Ratusan warga Kota Probolinggo melakukan pawai obor sembari bershalawatan yang diakhiri dengan doa dan meminum air dari 7 mata air. Hal ini digelar dalam rangka tradisi Rabo Wekasan setiap Rabu terkahir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Menurut Pengasuh Pesantren Nurul Islam Probolinggo, Mukhlas, tujuan tradisi ini agar negeri ini terhindar dari segala musibah pada bulan-bulan selanjutnya. “Apalagi saat ini banyak terjadi bencana banjir, tanah longsor dan buruknya cuaca di laut,” katanya seperti dilaporkan Warta Bromo, 15 November.
Meski tradisi digelar sederhana, warga tampak khidmat mengikuti pawai. Di sepanjang jalan, peserta pawai yang terdiri dari dewasa dan anak-anak senantiasa mengumandangkan shalawat Burdah disertai dengan doa.
Setelah pawai, acara diakhiri dengan membaca doa yang dipimpin ulama setempat. Setelah itu, mereka mengantre meminum air yang dikabarkan diambil dari 7 mata air dan telah didoakan.
Salah satu ulama setempat, Habib Zainal Abidin bilang, tradisi semacam ini mulai langka ditemukan. “Karenanya, kami berharap warga dan santri selalu melestarikan tradisi dan warisan budaya dari ulama terdahulu,” ujarnya
Dari sudut bahasa, Rebo Wekasan berasal dari dua suku kata; rebo berarti hari rabu, dan wekasan yang berarti pamungkas, ujung atau terakhir. Sedangkan secara terminologi, rebo wekasan dapat didefinisikan sebagai bentuk ungkapan yang menjelaskan satu posisi penting pada hari rabu diakhir bulan khususnya pada akhir bulan Shafar.
Pentingnya hari ini diekspresikan dengan ragam ritual seperti doa, shalawat, shalat, dzikir, dan amalan yang bertujuan terhindar dari berbagai musibah yang diyakini turun pada hari rabu akhir bulan ini.
Menurut sebagian peneliti, tradisi ini mulai dipopulerkan di Tanah Air sekitar tahun 1987 Masehi. Salah satu tokoh yang mempopulerkan ialah Syeikh Shoghir, ulama berdarah Melayu, yang dikenal sebagai Hakim Mahkamah Syar’i di Mekah.[]
(Warta-Bromo/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar