KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus meminta agar KH Ma’ruf Amin mundur dari jabatannya sebagai Rais Aam PBNU. Hal itu menanggapi terpilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden yang bakal mendampingi calon Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang.
“Dia harus mundur. Mundur, kalau tidak kan Rais Aam akan di bawah Presiden. Ya mundur,” tegas Gus Mus saat ditemui di kediamannya, di kompleks Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh, Rembang, Kamis (9/8/2018) malam.
“Dia itu Rais Aam, sekarang etikanya ya, saya tidak tahu aturannya seperti apa, dia kalau sudah menjabat sebagai wakil presiden, masak dia mau ngrangkep tiga, Ketua MUI, Rais Aam PBNU, Wakil Presiden. Ya itu gak pantes. Mundurnya, ya saya gak tahu, biar nanti dibicarakan sama PBNU,” tukas Gus Mus.
Menurutnya, terpilihnya Ma’ruf Amin murni wewenang Jokowi dan harus disepakati bersama, termasuk partai koalisi pendukung.
“Itu kan wewenangnya Pak Jokowi untuk memilih cawapres. Wong partai-partai politik yang koalisi saja tanda tangan. Saya urusannya apa. Saya tidak ada pendapat, itu kan wewenangnya Jokowi, semuanya mengatakan begitu,” ujar Gus Mus.
Apa yang disampaikan Gus Mus sebenarnya beralasan. Meski Gus Mus soal perkara rangkap jabatan ini mengaku tidak tahu aturannya, namun menurut Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Nahdlatul Ulama hasil keputusan Muktamar ke-33 NU, perkara rangkap jabatan ini memang diatur dalam Bab XVI.
Lebih tepatnya, dalam pasal 51 ayat 4 diatur bahwa Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.
Jadi, apabila Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar