Rusia mengatakan akan melakukan yang terbaik untuk mengembalikan situasi di sekitar Yerusalem al-Quds ke jalur yang konstruktif, sehari setelah AS memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk membatalkan langkah kontroversial Presiden AS Donald Trump untuk mengakui kota itu sebagai "ibukota Israel". "
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membuat pernyataan dalam sebuah pertemuan dengan Nabil Shaath, seorang penasihat presiden Palestina mengenai isu-isu kebijakan luar negeri dan hubungan internasional, pada hari Selasa (19/12/17), mengatakan bahwa Moskow, tanpa diragukan, "terkejut" mengenai situasi saat ini di sekitar Yerusalem al-Quds .
"Sikap kami mengenai masalah ini telah berulang kali sisampaikan oleh Presiden Rusia [Vladimir Putin] dan dikonfirmasi dalam percakapan teleponnya dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas," kata diplomat tinggi Rusia tersebut.
Pada tanggal 6 Desember, Trump mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem al-Quds sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan AS di tanah yang diduduki dari Tel Aviv ke Yerusalem al-Quds, sebuah langkah yang sangat diperdebatkan dan memicu demonstrasi di wilayah Palestina yang diduduki, Iran, Turki , Mesir, Yordania, Tunisia, Aljazair, Irak, Maroko dan negara-negara Muslim lainnya mengecam klaim Donald Trump.
Pada hari Senin, 14 anggota dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB memilih sebuah resolusi yang dirancang oleh Mesir, yang tidak secara khusus menyebutkan nama AS atau Trump namun menyatakan "penyesalan mendalam atas keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem" Quds, sementara Duta Besar AS Nikki Haley memegang hak veto Washington untuk tidak menerima panggilan tersebut.
Tak lama setelah veto AS, pemerintah Palestina mengecam keras tindakan Washington yang "tidak dapat diterima", dengan mengatakan langkah tersebut sangat provokatif "mengancam stabilitas masyarakat internasional karena ia tidak menghargainya."
(Russia-Today/Islam-Times/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar