Jerman mengumumkan bakal menghentikan sementara ekspor senjata ke negara-negara yang terlibat konflik di Yaman.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh juru bicara Kanselir Angela Merkel, Steffen Seibert Jumat (19/1/2018).
Dilansir Deutsche Welle, keputusan itu dibuat di saat pembicaraan untuk membentuk koalisi pemerintahan tengah terjadi antara partai pimpinan Merkel, Kristen Demokrat (CDU), dengan Sosial Demokrat (SPD).
Sejak pemilu 24 September 2017, Merkel belum membentuk pemerintahan dikarenakan partai oposisi tidak sejalan dengan visi-misinya.
Dalam pembicaraan awal antara CDU dan SPD, salah satu poin penting yang disepakati adalah Jerman tidak akan menjual senjata ke negara dengan tingkat penghargaan HAM rendah.
Sebab, isu tersebut selalu menjadi bahan utama yang dipakai oposisi untuk menyerang Merkel.
"Saat ini, kami tidak akan menerima permintaan ekspor yang tak sejalan dengan hasil pembicaraan awal," ujar Seibert di akun Twitternya.
Arab Saudi dilaporkan menjadi negara pembeli utama alutsista Jerman.
Pada kuartal ketiga 2017, perdagangan senjata kedua negara dilaporkan senilai 450 juta euro, atau sekitar Rp 7,3 triliun.
Pada Maet 2015, Saudi memimpin koalisi negara Arab untuk mengintervensi Yaman, dan memerangi pemberontak Houthi. Sebab, Houthi diduga mendapat sokongan dari Iran.
Pengumuman tersebut langsung direspon gembira oleh Amnesty Gulf, cabang organisasi Amnesti Internasional.
"Setelah Jerman, semoga Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan yang lain bisa menghentikan ekspor ke Saudi," ujar Amnesty Gulf di Twitter.
Sejak konflik Yaman terjadi pada 2014, hampir 10.000 orang, 5.000 di antaranya rakyat sipil, dan 49.960 orang terluka.
Selain itu, hampir satu juta orang terserang wabah kolera, dan telah menewaskan 2.219 orang.
(DW/Kompas/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar