika terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam pidato pembukaan pameran foto dan seminar mengenai pembangunan kapasitas warga Palestina kemarin di kantornya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengakui dirinya pun sudah mendapat informasi mencemaskan tentang rencana Trump mengakui kota suci bagi tiga agama itu - Islam, Yahudi, dan Nasrani - sebagai ibu kota Israel.
Karena itu, dia Senin lalu telah memanggil Duta Besar Amerika Joseph R. Donovan Jr. buat meminta penjelasan terkait isu sangat sensitif dalam konflik Palestina-Israel tersebut. Dalam pertemuan ini, Joseph Donovan menyatakan Presiden Trump belum mengambil keputusan akhir mengenai status Yerusalem.
"Indonesia secara tegas menyampaikan Indonesia sangat prihatin mengenai isu status Yerusalem," kata Retno. "Segala perubahan atas status Yerusalem akan membahayakan proses perdamaian dan perdamaian itu sendiri."
Pada kesempatan itu, Retno menilai rekonsiliasi Hamas-Fatah merupakan perkembangan menjanjikan. Dia menekankan persatuan rakyat Palestina sangat penting dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan.
Amerika Serikat sudah mengesahkan Jerusalem Embassy Act pada 1995, mewajibkan pemerintah Amerika memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Namun beleid disahkan di era Presiden Bill Clinton ini selalu ditunda oleh tiap presiden Amerika karena khawatir tindakan itu bakal menghancurkan proses perdamaian dan memperluas konflik.
Tiap penundaan pemindahan kedutaan itu berlaku saban enam bulan dan bisa diperpanjang.
Para pemimpin Arab, termasuk Abbas dan Raja Abdullah dari Yordania, telah memperingatkan perubahan status atas Yerusalem bisa berakibat sangat fatal.
Yerusalem sendiri sebenarnya berstatus di bawah hukum internasional sejak Israel mencaplook kota suci tiga agama itu pada 1967. Namun secara sepihak, negara Zionis ini mengklaim Yerusalem atau Al-Quds dalam bahasa Arab, sebagai ibu kota abadi mereka dan tidak dapat dibagi dua dengan Palestina.
Klaim ini dilakukan lewat Hukum Dasar Yerusalem disahkan Knesset (parlemen Israel) pada 1980.
Palestina selama ini menuntut kemerdekaan atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berpidato dalam pembukaan seminar dan pameran foto soal pembangunan kapasitas warga Palestina di kantornya di Jakarta, 5 Desember 2017. (Foto: Faisal Assegaf/Albalad.co)
Kecemasan beredar sejak pekan lalu akhirnya mulai menjadi kenyataan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberitahu tiga pemimpin Arab, dirinya akan memindahkan Kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump kemarin pagi waktu setempat menelepon Presiden Palestina Mahmud Abbad, Raja Abdullah dari Yordania, dan Presiden Mesir Abdil Fattah as-Sisi untuk memberitahu ketiganya mengenai rencana kontroversial tersebut.
Kalau rencana ini terlaksana berarti itu merupakan bentuk pengakuan Amerika terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dalam pidato pembukaan pameran foto dan seminar mengenai pembangunan kapasitas warga Palestina kemarin di kantornya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengakui dirinya pun sudah mendapat informasi mencemaskan tentang rencana Trump mengakui kota suci bagi tiga agama itu - Islam, Yahudi, dan Nasrani - sebagai ibu kota Israel.
Karena itu, dia Senin lalu telah memanggil Duta Besar Amerika Joseph R. Donovan Jr. buat meminta penjelasan terkait isu sangat sensitif dalam konflik Palestina-Israel tersebut. Dalam pertemuan ini, Joseph Donovan menyatakan Presiden Trump belum mengambil keputusan akhir mengenai status Yerusalem.
"Indonesia secara tegas menyampaikan Indonesia sangat prihatin mengenai isu status Yerusalem," kata Retno. "Segala perubahan atas status Yerusalem akan membahayakan proses perdamaian dan perdamaian itu sendiri."
Pada kesempatan itu, Retno menilai rekonsiliasi Hamas-Fatah merupakan perkembangan menjanjikan. Dia menekankan persatuan rakyat Palestina sangat penting dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan.
Amerika Serikat sudah mengesahkan Jerusalem Embassy Act pada 1995, mewajibkan pemerintah Amerika memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Namun beleid disahkan di era Presiden Bill Clinton ini selalu ditunda oleh tiap presiden Amerika karena khawatir tindakan itu bakal menghancurkan proses perdamaian dan memperluas konflik.
Tiap penundaan pemindahan kedutaan itu berlaku saban enam bulan dan bisa diperpanjang.
Para pemimpin Arab, termasuk Abbas dan Raja Abdullah dari Yordania, telah memperingatkan perubahan status atas Yerusalem bisa berakibat sangat fatal.
Yerusalem sendiri sebenarnya berstatus di bawah hukum internasional sejak Israel mencaplook kota suci tiga agama itu pada 1967. Namun secara sepihak, negara Zionis ini mengklaim Yerusalem atau Al-Quds dalam bahasa Arab, sebagai ibu kota abadi mereka dan tidak dapat dibagi dua dengan Palestina.
Klaim ini dilakukan lewat Hukum Dasar Yerusalem disahkan Knesset (parlemen Israel) pada 1980.
Palestina selama ini menuntut kemerdekaan atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar