Oleh: Alifurrahman
Selama beberapa tahun terakhir, kita melihat dan mendengar begitu banyak cerita penguasa dan keluarganya yang sederhana. Jokowi di awal pemerintahannya sempat menghebohkan dunia, gara-gara dia masih naik pesawat dan duduk di kelas ekonomi menuju Singapura. Padahal saat itu dia sudah menang melawan Prabowo, sudah resmi menjadi Presiden dan bahkan sudah dilantik sebulan sebelumnya.
“Saya datang ke Singapura untuk urusan keluarga, bukan kunjungan kenegaraan. Jadi saya tak pakai fasilitas negara,” kata Jokowi saat itu.
Media-media Singapura, Malaysia sampai Inggris ikut memberitakan kejadian tersebut. Media internasional nampak seperti mendapat ‘barang baru.’ tak hanya itu, netizen dari Malaysia dan Singapura juga ikut membicarakan. Salah seorang teman kuliah saya dulu sempat bilang, “Kami ingin punya Presiden seperti Jokowi.”
Selain kejadian tersebut, berkali-kali kita melihat Ibu Iriana bolak balik naik pesawat sendirian. Gibran yang punya bisnis martabak, juga berkali-kali terlihat berjalan sendiri tanpa pengawalan ketat. Duduk tertib seperti penumpang yang lain, tak meminta perlakuan spesial sebagai keluarga penguasa.
Pernah suatu kesempatan, Gibran naik maskapai Wings rute Solo Surabaya. Saat itu pesawat delay hampir tiga jam. Tidak ada respon apa-apa dari Gibran. Bahkan sesama penumpang pun mungkin ada yang tidak tahu kalau putra Presiden Indonesia ada di tengah-tengah mereka, merasakan delay berjam-jam.
Begitu pula dengan Bu Iriana. Beberapa kali Ibu Negara kita kepergok naik pesawat ekonomi tanpa pengawalan. Beberapa saat lalu sempat heboh karena yang menceritakan kejadian tersebut adalah penulis dan motivator. “Waduh Ibu kenapa duduk di kelas ekonomi, saya jadi nggak enak,” kata Arvan kepada Bu Iriana.
Bu Iriana menjawab “nggak apa-apa Mas, sudah biasa.”
Bagi kalian yang melakukan penerbangan rutin Solo Jakarta atau sebaliknya, mungkin kalian pernah satu pesawat dengan keluarga penguasa ini. Mungkin juga sering tidak menyadari bahwa kalian satu pesawat dengan keluarga orang nomer satu di Indonesia. Dari mana saya tahu? Ya karena saya mendengar ceritanya langsung dari salah satu keluarga Presiden.
Beliau juga sempat cerita di awal-awal Jokowi jadi Presiden. Beliau ditelpon untuk datang ke Istana, karena Jokowi ingin ngobrol. Beliau berangkat saja ke Jakarta tanpa pikir panjang. Tapi sampai pintu gerbang beliau baru sadar kalau untuk masuk istana itu ada pertanyaan protokoler, “ada keperluan apa?”
Karena benar-benar tidak tahu, setelah keluar dari taksi, beliau berdiri sejenak di gerbang istana, nelpon Jokowi. “iki mlebune piye? (ini masuknya gimana)” tanyanya. Jokowi di seberang telpon menjawab, “Bilang mau ketemu Presiden.” Dan sesaat setelah itu tawapun meledak. Beliau lagi-lagi baru sadar kalau untuk saat tertentu harus menggunakan kata “Presiden” kepada Jokowi. Tidak bisa bilang “mau ketemu Jokowi” ke paspampres di gerbang istana.
Selain cerita tersebut sebenarnya saya masih ada banyak cerita tentang kesederhanaan keluarga Jokowi ini. Tapi untuk menyingkat waktu, pada intinya keluarga penguasaa saat ini begitu sederhana dan tidak merepotkan. Tidak menuntut untuk diperlakukan spesial.
Serangkaian cerita ini mendadak menyeruak di kepala karena semalam saya membaca berita bahwa pilot dan pramugari Lion Air terkena sanksi gara-gara ulah Neno Warisman. Neno dan pengawalnya ngotot menggunakan microfon dalam pesawat dengan alasan ingin menyampaikan pengumuman, padahal tujuannya untuk kampanye terselubung curhat. Tidak ada urusan dengan kepentingan penerbangan.
Apa yang dilakukan oleh Neno dan pengawalnya melanggar undang-undang dan SOP penerbangan. Pesawat pun lambat terbang. Akibat ulah Neno, pihak Lion Air memberi sanksi kepada dua pilot dan lima orang pramugari berupa larangan terbang. Entah bagaimana ceritanya Neno dan pengawalnya seolah-olah punya hak, seolah begitu berkuasa sehingga merasa pantas mendapat pelayanan seperti itu.
Pada intinya saya sebagai warga biasa melihat dengan jelas adanya arogansi dan sok berkuasa. Pramugari dan pilot Lion Air rasanya tidak bodoh-bodoh amat untuk memberikan izin kepada penumpang untuk menggunakan microfon pesawat. Mereka sudah tahu dan hafal betul soal aturan-aturan. Sehingga kalau sampai terjadi ‘pembajakan’ oleh Neno Warisman dan pengawalnya, kemungkinannya hanya dua. Pertama, pramugari merasa terpaksa dan diintimidasi. Kedua, mereka bagian dari kelompok oposisi. Saya pribadi percaya yang pertama.
Apa yang dilakukan Neno Warisman dalam pesawat Lion Air berbeda jauh dengan sikap-sikap sederhana Bu Iriana dan anak-anak Presiden Jokowi. Jauh, seperti langit dan sumur. Padahal Neno bukanlah siapa-siapa, hanya salah satu orang yang digosipkan tersedak dengan Mardani ahli SARA. Lalu sekarang bersikap bak penguasa.
Saya tidak dapat membayangkan andai kelompok mereka ini berkuasa, mungkin dari depan bandara sudah disediakan karpet merah dan meminta semua pramugari hormat kepadanya. Ngeri!
Tapi untungnya saat ini yang berkuasa bukan mereka. Presiden kita adalah Jokowi, sosok sederhana dan membumi. Anak-anaknya tak main proyek. Keluarganya hidup normal seperti biasanya, seperti orang kebanyakan. Tidak ada perlakuan istimewa, dan tidak pula merasa punya hak untuk bertindak semena-mena karena Jokowi adalah Presiden Indonesia. Saya bersyukur dan berdoa agar Jokowi terus menjadi Presiden Indonesia, minimal sampai 2024. Supaya negara ini bisa belajar tentang kesederhanaan. Supaya kita dapat segera melupakan cerita perlakuan istimewa keluarga Presiden seperti yang pernah ditunjukkan oleh mantan mertua Prabowo selama 32 tahun, serta SBY selama 10 tahun. Begitulah kura-kura.
(Seword/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar