Malam nanti jika tak ada halangan berupa buruknya cuaca, masyarakat Indonesia akan bisa menyaksikan gerhana bulan total. Berbeda dengan gerhana yang terjadi pada 2 Januari lalu, penampakan bulan akan sangat istimewa yang disebut sebagai “super blue blood moon”.
Terkait gerhana, di masa lalu hingga kurun waktu akhir 1990-an, banyak mitos yang berkembang di masyarakat. Mitos itu diwariskan turun temurun melalui cerita rakyat khususnya di wilayah Jawa dan Bali. Apa saja mitos itu?
Di masyarakat Jawa dan Bali ada cerita tentang raksasa bernama Batara Kala yang menelan bulan atau matahari sehingga menyebabkan gerhana. Anak-anak kecil diminta berlindung di kolong tempat tidur. Kaum perempuan, khususnya yang sedang hamil diharuskan mengolesi perutnya dengan abu sisa pembakaran kayu.
Untuk mengusir sang Batara Kala, warga kemudian membuat bunyi-bunyian suara gaduh dari kentongan atau lumpang (alat untuk menumbuk padi). Konon akibat suara gaduh itu Batara Kala tak jadi menelan bulan atau matahari sehingga bulan akan bersinar kembali dengan utuh.
Padahal secara ilmiah faktanya adalah, gerhana terjadi lantaran bulan masuk dalam area Umbra atau wilayah yang tergelapi oleh bayangan bumi.
Untuk Rabu (31/1/2018) malam nanti, menurut Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, awal gerhana akan terjadi pada pukul 18:48 WIB. Saat itu bagian bawah (sisi timur) purnama mulai tergelapi oleh bayangan bumi.
Pada pukul 19.52 WIB, seluruh purnama akan masuk ke bayangan inti bulan sebagai awal dari gerhana bulan total. Ini menyebabkan bulan akan menjadi gelap kemerahan. Warna merah itu sendiri disebabkan oleh pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi.
Gerhana bulan total ini akan berlangsung hingga pukul 21:08 WIB, yaitu saat purnama menjelang keluar dari umbra. Setelah itu, secara perlahan cahaya purnama mulai tampak dari bagian kanan bawah, atau sebelah timur. Keseluruhan proses gerhana akan berakhir pada pukul 22:11 WIB.
“Semua wilayah di seluruh Nusantara akan baik untuk melihat gerhana bulan tersebut, selama pandangan tidak terhalang oleh awan saat melihat purnama,” kata Thomas.
Di kalangan masyarakat Tionghoa berkembang mitos warna merah pada bulan yang hampir menyerupai darah saat gerhana disebabkan oleh naga yang haus darah. Naga akan turun ke bumi untuk memangsa manusia.
Untuk mengusir sang Naga, masyarakat di Cina kemudian membunyikan petasan. Cara lainnya yakni dengan menggelar pertunjukan seni sampai bulan kembali seperti semula.
Faktanya, malam nanti diperkirakan bulan akan ditutupi bayangan bumi yang membuatnya tampak kemerahan seperti darah, sehingga disebut ‘blood moon’. Hal ini karena sinar matahari menembus atmosfer Bumi sebelum sampai ke Bulan. Gas-gas di atmosfer menyebarkan cahaya biru, dan meloloskan cahaya merah.
Bulan juga akan tampak istimewa karena 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari biasanya. Ini karena malam nanti bulan berada di jarak terdekat dengan bumi (Perigee).
Begitulah, ternyata mitos-mitos yang berkembang di masyarakat bisa dibantah dengan teori ilmiah.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar