Abu Dzar telah bertauhid sebelum bitsah; nabi Muhammad saw diutus Allah sebagai Rasul-Nya bagi umat ini. Setelah bitsah, ia beriman kepada beliau saw. Ia tergolong as-Sabiqun; orang-orang yang lebih dulu masuk Islam. Abu Dzar lah orang pertama yang menampakkan imannya itu secara terang-terangan di Mekah, dan ia sampaikan keyakinan tauhidnya kepada semua orang di sekitar Kabah.
Kejujuran Abu Dzar diakui Rasulullah saw, dalam sabdanya:
ما اقلت العبراء وما اظلت الخضراء على ذي لهجة اصدق من ابي ذر
Maknanya kira-kira begini: “Bumi tak berbalik dan langit tak berawan atas orang yang lebih jujur dari Abu Dzar.” Sejauh yang saya pahami, maksudnya ialah tidak ada orang yang lebih jujur dan benar dalam bicara dari Abu Dzar. Kalaupun ada yang melampaui tingkat kejujuran dan kebenarannya dalam bicara di zamannya, ia adalah Amirul mu`minin Ali bin Abi Thalib -karramallah wajhah. Di tingkat sifat utama ini, Abu Dzar bersaing dengan Miqdad dan Salman (ra).
Rasulullah saw memberkati Abu Dzar dalam pujian beliau yang memberitakan tentang apa yang akan terjadi pada dirinya nanti di akhir hayatnya: Allah merahmatimu wahai Abu Dzar. Sesungguhnya kamu akan hidup sedirian dan mati sendirian; kamu akan bangkit sendirian dan akan masuk surga sendirian. Beruntunglah orang-orang yang akan memandikan, mengkafani dan menguburkan jasadmu…
Di dalam riwayat itu pula Rasulullah saw bersabda: Engkau bagian dari kami Ahlulbait.. Maka jadilah pecinta Ahlulbaitku, ialah orang-orang yang telah Allah hilangkan nista dari mereka dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.[1]
Abu Dzar dari sejak awal langkah mengikuti Rasulullah saw, ia telah bersama Ali dan memihaknya. Ia mengetahui sepenuhnya tentang perjuangan Fatimah az-Zahra di jalan risalah Nabi. Karena itu, ia memiliki keimanan yang bermarifat sangat dalam, kepada Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya.
Dalam imannya itu, kerelaan Abu Dzar tak bisa dibeli dengan apapun di dunia ini oleh siapapun yang lalim. Di masa Imam Ali, ketika dari pihak penguasa di Madinah dan Syam dibawakan sejumlah uang secara tertutup kepada Abu Dzar, dengan tegas ia mengatakan: Saya punya sekantong roti gandum untuk menyambung hidup dalam beberapa hari. Saya merasa cukup dengan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan keluarga sucinya, tanpa membutuhkan bantuan orang lain.[2]
Dalam membela Fatimah az-Zahra putri Rasulullah saw, di satu hari ia berteriak: Sesungguhnya, wilayah Ali dan keluarganya yang menyerukan kebenaran. Mereka adalah para penunjuk jalan Allah dan keadilan.. Saya mendengar sendiri dari Rasulullah, bersabda: Bahwasannya Ali adalah orang terpecaya besar, yang memilah kebenaran dari kebatilan dan pemimpin kaum beragama sesudah Rasulullah.[3]
Sepeninggal Rasulullah saw, pembelaan terhadap putri beliau yang disabdakan oleh Nabi bahwa: Fatimah belahan diriku.. Siapa yang menyakitinya telah menyakiti aku., Abu Dzar seakan menjadi penyambung lidah Sayidah Fatimah yang menuntut haknya. Berikut ungkapan Abu Dzar ra:
“Ya Allah, Saya cinta Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Karena mencintai mereka ini, (Saya rela) sekalipun kiranya mereka memotong-motong badan Saya. Inilah jalan yang Saya tempuh hingga mereka menjumpai-Mu. Melalui jalan (cinta mereka) inilah Saya mencari ridha-Mu.[4]
Cinta Abu Dzar itu kepada manusia-manusia suci ini tak bertepuk sebelah tangan, bahwa Sayidah Fatimah pun mempunyai perhatian khusus kepadanya. Beliau memuji Abu Dzar dan menjadikannya termasuk orang-orang di dalam keluarganya. Diriwayatkan; Sayidah Fatimah di satu kesempatan mengabarkan tentang kedatangan tiga bidadari dari surga kepadanya. Salah satu dari mereka mengenalkan dirinya bernama Dzurrah yang telah Allah ciptakan khusus bagi Abu Dzar.[5]
Dalam satu riwayat, Imam Shadiq berkata: Bunda Fatimah berkata kepada Ali, Bila aku meninggal dunia, jangan beritahu seorangpun kecuali Ummu Salamah, Ummu Aiman dan Fidhah; kalau dari laki-laki adalah kedua putraku (al-Hasan dan al-Husein), al-Abbas, Salman, Ammar, Miqdad, Abu Dzar dan Hudzaifah. Jangan engkau kuburkan aku kecuali di malam hari, dan janganlah engkau beritahu seorangpun di mana pusaraku.[6]
Referensi:
1. Syar hal-Akhbar fi Fadhail al-Aimmah al-Athhar, hal 502; al-Khishal, hal 182; Kamil Baha`i juz 1, hal 157; al-Kafi juz 8, hal 297; Majalis al-Mu`minin, juz 1, hal 217.
2. Naqdu ar-Rijal juz 1, hal 77; Syajarah ath-Thuba/Syaikh Muhammad Mahdi Mazandarani, tentang Abu Dzar.
3. Al-Majalis as-Saniyah juz 1, hal 243-5.
4. Ayan asy-Syiah juz 16, hal 319-21.
5. Rayahin asy-Syariah juz 1, hal 135, Bihar al-Anwar juz 22, hal 352; Dalail al-Imamah, hal 28.
6. Tarikh Thabari juz 2, hal 300; Kifayatu ath-Thalib, hal 225.
(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar