Kitab Sunan Tirmidzi
Nama kitab: Sunan At-Tirmidzi dikenal dengan Al-Jami’ Ash-Shahih (terdiri dari 5 jilid kitab).
Penyusun: Muhammad bin Isa bin Surah Tirmidzi Adh-Dharir[1] dikenal dengan Abu Isa (209 – 279 H)
Guru-guru: Di antara guru-gurunya yang paling dikenal adalah nama tiga tokoh berikut ini:
1. Ishaq bin Rahawaih[2]
2. Yahya bin Aktsam[3]
3. Muhammad bin Ismail Al-Bukhari.
Murid-murid: Di antara murid-muridnya yang paling dikenal adalah sebagai berikut:
1. Abu Al-Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub (yang menjadi rawi Sunan Tirmidzi)
2. Al-Husain bin Yusuf Al-Farbari
3. Bukhari meriwayatkan dari Tirmidzi (riwayat syeik dari muridnya). Meskipun Bukhari disebut sebagai salah satu gurunya, namun Bukhari juga menukil sebuah riwayat dari muridnya ini. Hal ini dinyatakan oleh Dzahabi dan Tirmidzi sendiri:
Tirmidzi berkata, “Muhammad bin Ismail (Bukhari) mendengar hadis ini dariku.”
Dzahabi menulis, “Syeikh (guru) Tirmidzi, yaitu Bukhari telah menulis (hadis) darinya” atau “Abu Abdillah Al-Bukhari telah mendengar dari Abu Isa.”
Hadis yang dimaksud oleh Tirmidzi di atas adalah sebagai berikut ini:
“Wahai Ali! Tidak diperbolehkan bagi seorang pun berada dalam keadaan junub di masjidku ini selainku dan selainmu.”[4]
Tingkat Keilmuan Tirmidzi
1. Ibnu Hibban berkata, “Abu Isa termasuk orang yang mengumpulkan, menyusun, menghafal dan mengingat (hadis).”[5]
2. Hakim Naisaburi menukil sebuah ucapan dari Umar bin ‘Allak, “Bukhari meninggal dunia dan tidak meninggalkan orang di Khurasan seperti Abu Isa dalam ilmu, hafalan, wara’, dan zuhud. Ia (Abu Isa) menangisi (kepergian Bukhari) hingga matanya buta selama bertahun-tahun.”[6]
3. Idrisi berkata, “Dia menjelma sebagai perumpamaan dalam hafalan (hadis).”[7]
Kedudukan Kitab Sunan Tirmidzi
Disebutkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib dan Tadzkirah Al-Huffadh,[8] dengan menukil dari Tirmidzi, “Aku (Tirmidzi) susun/tulis kitab ini, kemudian aku paparkan kepada ulama Hijaz, Irak, dan Khurasan. Semua ulama puas dengannya. Barangsiapa yang memiliki kitab (jami’/komprehensif) ini di rumahnya, seolah-olah ada Nabi saw. yang berbicara di rumahnya.”
Dzahabi menulis, “Dalam kitab Al-Jami’ (Sunan Tirmidzi) ini terdapat ilmu yang bermanfaat, faedah yang berlimpah, dan pokok-pokok permasalahan. Kitab ini juga merupakan salah satu ushul Islam. Kitab Abu Abdillah adalah kitab yang baik sekiranya tidak tercemari dengan hadis-hadis dhaif. Sebagiannya maudhu’ dan mayoritasnya berkenaan dengan keutamaan-keutamaan. Oleh karena itu, ulama tidak bersandar kepada tashih Tirmidzi (hadis yang dianggap shahih oleh Tirmidzi).”[9]
Landasan Tirmidzi Dalam Menulis Dan Menukil Hadis
Pertama harus diingat bahwa Tirmidzi tidak terlalu kuat dan ahli dalam bidang ilmu rijal. Dan seseorang yang tidak begitu kuat dalam ilmu rijal, maka pilihan-pilihan hadisnya pun juga perlu dipertanyakan. Dengan demikian, kitab Sunan Tirmidzi ini tidak dapat disebut sebagai kitab ketiga dari Shihah Sittah atau “Nabi yang sedang berbicara” atau “salah satu ushul Islam”.
Catatan Kaki:
[1] Adh-Dharir artinya buta. Beberapa alasan menyebutkan faktor kebutaan Tirmidzi: a) Sejak dilahirkan sudah dalam keadaan buta atau buta bawaan lahir, b) Karena bekerja keras menuntut dan menulis ilmu.
Dzahabi lebih meyakini alasan kedua.
[2] Ketika Imam Ridha a.s. tiba di Naisabur, 15 ribu orang ahli hadis berbondong-bondong datang kepada beliau untuk sekedar menulis sebuah hadis dari beliau a.s. Kelompok ahli hadis ini diketuai oleh Ishaq bin Rahawaih.
Ahlu Sunnah menyebut Ishaq bin Rahawaih dengan gelar “Amirul Mukminin dalam hadis”, namun ia bersimpuh di hadapan Imam Ridha a.s. untuk mendengarkan sebuah hadis. Ulama Ahlu Sunnah hampir tidak ada yang menuliskan kejadian ini dalam kitab manapun.
[3] Imam Jawad a.s. pada usia 9 tahun pernah berdebat dengan Yahya bin Aktsam dan beliau a.s. mampu meyakinkannya. Peristiwa ini juga dicatat dalam kitab-kitab Ahlu Sunnah seperti Nur Al-Abshar, Syablanji Syafi’i.
Yahya bin Aktsam sebenarnya adalah orang yang berada di balik tirai dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan pemerintahan Bani Abbas. Penentuan para qadhi, hakim di berbagai wilayah dan… semuanya dengan seizinnya.
[4] Siyar A’lam An-Nubala’, 13/272:
“يا علي! لا يحل لاحد ان يجنب في المسجد غيري و غيرك”
[5] Tadzkirah Al-Huffadz, Dzahabi, 2/634.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Jilid 2, halaman 635.
[9] Siyar A’lam An-Nubala’, 13/274 dan Tadzkirah, 2/634.
(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar