Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Dr. Zahra Musthafawi: “Apakah Persamaan Hak Laki-laki dan Perempuan Memberikan Kemaslahatan?”

Dr. Zahra Musthafawi: “Apakah Persamaan Hak Laki-laki dan Perempuan Memberikan Kemaslahatan?”

Written By Unknown on Kamis, 21 Desember 2017 | Desember 21, 2017


Dr. Zahra Musthafawi merupakan salah satu dari tiga putri Imam Khomeini (qs). Dua putri lainnya bernama Siddiqah dan Farida. Dari ketiga putri Imam, Dr. Zahra Musthafawi memiliki aktivitas dalam bidang sosial dan politik yang mengagumkan. Saat ini beliau menjabat sebagai ketua umum Jamiat Zanan Jomhori-ye Islami Iran (Persatuan Perempuan Republik Islam Iran). Selain berkaitan dengan agama, ruang lingkup organisasi perempuan ini juga mencakup berbagai bidang termasuk sosial politik yang cukup berpengaruh di negeri tersebut. Dalam bidang akademis, doktor di bidang Ilahiyat (Teologi) ini mengemban amanat sebagai anggota Dewan Ilmiah Fakultas Teologi Universitas Tehran.

Memasuki usianya yang ke-77 tahun, Dr. Zahra Musthafawi masih aktif berkiprah dalam panggung nasional dan internasional. Pada tanggal 7 Desember 2017, beliau diundang dalam “Konferensi Internasional Perlawanan Terhadap Penindasan Zionis Israel Terhadap Palestina” di Jakarta. Konferensi internasional yang juga memperingati 100 tahun deklarasi Balfour menghadirkan Dr. Zahra Musthafawi sebagai salah satu pembicara. Mengambil berkah dan manfaat dari putri seorang tokoh besar sepanjang sejarah, kegiatan beliau selama berada di Jakarta dijadwalkan maksimal. Tanggal 8 Desember 2017 beliau menjadi pembicara dalam acara “Peringatan Maulid Baginda Nabi Muhammad Saw” di STFI Sadra Jakarta. Meskipun diselenggarakan di lingkungan kampus yang memiliki program pendidikan Filsafat Islam dan Tafsir Al Quran ini, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw tidak hanya dihadiri oleh mahasiswa saja. Sosok Dr. Zahra Musthafawi menjadi magnet yang menarik kedatangan masyarakat umum ke kampus yang terletak di Jalan Lebak Bulus 2 No. 2 Jakarta Selatan.

Kedatangannya di kampus disambut dengan nasyid “Thala al Badru” oleh tim hadrah mahasiswa STFI Sadra. Setelah itu Dr. Zahra Musthafawi langsung dipersilahkan mengambil tempat untuk menyampaikan orasi ilmiahnya. Beliau memulai orasi singkatnya dengan menyampaikan salam pembuka dan ucapan selamat atas peringatan kelahiran Sayyidina Muhammad salallahu alaihi wa alih kepada hadirin. Pada kesempatan tersebut, putri yang mewarisi darah pemimpin besar Islam itu menyatakan tidak akan berbicara tentang Palestina dan kehidupan Imam Khomeini (quddusi ruh). Adapun tema penting yang akan disampaikan berkaitan dengan isu perempuan, khususnya tentang tuntutan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Sebagaimana diketahui bahwa hari ini tuntutan persamaan hak laki-laki dan perempuan telah menjadi isu bersama pada hampir setiap negara di dunia. Hal tersebut disebabkan karena negara-negara terikat untuk menghormati pelaksanaan Perjanjian Internasional yang dikeluarkan oleh PBB, yaitu Konvensi Anti Diskriminasi – Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Apa yang dicapai ketika setiap negara berusaha menjalankan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan? Apakah perempuan benar-benar mendapatkan haknya secara hakiki?

Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana Jerman melaksanakannya dalam kebijakan negara. Undang-Undang Negara ini mengatur persamaan hak dan kewajiban finansial laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Konsekwensi aturan ini berarti hilangnya kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada istri dan istri memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri di keluarga. Bagaimana pengaruh pelaksanaan persamaan hak finansial ini bagi perempuan? Artinya perempuan yang sedang mengandung, melahirkan dan menyusui anak juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Tidak ada yang bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Padahal dalam keadaan demikian perempuan sangat membutuhkan dukungan, termasuk finansial. Kondisi ini pada hakikatnya sangat sulit dan merugikan perempuan.

Pelaksanaan keadilan gender haruslah menyesuaikan dengan kondisi natural, kedudukan dan kekhususan perempuan. Undang-undang yang dibuat oleh Negara dan pelaksanaannya untuk memberikan hak-hak perempuan hendaklah tidak mengabaikan kebutuhan khusus perempuan. Iran sebagai Negara yang dianggap mengekang kebebasan perempuan dan hak-hak perempuan, mengatur hak perempuan dengan tetap memperhatikan kekhususannya dalam hal kedudukan, peran dan aspek emosional. Hak pendidikan perempuan tidak berbeda dengan laki-laki dan pasca revolusi perempuan mengalami kemajuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan. Telah terjadi perubahan dalam beberapa kebijakan dan Undang-Undang yang mempertimbangkan dan memperhatikan kekhususan perempuan. Misalnya, (pada kasus perceraian) laki-laki memiliki kewajiban atas nafkah anak dan perempuan bisa mendapatkan hak pengasuhan anak tersebut.

Sekarang kita lihat bagaimana pelaksanaan persamaan hak laki-laki dan perempuan di Malaysia sebagai negara tetangga Indonesia. Negara menentukan kebijakan untuk memberikan kebebasan bagi perempuan untuk menjalankan peran di ruang publik. Namun, pada saat yang sama budaya masyarakat setempat menuntut perempuan di negeri jiran itu untuk tetap menjalankan peran domestik di keluarga. Ketika dituntut aktif menjalankan peran di ranah publik, perempuan di negeri tersebut masih harus menjalanankan peran domestik juga di keluarga. Pada akhirnya, kebijakan ini tidak menghantarkan perempuan mendapatkan haknya secara hakiki.

Oleh karena itu, isu persamaan hak antara laki-laki dan perempuan perlu dikritisi. Apakah Undang-Undang dan kebijakan negara-negara dalam upaya pelaksanaan “Deklarasi Penghapusan Diskriminasi Terhadap perempuan” (CEDAW) memberi maslahat bagi perempuan? Pemberian hak yang sama kepada perempuan dan laki-laki tidak menjamin penghapusan diksriminasi. Sekali lagi, dalam praktek pemberian hak terhadap perempuan perlu mempertimbangkan kekhususan dan karakteristik bawaan perempuan. Persamaan hak laki-laki dan perempuan yang hari ini telah dijalankan perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan kembali.

(Safinah-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: