Workshop edukasi menjelaskan Budaya Hijab diadakan di himpunan Asosiasi Pune kota ini, dengan kerjasama atase kebudayaan Iran di Mumbai.
Menurut laporan IQNA dilansir dari rumah kebudayaan Iran di Mumbai, workshop edukasi budaya hijab diselenggarakan di tempat penyelenggaraan bahasa Persia di Pune, dengan dihadiri Narges Heshmati dan Sayyid Alireza Tabatabai, dosen hauzah dan unviersitas, guna lebih mengenal masyarakat Iran yang bermukim dan para partisipan akan pembahasan sosiologi.
Di awal workshop Narges Heshmati mengungkapkan, jilbab merupakan faktor penting dalam penciptaan keamanan mental dan psikologis, sebuah keamanan yang terancam dengan fenomena ketelanjangan dan ketidakterikatan di Barat.
“Banyak wanita Kristen di abad-abad yang lalu, tidak hanya dalam upacara keagamaan, seperti doa atau pergi ke gereja, tapi juga selama kehidupan biasa mereka, memakai cadar, penutup dan atau dengan kata terkini adalah kerudung untuk menutupi kepala mereka,” imbuhnya.
Heshmati menegaskan, kerudung telah berubah menjadi topi di abad ke-18, dan telah terjadi kontroversi di kalangan wanita tentang apakah menutupi rambut seharusnya hanya pada saat berdoa dan masuk gereja ataukah di semua kondisi harus menutupi kepala.
“Pada abad ke-19 sampai pertengahan abad ini, topi digunakan sebagai barang mewah di Eropa, namun wanita Eropa selalu mengenakan penutup rambut di tempat-tempat umum. Menurut sosiolog barat, lupa adalah alasan utama penutupan wanita dalam doa dan selainnya, menurut orang-orang ini, ada alasan spiritual di belakang mereka, yang sudah dilupakan pada saat ini,” ucapnya.
Heshmati menjelaskan, jilbab selalu menjadi wakil dari banyak hal di dalam dan di luar dunia Islam, termasuk sebuah pernyataan sosial budaya yang kuat melawan kerusakan dan ketidakterikatan dan sebuah tindakan keagamaan yang mendalam seseorang; hal ini kembali pada dasar Islam Alquran mengkategorikan hijab dalam bentuk busana yang lazim,” ucapnya.
Selanjutnya, Sayyid Alireza Tabatabai mengupas tentang perubahan kawasan dan Iran. Ia mengatakan, ironisnya sebagian negara muslim yang memiliki kedaulatan turun-temurun, dengan dukungan musuh-musuh bebuyutan Iran ingin menghancurkan persatuan dan keamanan masyarakat Iran. Keluarga-keluarga buruk ini, seperti keluarga Saudi, dengan memiliki kekayaan, media dan pers, dan banyak kekuatan, tidak mengambil suatu tindakan bagi umat Islam dan persatuan umat Islam, namun tindakan-tindakan mereka justru lebih mengarah pada perpecahan dan menghantam negara-negara lain, termasuk Iran.
“Alasan demonstrasi terakhir bisa diringkas dalam beberapa poin: pertama atas nama ekonomi, situasi ekonomi telah memainkan peran besar dalam demonstrasi tersebut. Alasan lainnya adalah perubahan intelektual, dimana dalam hal struktur dan dasar dalam arti bahwa sistem pemikiran di pelbagai kelas masyarakat Iran telah berubah, demikian juga sejumlah faktor politik, ekonomi, agama, dan sosial, yang akhirnya mengarah pada terciptanya kesenjangan kelas, budaya, etnis, dan sosial. Faktor berikutnya adalah intervensi asing dalam konteks penyalahgunaan dan provokasi terhadap gerakan protes ini, yakni memanfaatkan kesenjangan internal yang ada untuk memperbesar masalah dan memancing orang Iran untuk melawan sistem yang ada,” ucapnya.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/Lain/ABNS)
Posting Komentar