Wahabi Indonesia dan wahabi Saudi Arabia itu beda rasa. Di Saudi sana, wahabi politik itu berbeda dengan wahabi agama. Dan, wahabi politik keluarga kerajaan inilah yang membentuk pemikiran, ajaran, serta tafsir-tafsir fatwa wahabi agama.
Demikian disampaikan Prof. Sumanto Al-Qurtuby dalam diskusi terbatas bersama Lakpesdam NU Jepara bertema “Politik Timur Tengah” di Karimunjawa, Jepara, Jumat (20/07/2018) malam.
“Kalau wahabi politik ya suka-suka mereka mau ngapain. Raja-raja Saudi itu bebas berafiliasi ke mana suka. Dan mereka ini jadi rujukan kemana warga Saudi mengikuti ritme madzhab agama ala wahabisme nya,” jelasnya.
Prof. Sumanto pun akhirnya menjelaskan sejarah politik Saudi Arabia yang memilih menggunakan serta menerapkan ideologi agama ala Muhammad bin Abdul Wahab untuk membendung arus Pan Islamisme dan Republikanisme yang jelas-jelas tidak menerima bentuk monarkhi kerajaan ala Saudi Arabia.
Makanya, wahabi sebagai gerakan politik itu selalu berirama. Kadang liberal, kadang pula ekstrim. “Dulu, Saudi dengan Iran di zaman Reza Pahlevi tidak pernah bermasalah. Sekarang mereka sering bersitegang karena tuannya sudah beda, tidak sama-sama Amerika seperti pada waktu itu,” papar Sumanto.
Ideologi wahabi benar-benar dimobilisir untuk kepentigan politik. Jika raja Arab Saudi cenderung liberal, warga Saudi akan mengikuti. Sebaliknya, jika ekstrim, ajaran dan pemikirannya akan mengikuti arus keluarga kerajaan.
“Raja Fahd misalnya, dulu pernah dianggap liberal karena pernah mengundang Mullah dari Iran. Begitu pula Raja Abdullah yang pernah memprakarsai forum dialog antar ulama moderat yang bahkan melibatkan Syiah Saudi Arabia yang jumlahnya 15 persen dari penduduknya,” tandas Prof. Sumanto.
Padahal, secara ideologi agama, lanjut Sumanto, Syiah dianggap sesat dan Iran bukan sahabat. “Ya memang sesuka keluarga raja lah,” ungkapnya.
(Fokus-Today/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar