Hidup di masa tersebarnya fitnah merupakan suatu episode yang berat yang dihadapi oleh setiap muslim; terkhusus jihadi. Berat karena ia harus berhadapan dengannya, atau paling tidak bertahan agar tidak terseret arus fitnah tersebut. Selain itu, lantaran jihadi memiliki misi besar untuk membela Islam dan tahkim syariah, maka fitnah yang menghantam mereka juga akan semakin besar.
Sebagian memang bisa tetap bertahan dengan misinya, namun sebagian lagi juga tak kuasa untuk tetap konsisten dengan misi agungnya. Untuk inilah kiranya Dr. Sami al-‘Uraidi menulis buku kecilnya yang berjudul Nashaih lil Mujahid fi Zaman al-Fitan, yang secara harfiah bisa artikan ‘Nasehat-Nasehat Bagi Jihadi Saat Masa Fitnah’.
Dr. Sami al-‘Uraidi merupakan ketua dewan syar’i Jabhah Nushrah, sebuah kelompok Al-Qaeda yang bergerak di Suriah.
Menarik dari buku kecil ini lantaran dipublikasikan oleh As-Sahab Media, devisi media Al-Qaeda Pusat. Oleh itu, Dr. Aiman Zhawahiri pun berkenan memberi kata pengantar atas buku kecil tersebut.
Dalam pengantarnya Zhawahiri menegaskan bahwa jihadi itu bukanlah seorang yang maksum; terbebas dari dosa. Sehingga jihad yang dilakukan seorang Muslim bukan suatu jaminan bahwa seluruh apa yang ia lakukan benar adanya. Lalu Zhawahiri pun menyebutkan beberapa fakta kesalahan-kesalahan yang dilakukan jihadi dalam jihad kontemporer, sejak dari jihad Afghanistan hingga jihad Irak.
Bagi Zhawahiri, karena jihadi memiliki senjata, maka mereka termasuk orang yang sangat perlu untuk mendapat suatu panduan dalam menghadapi masa fitnah. Sebab, jika jihadi tidak berpegang pada ketentuan syariat pada masa itu, justru mereka bisa menimbulkan akibat yang buruk; baik mereka sadari atau tidak. Dari itu, seyogianya pada jihadi lah orang pertama yang harus menghindari berbagai fitnah itu.
Meski tidak disebutkan secara jelas susunannya sebagaimana tulisan ilmiah lainnya, namun kitab kecil ini dapat dibagi menjadi tiga bagian: pengantar (mukaddimah), definisi fitan (singular: fitnah), dan nasehat-nasehat bagi jihadi pada masa fitnah, yang merupakan inti dari buku ini.
Dengan menukil beberapa pendapat ulama, Al-‘Uraidi menyebutkan bahwa fitnah memiliki beberapa arti di antaranya yaitu cobaan dan ujian; baik yang berkaitan dengan harta, kedudukan, keluarga dan lainnya. Menurut Al-‘Uraidi, dalam terminologi syar’I fitnah juga memiliki beberapa makna, tergantung konteks pemakaiaannya. Namun makna umumnya kembali pada cobaan dan ujian. Selain itu, dapat juga diartikan dengan kemaksiatan dan dosa. Al-‘Uraidi juga menegaskan bahwa fitnah juga bisa maknai dengan perselisihan dan perbedaan dalam menyikapi sesuatu yang masih jelas dikatahui kebenaran atau kebatilannya. [h. 6-7]
Mengawali inti dari bukunya, Al-‘Uraidi menjadikan anjuran untuk berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman Salaf (tiga generasi pertama umat Islam: sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in) sebagai poin pertama dari nasihatnya. Dalam pandangannya, ini merupakan keselamatan di setiap waktu dan setiap tempat. Ia juga menekankan perpegang pada al-Quran dan Sunnah saja tidak cukup, namun harus sesuai dengan pemahaman dan pengamalan dari generasi Salaf. Alasannya, merekalah generasi yang dipuji oleh Allah, dan diperintahkan untuk mengikutinya. [h. 7-8]
Sementara berserah diri kepada Allah dan menyibukkan diri melakukan berbagai amal shalih (al-luju` ilallah bil qurabat) merupakan poin kedua dari nasehat yang beliau tulis. Dan di antara amal-amal shalih yang beliau anjurkan agar dilakukan dan dilazimi oleh para jihadi yaitu: shalat, dzikir dan doa, taubat dan istighfar, amar makruf nahi munkar, berkomitmen mengamalkan Sunnah Rasul dan menjauhi bid’ad serta hawa nafsu, giat menuntut ilmu dan mengembalikan persoalan syar’I pada ulama rabbani, mempelajari sejarah dan merenungi kejadian-kejadiannya untuk diambil pelajarannya, mengklarifikasi setiap berita dan peristiwa, serta menjaga lisan. [h. 8-22].
Poin nasehat berikutnya, adalah sabar, teguh, dan berhusnuzhan kepada Allah. Bagi Al-‘Uraidi, siapa yang tidak mampu bersabar, teguh dan berhusnuzhann kepada Allah maka ia tidak akan mampu menghadapi fitnah beserta konsekuensi dari fitnah tersebut. Bahkan ia bisa saja berbalik arah.
Nasihat-nasihat lain yang tidak kalah penting dari poin-poin sebelumnya yaitu: bersikap santun, cermat, dan lemah lembut; menjauhi fitnah; konsisten bersama jamaah dan menjauhi perpecahan dan perselisihan, serta bantu membantu dalam kebaikan dan ketakwaan; mendengar dan taat dalam kebaikan;dan terakhir, mengembalikan pemahaman ayat yang mutasyabih (rancu) kepada muhkam (pasti) serta merujuk pada kebenaran yang telah disepakati sebelum terjadi fitnah.
Mengakhiri bukunya, Al-‘Uraidi kemudian menegaskan bahwa sumber fitnah dan cobaan paling besar yang menimpa sebagian besar negeri umat Islam hari ini merupakan akibat tidak adalah supremasi syariat (hakimiyyah syariah). Hal ini merupakan suatu yang telah menjadi konsensus (ijma’) para ulama Islam.
Menurutnya, sikap diam terhadap pada tiran yang mengganti syariat Allah merupakan suatu kekeliruan. Bahkan menelanjangi mereka terkait persoalan ini, menjelaskan kesalahan mereka, dan berdiri menghadapi mereka merupakan di antara amal shalih yang utama; yang bukan termasuk fitnah.
Judul : Nashaih lil Mujahid fi Zamanil Fitan
Penulis : Dr. Sami Al-‘Uraidi
Halaman : 29
Penerbit : As-Sahab Media
Tahun : Maret 2017
(Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar