Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » KTT Tripartit di Tehran dan Nasib Kelompok Takfiri di Idlib

KTT Tripartit di Tehran dan Nasib Kelompok Takfiri di Idlib

Written By Unknown on Sabtu, 08 September 2018 | September 08, 2018

Putin dan Imam Ali Khamenei

Mengapa Donald Trump memberi peringatan keras operasi tentara Suriah dan sekutu-sekutunya di Idlib? Sebuah pertanyaan lain mengapa Trump tidak bereaksi terhadap operasi tentara Suriah dan pertempuran di selatan Damaskus dan Ghouta?

Pada Jumat, 07/09/18, Tehran menjadi tuan rumah Pertemuan Puncak Tripartit, Turki, Rusia, dan Iran mengenai kasus Suriah yang diharapkan akan menghasilkan kesepakatan untuk menentukan nasib dan masa depan Idlib, Suriah.

Pertemuan itu digelar kemarin, namun nasib Idlib masih belum bisa dipastikan, menunggu hasil kongkrit pertemuan tripartit yang dihadiri langsung oleh Vladimir Putin, Rajab Teyyeb Erdogan dan Hassan Rouhani. Tentu semua berharap, ketiga pemimpin negara kunci tersebut membuat keputusan akhir yang melegakan mengenai masa depan Idlib dan kelompok-kelompok Takfiri di Suriah.

Sejak tahun 2017 lalu, koordinasi terjalin sangat erat antara Moskow dan Tehran, sebagai dua negara sekutu Damaskus yang paling menonjol, sementara sisi lain, Ankara muncul sebagai pendukung sebagian kelompok-kelompok bersenjata di Suriah. Sikap Angkara tersebut menyebabkan pembicaraan Astana di Kazakhstan yang digelar satu setengah tahun lalu dengan keputusan penting mengenai pengurangan krisis di Suriah tidak mendapatkan momentum. Jumat kemarin, KTT Tehran kembali diadakan ketika tentara Suriah bersiap untuk operasi pembebasan Idlib, sementara Barat memulai dengan gerakannya sendiri.

Baik Damaskus, Tehran maupun Moskow, bertekad bulat untuk menyingkirkan kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (Front al-Nusra) dan terus mendesak Turki untuk mencari solusi, karena kelompok Hay'at Tahrir al-Sham yang didukung Turki menjadi penghalang utama gencatan senjata dan proses perdamaian di Idlib, Suriah.

Rusia terus mengirim pesawat tak berawak dari Idlib ke pangkalan udara mereka di Hmeymim, karena Moskow tidak menemukan situasi kondusif dan keamanan dengan tuntutannya di Tartus dan Latakia. Sementara Turki, merasa prihatin mengenai gelombang pengungsi akibat pertempuran Idlib dan memperkuat pasukannya di perbatasan dengan Suriah.

Sejauh ini, rincian deti pertemuan KTT Tehran belum diumumkan, meskipun beberapa keputusan sudah diungkap ke media, tetapi KTT itu mungkin akan memutuskan untuk membuat sabuk pengaman di Idlib dengan tujuan melindungi perbatasan pangkalan Turki dan Rusia dan persoalan mengenai sepak terjang Hay'at Tahrir al-Sham (Front al-Nusra).

Tak dapat dipungkiri, Damaskus ingin Idlib di bawah kendali pemerintah Suriah, dan tidak akan mempertimbangkan solusi jangka panjang tawaran dari Turki yang justru menurut Damaskus berusaha memuaskan kelompok Hay'at Tahrir al-Sham. Sisi lain, Moskow juga memiliki pandangan serupa dengan pemerintah Suriah. Serangan udara Rusia dan Suriah yang intens sepekan ini di pinggiran Idlib adalah bukti bahwa Moskow dan Damaskus tidak memiliki banyak cara dan kesabaran dan mengabaikan pesan Turki.

Damaskus dan sekutu juga tidak peduli dengan ancaman Trump yang akan mengerahkan militer di Suriah. The Washington Post mengutip pejabat senior Departemen Luar Negeri AS pada Jumat, 07/09/18, mengatakan, Donald Trump menyetujui strategi baru tanpa batas dengan mengerahkan militer di Suriah.

Meskipun saat ini bisa dibilang, krisis Suriah mendekati tahap akhir di Idlib, tetapi warning AS dan parade militer Rusia di Mediterania adalah tanda kesiapan dua kekuatan besar untuk konfrontasi militer secara regional maupun global, jika solusi tidak ditemukan, atau jika Trump ingin berdiri sendiri menempuh jalan menuju pembebasan Idlib.

Mengapa Donald Trump memberi peringatan keras operasi tentara Suriah dan sekutu-sekutunya di Idlib? Sebuah pertanyaan lain mengapa Trump tidak bereaksi terhadap operasi tentara Suriah dan pertempuran di selatan Damaskus dan Ghouta?

Alasan di balik itu adalah kepentinga Israel dan Arab Saudi yang selama ini mendorong Trump untuk mengambil sikap, karena mereka tidak ingin Rusia, Iran dan Suriah menang, dan kepentingan Israel dan Saudi terancam, terutama di Dataran Tinggi Golan. Hal yang nampaknya sudah dibicarakan oleh John Bolton saat datang ke Tel Aviv dan mendapat persetujuan Arab Saudi.

Dus, semua berharap bahwa Pertemuan Puncak Tripartit di Tehran akan mengarah pada operasi gabungan di Suriah. Dengan kata lain, nasib Idlib terkait erat dengan pertemuan Tehran, dan sebuah keputusan penting yang dibuat untuk melawan Trump dan ancaman Barat. Hal yang secara implisit diucapkan oleh Imam Ali Khamenei dalam pertemuan dengan Vladimir Putin dan Erdogan pada Jumat kemarin, bahwa "Amerika Serikat bisa diatasi".

(Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: