Putin dan Imam Ali Khamenei di Tehran September 2015
Pada bulan April, presiden Iran, Rusia dan Turki - tiga negara penjamin zona de-eskalasi di Suriah - mengadakan pertemuan di Ankara untuk membahas cara-cara penyelesaian damai krisis di Suriah.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Sayid Ali Khamenei akan mengadakan pertemuan di Tehran pada hari Jumat, 07/09/18, demikian menukil pernyataan Yury Ushakov dari kementerian luar negari Rusia untuk urusan kebijakan luar negeri.
Pertemuan itu akan berlangsung di sela-sela KTT tiga negara, Iran, Rusia, dan Turki yang akan datang mengenai Suriah di Tehran.
"Tehran akan menjadi platform pembicaraan bilateral. Kami merencanakan tiga pertemuan bilateral untuk presiden kami - dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, serta pembicaraan terpisah dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. Bersamaan dengan ini, akan ada pertemuan bilateral dengan Presiden Turki (Recep Tayyip) Erdogan," kata Ushakov, menurut kantor berita Tass.
Pada akhir November 2015, Putin bertemu dengan Ayatollah Khamenei di Tehran. Presiden Rusia itu memberikan salah satu manuskrip tertua di dunia kepada Imam Khamenei.
Berbicara tentang isu-isu yang diharapkan akan disinggung pada pembicaraan dengan kepemimpinan Iran, Ushakov mengatakan, "Akan ada permasalahan Suriah dan berbagai aspek kerjasama bilateral, bersama dengan situasi seputar Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), dengan mempertimbangkan penarikan AS dari kesepakatan," katanya.
Pada bulan April, presiden Iran, Rusia dan Turki - tiga negara penjamin zona de-eskalasi di Suriah - mengadakan pertemuan di Ankara untuk membahas cara-cara penyelesaian damai krisis di Suriah.
Ketiga negara sejauh ini telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan damai di Astana Kazakhstan dan tempat lain untuk membantu mengakhiri konflik di Suriah. Putaran keempat dari pembicaraan tersebut pada bulan Mei 2017 menghasilkan nota kesepahaman di zona de-eskalasi di Suriah, yang secara tajam mengurangi pertempuran di negara tersebut.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri pertempuran di Suriah mendapatkan momentum pada tahun 2017 dengan pengumuman gencatan senjata di negara Arab itu pada awal Januari.
Menurut sebuah laporan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Suriah, konflik tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 470.000 orang, melukai 1,9 juta lainnya, dan menelantarkan hampir setengah populasi pra-perang di negara itu sekitar 23 juta di dalam atau di luar perbatasan negara.
(TASS/Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar