Gaya bangunan Turki tidak hanya pada kubah Masjid Salahudin , melainkan juga empat menara yang berada di tiap sudut bangunan utama Masjid Sultan Salahuddin. Keempatnya bagaikan pensil raksasa yang berujung lancip. Ini mengingatkan kita pada hasil mahakarya Mimar Sinan, sang arsitek terbesar dari zaman Dinasti Turki Utsmaniyyah pada abad ke-16.
Masing-masing menara Masjid Sultan Salahuddin menjulang dengan ketinggian 142,3 meter. Pada setiap pucuknya itu ditutup dengan bentuk kerucut berwarna biru seperti halnya kubah utama. Warna dominannya abu-abu, mengikuti warna utama bangunan masjid ini.
Ada tiga buah balkon pada masing-masing menara. Buku rekor dunia Guinness World Records pernah mencatat Masjid Sultan Salahuddin sebagai yang tertinggi di dunia karena menara-menara itu. Kini, gelar menara masjid tertinggi dipegang oleh Masjid Hassan II di Kasablanka, Maroko.
Tidak jauh dari pintu utama Masjid Sultan Salahuddin, ada sebuah kolam yang dihiasi air mancur. Mendekati ruangan tempat shalat, pengunjung akan disambut dengan aula depan tempat berdirinya belasan pilar.
Aula itu dinaungi atap-atap kecil berbentuk piramida berwarna biru yang bersangga pada tiap pilar. Bentuknya me nampilkan kesan bangunan Melayu. De ngan demikian, tampak bahwa pem ba ngun an Masjid Sultan Salahuddin ber upaya memadukan corak khas Turki de ngan Melayu dan budaya modern abad ke-20.
Pada bagian interior masjid ini kesan cerah timbul dari kaca-kaca atap dan jendela patri yang juga berwarna biru. Benda itu tampak serasi dengan dominasi warna putih yang melekat pada tembok bangunan utama. Pengunjung juga akan mendapatkan kesan tenang karena sistem pencahayaan dan ventilasi yang memendarkan warna biru pada kaca-kaca itu.
Keindahan juga memancar dari bagian dalam kubah raksasa. Bentuknya lingakaran sempurna dengan warna dominan cokelat keemasan. Pada permukaannya, terdapat motif corak geometris berbentuk daun teranyam.
Pada bagian pinggirnya terdapat gambar kaligrafi yang begitu indah dengan warna kuning cerah dan latar biru. Di dekatnya, sebuah lampu kristal berukuran besar menggantung dengan anggunnya.
Nama masjid ini mengambil dari nama Sultan Salahuddin Abdul Aziz. Sosok pemimpin Melayu ini pada 14 Februari 1974 menjadikan Shah Alam sebagai ibu kota baru negara bagian Selanggor. Untuk menunjang fungsi Kota Shah Alam maka diperlukan sebuah masjid resmi, baik sebagai ruang publik maupun simbol prestise Selanggor.
Pembangunan Masjid Sultan Salahuddin bermula pada 1982 di atas lahan seluas 14 hektare. Enam tahun kemudian masjid ini diresmikan serta dibuka untuk umum.
Masjid ini terbuka bagi Muslim maupun non-Muslim, dengan ketentuan berpakaian dan berperilaku sopan Islami. Keindahan Masjid Sultan Salahuddin telah menjadi daya tarik pariwisata di negara bagian Selanggor.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar