Oleh: Ustad Miqdad Turkan
قال الامام علي بن ابي طالب عليه السلام : اللهم اني ما عبدتك خوفًا من نارك ولا طمعًا في جنتك ولكني عبدتك لأنك أهلاً لذلك وابتغاء مغفرتك ورحمتك ورضوانك
Imam Ali as berdoa: “Ya Allah, sungguh aku menyembah-Mu bukan karena takut neraka-Mu, bukan pula berharap surga-Mu, akan tetapi aku menyembah-Mu karena Kamu pantas untuk disembah, serta berharap ampunan, rahmat dan ridoMu.”
Untuk memahami doa di atas, saya bawakan sebuah kisah berikut:
Ada seorang gila menghampiri seorang ahli ibadah yang sedang bermunajat kepada Tuhannya. Sambil menangis ahli ibadah itu berdoa: “Tuhanku, jangan Engkau masukkan aku dalam api neraka-Mu, sayangi dan belas kasihanilah daku. Tuhanku Yang Maha Rahim dan Maha Rahman, jangan Engkau siksa daku dengan panasnya api neraka-Mu.”
Menyaksikan doa dan tangisan orang ahli ibadah ini, si gila ketawa terbahak-bahak: “Ha ha ha ha.”
Ahli ibadah menghentikan doanya dan menoleh ke arah si gila. “Hai orang gila! Apa yang membuatmu ketawa terbahak-bahak?”
“Doamu membuat aku ketawa. Ha ha ha.” Jawab si gila sambil terus tertawa.
“Apanya yang kamu tertawakan, hai gila?” Tanya ahli ibadah itu geram.
“Ya kamu menangis karena takut api neraka” Jawab si gila ringan.
Ahli ibadah itu balik bertanya: “Dan kamu, apakah tidak takut api neraka?
Tanpa beban si gila itu pun menjawab: “Aku? Aku sama sekali tidak takut api neraka.”
Jawaban itu membuat ahli ibadah itu tertawa terbahak-bahak: “kak kak kak kak. Benar, kamu kan gila bagaimana mungkin takut neraka?”
Si gila balik bertanya: “Hai ahli ibadah, bagaimana kamu bisa takut neraka, padahal Tuhanmu Maha Kasih yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu?”
Ahli ibadah menjawab: “Aku takut, karena banyak berdosa. Sekiranya Allah menghisabku dengan keadilan-Nya, tentu aku akan dimasukkan ke dalam neraka-Nya. Aku menangis karena berharap Allah mengasihani aku, mengampuni dosaku, tidak menghisabku dengan keadilan-Nya, tapi dengan kemurahan, kasih dan rahmat-Nya. Hingga aku tidak akan dimasukkan ke dalam neraka-Nya.”
Si gila itu kembali tertawa keras terbahak-bahak: “Ha ha ha ha.”
Sikap si gila ini membuat ahli ibadah tersinggung.
“Apa lagi yang kamu tertawakan?” Bentak ahli ibadah itu.
Sambil meledek si gila itu menjawab: “Hai ahli ibadah. Tidakkah Tuhanmu Maha Adil yang tidak akan berbuat zalim kepad hamba-Nya. Kenapa kamu takut menghadapi keadilan-Nya? Tidakkah Tuhanmu Maha Kasih dan Maha Menerima taubat, kenapa kamu masih takut neraka-Nya?”
Sambil mendongkol ahli ibadah itu balik bertanya: “Hai gila, Apakah kamu tidak punya rasa takut kepada Allah sama sekali?”
Dengan santai si gila itu menjawab: “Bagaimana tidak, aku sangat takut kepada Allah, tapi bukan karena takut api neraka-Nya.”
Ahli ibadah tercengang, takjub dengan jawaban si gila ini.
“Kalo bukan karena takut api neraka, lalu kamu takut dari apa-Nya?” Tanya ahli ibadah penasaran.
Si gila itu menjawab: “Sungguh aku takut menghadapi Tuhanku ketika bertanya kepadaku.
“Wahai hamba-Ku, kenapa kamu bermaksiat kepada-Ku?. Karena itu, sekiranya aku sebagai penghuni neraka, aku berharap Allah segera memasukkan aku ke dalam neraka tanpa ada pertanyaan apapun kepadaku. Sungguh siksa Allah terasa lebih ringan dibanding aku disidang di hadapan-Nya. Aku tak mampu menatap-Nya dengan mata yang khianat, tak mampu menjawab-Nya dengan lisan yang berbohong. Jika masuknya aku ke dalam neraka membuat kekasihku puas (ridha), maka dengan senang hati aku rela menjalaninya.”
Ahli ibadah itu tertunduk, terkesima atas ucapan-ucapan si gila ini. Pikirannya tenggelam dalam lautan renungan yang amat luas.
Tiba-tiba si gila memegang pundaknya sambil berbisik: “Hai Ahli Ibadah, aku akan katakan sebuah rahasia, jangan kamu katakan pada orang lain.”
Dengan penuh hormat, ahli Ibadah itu menjawab: “Siap. Aku berjanji. Katakan, hai si gila yang bijak. Rahasia apa yang akan kau sampaikan itu?”
“Ketahuilah olehmu, hai ahli ibadah. Bahwa Tuhanku tidak akan memasukkan aku ke dalam neraka-Nya sama sekali. Apakah kamu tahu apa sebabnya?” Tegas si gila dengan yakin.
Ahli ibadah itu balik bertanya: “Ooh, kenapa kamu begitu yakin?”
“Karena aku menyembah-Nya semata-mata karena cinta dan rindu kepada-Nya, sedang kamu menyembah-Nya semata-mata karena takut dan mengharap sesuatu. Prasangkaku kepada-Nya lebih baik daripada prasangkamu kepada-Nya. Harapanku kepada-Nya lebih baik daripada harapanmu kepada-Nya.”
“Untuk itu aku perpesan, apa yg tidak kamu harapkan, jadikanlah ia sebagai harapan yang terbaik. Ingat, Musa as pergi mencari setitik api untuk menghangatkan tubuhnya dan kembali menjadi seorang nabi. Sedang aku pergi untuk menyaksikan keindahan kebasaran Tuhanku, dan aku kembali menjadi gila.” Katanya.
Lihatlah diri kita masing-masing, sudah sampai pada pringkat manakah kita sekarang ini!
(Darut-Taqrib/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar