Bila akun Instagram anda kebetulan mengikuti para pesohor hiburan, dan kebetulan itu dipersempit kepada para seleb yang “berhijrah”, mudah bagi anda membaca serta melihat bagaimana penampilan dan laku religius ditebar di media sosial—dengan maksud tertentu atau tanpa maksud apa pun.
Simak kapsi-kapsi ini, misalnya:
Mario Irwinsyah (9 Januari 2018): Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah hari ini kami masih diingatkan dengan mendapatkan pelajaran dari Riba, Qimar, dan Gharar.
Teuku Wisnu (16 Januari 2018): Tadi malam bersama ustadz @hanan_attaki dan @ariekuntung.
Yukie Pas Band (26 Januari 2018): Alhamdulillah digrebeg @bikerssubuhantasikmalaya langsung lompat semesjid dan bersegera shalat dan sharing perkara agama sesudah shalat subuh berjamaah
Arie Untung (27 Januari 2018): Malem minggu jaman now. Alhamdulillah kali ini saya diajak kajian sama istri janjian sama @ratu_anindita eh kebetulan ustadznya yang udah lama most wanted yang saya cari kesempatan ketemu. Barakallah ustadz @fatihkarim.
Seleb seperti Teuku Wisnu, Arie Untung, Dude Harlino, Mario Irwinsyah, dan Tommy Kurniawan rajin mengikuti kajian-kajian keislaman. Mereka kerap terlihat mengikuti kajian bersama. Mereka tak jarang mengabadikan momen kebersamaan, tak ketinggalan dengan sang ustaz, dan mengunggahnya ke akun media sosial.
Seperti yang terlihat pada program kajian Islam yang digelar oleh stasiun televisi swasta di Masjid Al-Azhar, Jakapermai, Bekasi, Minggu lalu. Pada kesempatan itu Dude Harlino, Mario Irwinsyah, dan Zee Zee Shahab memandu acara tausiah yang dibawakan ustaz Subki Al-Bughury dan ustaz Derry Sulaiman. Acara itu dihadiri pula oleh Fenita Arie, istri Arie Untung, sebagai bintang tamu untuk membagikan kisah prosesnya berhijrah.
Keputusan Fenita Arie mengenakan jilbab sebagai salah satu bentuk “berhijrah” juga diikuti oleh Cinta Penelope, meski proses keduanya berlainan. Mereka menambah daftar panjang selebritas yang melakoni hal sama.
Meski begitu, kisah artis berhijrah bukan hal baru. Kita bisa menariknya hingga lebih dari satu dekade ke belakang.
Pada 2006, ada nama Saktia Ari Seno, gitaris Sheila on 7, yang memutuskan hengkang dari band Yogyakarta itu demi mempelajari Islam secara lebih mendalam. Orang ramai, terutama “Sheila Gank”—sebutan untuk penggemar So7—terkejut setelah Sakti muncul kembali sekitar tahun 2010 dengan penampilan sangat kontras dan mengubah namanya menjadi Salman Al-Jugjawy. Sakti muncul dengan imamah, peci, jenggot panjang dan tebal, plus celak hitam di bawah mata.
Ada juga Inneke Koesherawati, Dewi Sandra, Peggy Melati Sukma, Reza NOAH, di antara nama lain. Tak sedikit keputusan berhijrah disusul pasangannya sebagaimana Fenita atau Shireen Sungkar, istri Teuku Wisnu.
Mario Irwinsyah punya cerita mengenai hal itu. Pada 2005, ia mendapatkan cerita seorang teman yang bercerai lantaran sang suami berhijrah. Istrinya, ketika itu belum menerima, “merasa asing” sehingga memutuskan pisah.
“Nah, hal yang sama hampir terjadi pada saya. Saat Dita (istri Mario) dan keluarga besar hijrah, saya merasa asing sendiri. Enggak mau kejadian seperti teman saya itu, saya mulai belajar lagi soal Islam,” ujar Mario.
Beragam perubahan pun mencolok mata, pada awalnya, seperti berjilbab, berjanggut, menghapus tato, menghilangkan foto-foto yang menampilkan aurat di media sosial, berhenti minum alkohol; atau yang lebih dramatis: keluar dari dunia hiburan. Ada pula yang “mengganti nama lebih Islami” seperti Sakti atau Teuku Wisnu (ingin dipanggil Al-Fatih).
Semata Kesalehan Pribadi atau Pengaruh Kelompok?
Meski ada yang menanggapi bahwa “hijrah” para pesohor sebagai “tren”, dan bilik gema mereka bukan sekadar gerakan individu melainkan kelompok (dari relasi sampai gagasan), Arie Untung menampiknya. Menurutnya, sejak dulu sudah “banyak selebritas” yang memilih jalan hijrah. Namun, segelintir yang menampilkan diri.
“Ketika sudah ada yang berani muncul satu, yang lain kemudian bermunculan. Baru di situ kita merasa, ‘Wah ternyata gue enggak sendirian,’” kata Arie di rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sesudah mengenali “sesamanya,” ujar Arie, para seleb lantas saling mengajak untuk ikut kajian maupun aktivitas keagamaan.
Mario Irwinsyah, presenter sekaligus sahabat Arie, melihatnya dari kacamata lain. Menurut suami Ratu Anandita ini, kecintaan umat Islam, termasuk para artis, terhadap agamanya semakin tinggi setelah “dipicu konflik dari luar.” Ia memakai teori ini untuk merujuk Pilkada DKI 2017 dan dugaan kasus penistaan agama oleh Joshua Suherman dan Ge Pamungkas di panggung komedi tunggal.
“Silakan hujat saja. Tapi itu yang memicu girah semakin besar. Coba lihat, 5-10 tahun lalu adakah ukhuwah seperti ini? Enggak ada. Silakan hujat, tapi nanti akan ada kejayaan Islam di akhir zaman. Mungkin ini saatnya,” ujar Mario bersemangat saat ditemui usai memandu acara dakwah bersama rekannya, Dude Herlino, di Masjid Al-Azhar, Bekasi.
Sementara Teuku Wisnu menilai bahwa banyak sesama rekan artis yang berhijrah sebagai “tren positif.” Terlebih kajian keislaman saat ini “semakin mudah diakses” melalui video-video di YouTube maupun jejaring sosial media lain.
Dari pandangan sosiologi, Dzuriyatun Toyibah, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menilai keputusan hijrah merupakan rational choice bagi yang bersangkutan lantaran dengan begitu ia mendapatkan tempat di hati masyarakat.
“Ini, kan, berbarengan dengan konservatisme agama yang lagi ngetren, ya. Kecenderungannya saat ini masyarakat menerima agama yang tradisional. Tapi, kita juga jangan ber-suudzon. Karena mungkin memang keimanannya sedang meningkat,” kata Dzuriyatun.
Pengaruh Jamaah Tabligh dan Salafi
Jika menyebut nama Sakti alias Salman Al-Jugjawy, Derry Sulaiman, Yukie Pas Band, atau Reza NOAH, akan mengerucut pada satu kelompok, yakni Jamaah Tabligh. Dakwah kelompok ini bisa digambarkan lewat sistem multi-level marketing: menggaet sebanyak mungkin masyarakat mengikuti jalan Allah.
Khuruj atau iktikaf di masjid selama periode tertentu menjadi andalan kelompok ini untuk memberikan pemahaman kepada anggota baru terkait ajaran Islam. Jamaah muncul sekitar lebih dari seratus tahun lalu, didirikan oleh Muhammad Ilyas Kandahlawi, seorang syekh asal Hindustan.
Abdul Aziz, dalam makalahnya di jurnal Studia Islamika (UIN Jakarta, 2004) berjudul “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia: Peaceful Fundamentalist”, menyebut Jamaah Tabligh, yang awal kemunculannya tak lepas dari aktivisme politik, adalah kelompok yang mengedepankan aspek dakwah dengan metode lebih sederhana, yakni memobilisasi unit-unit kecil sekitar 10 orang anggota untuk disebar ke pelosok-pelosok desa. Mereka mengajak masyarakat berkumpul di masjid untuk membicarakan soal keagamaan.
Di Indonesia, Jamaah Tabligh bermarkas di Masjid Kebon Jeruk, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Setiap hari ada jemaah datang dari seluruh Indonesia, mengikuti kajian-kajian yang dibawakan para syekh dari pelbagai negara seperti India dan Pakistan.
Yukie Pas Band merasa nyaman bergabung dalam kelompok ini lantaran rasa persaudaraannya yang kuat. “Dari sekian banyak pergaulan, ternyata saya memang butuh komunitas. Yang rasa persaudaraannya kuat, yang senang saling mengunjungi, yang saling mengingatkan dengan cara asik, ya cuma ini,” kata Yukie.
Kelompok dominan lain adalah Salafi. Noorhaidi Hasan, cendekiawan tentang Islam politik dari UIN Sunan Kalijaga, dalam “The Salafi Movement in Indonesia” menyebut ciri khas penampilan kelompok Salafi: berjanggut panjang, gamis, bercelana cingkrang, dan khimar serta nikab hitam untuk perempuan.
Salah satu artis yang acap diasosiasikan dengan kelompok dakwah Salafi adalah Teuku Wisnu. Namun, Wisnu enggan dikelompokkan ke dalam jemaah Salafi.
“Saya memang belajar dari mazhab Hambali dan Syafi’i. Dulu pas waktu baru belajar memang merasa yang saya pelajari itu paling benar. Tapi setelah itu, saya banyak belajar, bertemu banyak guru, dan mulai memahami perbedaan,” kata dia.
Arie Untung merasa risih jika dikelompokkan ke golongan Islam tertentu. Bagi Arie yang baru belajar, ia masih mau berguru ke banyak ustaz.
“Enggak mau ke mana-mana dulu. Saya rasa enggak perlu dikotak-kotakkinlah,” katanya.
Sementara Ustaz Subki Al Bughury melihatnya dengan lebih sederhana. “Mungkin saja karena kelompok itu yang mereka temui lebih dulu. Lagi pula sebenarnya, jumlahnya enggak terlalu banyak. Hanya karena mereka menggunakan media sosial saja, jadi lebih terlihat.”
(Tirto/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar