Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » , » Bangga Jadi Muslimah (Bagian 1)

Bangga Jadi Muslimah (Bagian 1)

Written By Unknown on Selasa, 06 Maret 2018 | Maret 06, 2018



Judul : Bangga Jadi Muslimah

Judul Asli : Asnaye Wazaif wa Huquqe Zan

Penulis : Ibrahim Amini

Penerjemah : Jayadi

Penyunting : Irman Abdurrahman

Proof reading : Syafrudin

Setting lay out : Saiful R

Desain Sampul : creative14

Hak Terjemahan

dilindungi undang-undang

All rights reserved

Cetakan pertama: Oktober 2007 M

ISBN: 978-979-119-317-7

Diterbitkan oleh Penerbit Al-Huda

PO.BOX 7335 JKSPM 12073

e-mail: info@icc-jakarta.com


*****

DAFTAR ISI

" Bagian Pertama 

" Kebebasan dalam Memilih Tempat Tinggal (page 16)

" Pernikahan dan Faedah-Faedahnya (page 39)

" Menarik Perhatian Pasangan (page 47)

" Sanggahan: (page 63)

" Bagian Kedua (page 91)

" Jawaban: (page 99)

" Pertanyaan: (page 118)

" Pertanyaan: (page 131)

" Hak-Hak Bersama Perempuan dan Pria

*****


Bagian Pertama



Hak-hak dan Tugas-tugasPerempuan dalam Islam


Kedudukan Perempuan dalam Islam

Dalam Islam perempuan juga memiliki kedudukan tinggi sebagai manusia karena perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam sisi kemanusiaan. Manusia di dalam al- Quran disebutkan sebagai khalifah Allah Swt yang memperoleh kemuliaan.

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam Kami angkat mereka di daratan dan di lautan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan. (QS. al-Isra':70)

Seperti halnya Nabi Adam yang mencapai kedudukan tempat para malaikat bersujud kepadanya setiap manusia pun baik perempuan maupun laki-laki dapat mencapai kedudukan tersebut.

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S Al-Hijr: 29)

Semua ini diperoleh karena pengaruh sifat kemanusiaan. Al-Quran menjelaskan hal itu berkenaan dengan Nabi Adam as:

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"Mereka menjawab "Mahasuci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." Allah Swt berfirman "Hai Adam beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu Allah Swt berfirman. "Bukanlah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan." (QS. al- Baqarah: 31-33)

Apabila Nabi Adam mampu memahami Asma' (nama-nama) dan menjawabnya hal itu karena pengaruh spesifik penciptaan kemanusiaan. Maka perempuan dan lakilaki dalam penciptaannya juga memiliki kemampuan yang sama. Secara umum setiap pujian kepada manusia yang terdapat di dalam al-Quran dan hadis pasti berkenaan dengan seluruh manusia baik perempuan maupun laki-laki. Di dalam al-Quran tidak terdapat ayat yang mencela kewanitaan seorang perempuan. Oleh karena itu perempuan dan laki-laki menurut perspektif Islam adalah dua manusia yang sama. Dalam banyak nilai mereka tidaklah berbeda. 

Mereka pun bertanggung jawab terhadap hal yang sama dalam mengatur masyarakat yang sebagiannya akan dijelaskan sebagai berikut:

Pertama: perempuan dan laki-laki adalah sama sebagai sumber keberadaan reproduksi dan kesinambungan keturunan manusia.

Al-Quran mengatakan Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal." (QS. al-Hujurat:13)

Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan darinya Allah Swt menciptakan pasangannya dan dari keduanya memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. an-Nisa': 1)

Dalam ayat-ayat di atas disebutkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah dua fondasi penting masyarakat dan standar keutamaan setiap perempuan dan laki-laki adalah pemeliharaan takwa.

Kedua: al-Quran menganggap bahwa satu-satunya media kebahagiaan manusia adalah keimanan kepada Allah Swt penyucian dan pembersihan diri dari segala keburukan pemeliharaan takwa serta pelaksanaan amal saleh.

Dari sisi tersebut al-Quran tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki bahkan menganggap keduanya mempunyai kelayakan untuk meningkatkan dan menyempurnakan spiritualitas serta kedekatan diri dengan Allah Swt.

Allah Swt di dalam al-Quran berfirman Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan." (QS. an-Nahl: 97)

Allah Swt juga berfirman Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman) "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu baik laki-laki atau perempuan (karena) sebagain kamu adalah turunan dari sebagian yang lain." (QS. Ali Imron: 195)

Al-Quran sama-sama memuji perempuan dan laki-laki yang saleh dan teladan dengan mengatakan:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim laki-laki dan perempuan yang mukmin laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya laki-laki dan perempuan yang benar laki-laki dan perempuan yang sabar laki-laki dan perempuan yang khusyuk laki-laki dan perempuan yang bersedekah laki-laki dan perempuan yang berpuasa laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. al-Ahzab:35)

Al-Quran menjelaskan para perempuan utama sepanjang sejarah seperti juga menjelaskan para lelaki utama dan memuji mereka. Sebagai contoh berkenaan dengan Sayyidah Maryam as al-Quran mengatakan Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab "Makanan ini dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab." (QS. Ali Imran: 37)

Al-Quran juga mengatakan Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata "Hai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilih kamu menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala perempuan di dunia (yang semasa dengan kamu.)" (QS. Ali Imran: 42)

Allah Swt berfirman mengenai Asiyah istri Fir'aun:

Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata "Ya Tuhanku bangunkanlah untukku sebuah rumah disisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (QS. at-Tahrim: 11)

Fatimah az-Zahra putri mulia Nabi saw juga termasuk di antara para perempuan istimewa ketika sebuah ayat turun berkenaan dengannya suaminya dan putra-putranya.

Allah Swt berfirman Sesungguhnya Allah ber maksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. al-Ahzab: 33)

Berkenaan dengan para perempuan tersebut Rasulullah saw bersabda "Para penghulu perempuan surga ada empat orang: Maryam putri 'Imran Fatimah putri Muhammad Khadijah putri Khuwailid dan Asiyah putri Mazahim Istri Fir'aun." 1 

Sebagaimana kita lihat bahwa al-Quran tidak menganggap kewanitaan sebagai penghalang bagi pemiliknya sedikitpun untuk meningkatkan ketinggian derajat dan memperoleh keutamaan-keutamaan insani. Bahkan sebaliknya al-Quran menganggap mereka sama seperti para lelaki dalam hal meraih keutamaan-keutamaan yang pantas.

Namun di dalam al-Quran sebagian perempuan juga dicela seperti istri Nabi Nuh Nabi Luth dan istri Abu Lahab 2 sebagaimana halnya sebagian laki-laki juga dicela akibat perilaku mereka yang buruk seperti Fir'aun Namrud dan Abu Lahab.

Ketiga: Islam menganggap bahwa perempuan dan laki-laki adalah dua fondasi masyarakat tempat mereka mempunyai peran yang sama dalam penciptaan pembentukan pengaturan dan pemanfaatan masyarakat.

Perempuan dan laki-laki sama-sama menikmati hasil-hasil yang baik dari suatu masyarakat yang baik dan pengaruh-pengaruh buruk dari masyarakat yang korup.

Oleh karena itu tanggung jawab pengaturan masyarakat berada di pundak baik perempuan maupun laki-laki. Allah Swt berfirman Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf mencegah dari yang mungkar mendirikan sholat menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Isra': 71)

Benar bahwa hadir di medan jihad dan bertempur melawan musuh tidak wajib atas perempuan tetapi tidak semua tanggung jawab sosial dicabut dari mereka. 
Amar ma'ruf nahi munkar mempertahankan agama dan kesuciannya tablig dan menyebarkan Islam melawan kezaliman dan kesewenang-wenangan membela hak-hak orang- orang tertindas dan terzalimi saling membantu dalam pekerjaan-pekerjaan yang baik menolong orang-orang fakir dan miskin merawat orang-orang sakit cacat dan orang orang jompo memberantas kerusakan-kerusakan moral dan sosial mendidik anak-anak mengajar dan mengangkat taraf pendidikan individu-individu masyarakat mengokohkan dan menguatkan pemerintahan Islam yang adil mempertahankan nilai-nilai Islam membantu sendi ekonomi keluarga dan negara serta puluhan tanggung jawab lainnya tetap berada di atas pundak baik kaum perempuan maupun laki-laki.

Islam mempunyai banyak penegasan dalam persoalan mencari ilmu dan menganggapnya sebagai suatu kewajiban.

Imam Shadiq as menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda "Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Ketahuilah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang menuntut ilmu." 

Imam Muhammad Baqir as mengatakan "Seorang alim yang mengamalkan ilmunya adalah lebih utama daripada tujuh puluh ribu orang yang beribadah." 

Puluhan bahkan ratusan hadis yang lain mengungkapkan hal serupa di mana antara perempuan dan laki-laki dari sisi ini tidaklah ada perbedaan.

Para perempuan sebagai individu Muslim memiliki tugas untuk berusaha menuntut ilmu hingga merasa cukup khususnya menuntut ilmu-ilmu yang secara langsung merupakan kebutuhan mereka seperti kedokteran kedokteran gigi psikologi farmasi keperawatan ilmu-ilmu laboratorium pendidikan biologi kimia manajemen akuntansi pengetahuan Islam tafsir akidah fikih sejarah kesusasteraan seni bahasa hukum ekonomi dan lain-lain.

Kira-kira separuh lebih jumlah suatu masyarakat adalah kaum perempuan dan mereka mestilah ikut andil dalam bidang-bidang tersebut. Oleh sebab itu seharusnya jumlah para ilmuwan dan spesialis yang berasal dari kaum mereka sama dengan jumlah dari kaum lelaki. Seharusnya separuh rumah sakit klinik universitas sekolah menengah atas sekolah dasar perguruan tinggi farmasi laboratorium sekolah-sekolah ilmu agama mubalig dan pusat-pusat dakwah Islam dikhususkan bagi kaum perempuan.

Demikian juga rumah sakit bersalin seharusnya khusus bagi para perempuan sementara ilmuwan dan pakar perempuan mestinya berjumlah sama dengan ilmuwan dan pakar lelaki. Namun sangatlah disesalkan hal seperti itu tidak terjadi.

Kesenjangan tersebut terjadi disebabkan oleh dua faktor:

Salah satunya adalah arogansi diskriminasi dan ketidak-adilan kaum lelaki sepanjang sejarah yang mencegah kaum perempuan dari hak-hak legal mereka dan menjadikan perempuan selalu bergantung kepada mereka. Sedangkan faktor yang lain adalah kelalaian kaum perempuan untuk mengenali diri mereka lantaran sibuk mencari kesenangan dan bermewah-mewahan sehingga tidak mengenal jalan riil untuk mempertahankan hak-haknya.

Kaum perempuan harus mengetahui tanggung jawab dan peranannya serta berusaha untuk meraih kebebasan dan kecukupan sehingga dapat mempertahankan hak-hak mereka dan berhati-hati agar tidak berjalan tanpa tujuan sebagaimana yang tampak dalam realitas kaum perempuan di Barat.

Perempuan dan Kebebasan

Perempuan seperti halnya laki-laki diciptakan merdeka dan mereka ingin hidup tanpa campur tangan orang lain. Kecenderungan terhadap kebebasan adalah keinginan yang wajar dan diperbolehkan. Namun apakah manusia bisa hidup dengan bebas dalam suatu masyarakat?

Manusia membutuhkan sesamanya dan juga harus menjaga hak-hak dan keinginankeinginan mereka serta harus mengikat kebebasan-kebebasan dirinya dalam batasan undangundang sosial. Batasan-batasan seperti itu tidak merugikan manusia tetapi sebaliknya justru bermanfaat baginya. Disamping itu hidup bebas dan mengikuti segala keinginan dirinya terkadang berakhir dengan kerugian manusia. Dalam kondisi seperti itu dia harus menerima batasan demi kemaslahatan dirinya.

Islam juga walaupun menghormati hak dan kebebasan manusia menganggap bahwa kebebasan mutlak tidaklah mungkin dan tidak selaras dengan kemaslahatankemaslahatan baik individu maupun sosial manusia. Dengan argumen ini Islam mensyariatkan hukum-hukum dan undang-undang yang membatasi kebebasan mereka untuk menjaga kemaslahatan-kemaslahatan baik fisik maupun jiwa baik di dunia maupun akhirat dan baik individu maupun sosial. Mungkin sebagian batasan syariat dirasa tidaklah enak bagi selera manusia dan mereka menganggap hal itu bertentangan dengan kebebasan dirinya. Pendapat ini diakibatkan manusia tidak mengetahui secara benar kemaslahatan-kemaslahatan dirinya. Apabila memahami kemaslahatan-kemaslahatan kehidupan dirinya niscaya manusia tidak akan menganggap bahwa batasan-batasan syariat menghalangi kebebasan dan akan menerimanya dengan senang hati.

Berkaitan dengan kebebasan kaum perempuan Islam juga berlaku sama. Islam menghormati kebebasan kaum perempuan dan menjaganya dengan undang-undangnya selama tidak bertentangan dengan kemaslahatan riilnya dan kemaslahatan seluruh individu masyarakat. Namun apabila kebebasan itu tidak sesuai dengan kemaslahatan- kemaslahatannya, maka Islam lebih menekankan batasan. Di sini secara singkat kami akan menyebutkan sebagian kebebasan kaum perempuan:


Kebebasan dalam pekerjaan

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Islam menganggap perempuan sebagai salah satu dari dua fondasi masyarakat dan meletakkan tanggung jawab-tanggung jawab ke atas pundaknya. Perempuan tidak bisa dan tidak boleh menjadi anggota yang lumpuh dan makhluk pengangguran yang tidak berguna. Islam menganggap bahwa pekerjaan adalah tugas dan termasuk ibadah yang terbaik sehingga memerintahkan kepada para pengikutnya untuk mewaspadai pengangguran bermalas-malasan dan berhela-hela. Terdapat banyak hadis yang berkaitan dengan hal ini.

Rasulullah saw bersabda "Ibadah ada 70 bagian dan yang paling utama adalah mencari rejeki yang halal." 5 

Imam Musa bin Ja'far as berkata "Sesungguhnya Allah 'Azza Wajalla sangat membenci hamba yang selalu tidur dan pengangguran." 6 

Bekerja menurut perspektif Islam bukan merupakan hak melainkan tugas dan baik laki-laki maupun perempuan dalam hal ini tidak berbeda. Perempuan juga harus melaksanakan tugasnya dalam hal-hal sosial dan bebas memilih pekerjaannya. Namun dengan memperhatikan penciptaan khusus secara fisik dan kejiwaan maka tidaklah setiap pekerjaan baik baginya dan bagi seluruh individu masyarakat. Perempuan adalah eksistensi yang lembut dan cantik. Karena kelembutan dan kecantikannya yang menarik bagi laki-laki maka dia harus berusaha untuk memilih pekerjaan yang tidak merusak kecantikannya. Oleh karena itu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat susah dan melelahkan tidak baik bagi kaum perempuan seperti mengendarai mobil-mobil berat pekejaan (lembur) malam buruh tambang buruh pelebur besi buruh perusahaan semen buruh perusahaan pembuatan mobil pertanian peternakan dan semacamnya.

Melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti itu kebanyakan berada di luar kemampuan banyak perempuan dan membahayakan kecantikan kelembutan serta daya tarik yang mereka miliki.

Dengan argumentasi ini Islam memerintahkan kepada kaum laki-laki supaya tidak mendorong kaum perempuan kepada pekerjaan-pekerjaan tersebut.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata kepada putranya Imam Hasan "Janganlah engkau mendorong perempuan untuk melakukan pekerjaan di luar kemampuannya. Maka hal yang demikian lebih baik bagi keadaannnya dan lebih menenangkan hatinya serta lebih menjaga kecantikannya. Maka sesungguhnya perempuan adalah lembut seperti bunga dan bukan seorang yang gagah." 7 

Topik penting lainnya adalah kelembutan kecantikan dan daya tarik perempuan yang identik dengan ketidakmampuan kaum pria untuk menghadapi gelora seks. Ini merupakan sesuatu yang wajar. Oleh karena itu berguna bagi kaum perempuan dan demi kemaslahatan sosial apabila mereka menerima pekerjaan-pekerjaan yang berada di lingkungan yang sedikit berhubungan dengan para pria asing sehingga mereka terjaga dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dan yang merusak keimanan serta harga diri.

Ini membantu keselamatan dan kesucian lingkungan sosial khususnya bagi para pemuda dan pria lajang.

Poin paling penting yang juga harus diperhatikan bahwa perempuan adalah eksistensi sentimentil (berperasaan) dan kebanyakan lebih cepat dipengaruhi perasaan dibandingkan para laki-laki. Oleh karena itu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih membutuhkan ketajaman dan kekerasan tidak baik bagi kaum perempuan seperti pekerjaan-pekerjaan militer ketentaraan dan pengadilan.

Poin terakhir yang harus diperhatikan oleh para perempuan dalam memilih pekerjaan adalah menjaga kondisi anak-anak dan melindungi keluarga. Apabila seorang perempuan telah menikah dan mempunyai anak maka ia harus menyadari bahwa tanggung jawab yang satu ini lebih berat yaitu mendidik secara benar anak-anak yang penciptaan khususnya dibebankan di atas pundaknya. Benar bahwa memilih pekerjaan adalah bebas tetapi harus menerima pekerjaan yang tidak menggoncangkan fondasi kehangatan keluarga dan tidak menghilangkan kasih sayang simpati ibu dan pendidikan yang benar terhadap anak-anak.

Dalam kasus-kasus ini intinya adalah kesepahaman. Para lelaki juga harus berhenti dari segala fanatisme yang salah kesombongan diskriminasi dan tradisi dominasi lelaki dan harus mengizinkan para perempuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dan layak berdasarkan atas kemaslahatan baik individu maupun sosial.


Kebebasan dalam Kepemilikan

Islam menghormati kepemilikan perempuan seperti halnya laki-laki. Perempuan bisa mencari harta dan memilikinya melalui pekerjaan perdagangan mahar pemberian dan setiap jalan lainnya yang diperbolehkan dan dapat mengambil manfaat darinya. Tidak seorang pun yang berhak tanpa seizinnya untuk menggunakan hartanya kendatipun ayah ibu suami dan anak-anaknya.

Al-Quran mengatakan Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 8 


Kebebasan dalam Menikah

Perempuan seperti halnya laki-laki sangat bebas dalam menikah dan memilih pasangan. Tidaklah benar pernikahan perempuan yang balig dilakukan tanpa persetujuannya. Tidak seorang pun yang berhak memaksa seorang perempuan untuk menikah atau memilih pasangan tertentu walaupun itu ayah ibu kakek dan saudaranya.

Imam Shadiq berkata "Hendaknya mereka memperoleh izin dari perempuan yang perawan dan bukan perawan dalam pernikahan. Dan pernikahan tanpa kerelaannya adalah tidak benar." 9 

Imam Shadiq berkata tentang seorang laki-laki yang ingin menikahkan saudarinya "Harus meminta izin dari perempuan itu sendiri. Apabila dia diam maka diamnya adalah setuju. Adapun tanpa persetujuannya maka pernikahannya tidak benar."10

Oleh karena itu dalam sahnya pernikahan persetujuan seorang perempuan adalah perlu baik perawan maupun bukan perawan. Di sini muncul sebuah pertanyaan apakah dalam sahnya pernikahan seorang perempuan di samping persetujuannya juga harus terdapat persetujuan ayah atau kakek ataukah tidak?

Dalam jawaban pertanyaan ini secara detail mereka mengatakan bahwa apabila perempuan tersebut bukan perawan maka tidak perlu izin ayah atau kakek dan dia sendiri secara independen bisa mengambil keputusan. Di dalam hadis-hadis juga dijelaskan tentang topik ini.

Imam Shadiq berkenaan dengan pernikahan perempuan bukan perawan dengan mengatakan "Dia lebih berhak berkenaan dengan dirinya daripada orang lain.Apabila dia dulu pernah menikah maka dia bisa memilih lelaki yang dia sukai untuk menikah lagi."11

Imam Shadiq mengatakan "Seorang perempuan yang bukan perawan bisa menikah tanpa izin ayahnya apabila tidak ada masalah baginya."12

Namun jika perempuan tersebut perawan maka mayoritas ahli fikih berpendapat bahwa sahnya pernikahan tergantung kepada izin ayah atau kakeknya. Dalam hal ini mereka berpegang teguh kepada sebagian hadis sebagai berikut.

Imam Shadiq mengatakan "Seorang perempuan perawan yang mempunyai ayah maka hendaknya tidak menikah tanpa seizin ayahnya."13

Kebebasan perempuan perawan dalam memilih pasangan hanya terbatas pada izin ayah atau kakek. Namun batasan ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya tetapi juga bermanfaat bagi kemaslahatannya. Ini karena perempuan perawan sebelumnya tidak pernah menikah dan tidak mempunyai pengalaman dalam hal ini dan karena malu dia tidak bisa meneliti secara sempurna laki-laki yang meminangnya. Maka dia memerlukan penasehat yang penyayang dan berpengalaman sehingga dia dapat memanfaatkan arahan-arahan sang penasehat sementara ayah dan kakek adalah individu-individu terbaik yang mampu membantu putri dan cucu perempuannya.

Di samping itu musyawarah dan izin ayah juga mempunyai faedah lain yaitu menghormati ayah serta meminta persetujuan dan kerja samanya. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini untuk mengokohkan ikatan kekeluargaan dan kehidupan masa depan si perempuan serta membantu menyelesaikan problem-problem yang mungkin timbul dan berpengaruh terhadap kemaslahatannya.

Dikatakan bahwa ada dua hal yang dikecualikan dalam perlunya meminta izin ayah yaitu:

Pertama apabila tidak ada ayah atau kakek untuk dimintai izin.

Kedua perempuan tersebut perlu menikah dan laki-laki (peminang) telah sangat sesuai baginya. Namun sang ayah tanpa alasan yang tepat selalu beralasan dan menolaknya. Maka para fukaha dalam hal ini mengizinkan perempuan (perawan) untuk menikah dengan laki-laki dambaannya tanpa izin ayahnya.


Kebebasan dalam Mencari Ilmu

Apabila perempuan tidak bersuami maka dia bisa mencari ilmu dan tidak seorang pun yang mencegahnya untuk belajar. Namun apabila dia menikah dan mempunyai suami maka dia harus menjaga hak-hak suaminya dan anak-anaknya.

Untuk melanjutkan pendidikan dia harus bermusyawarah dan saling memahami dengan suaminya.


Kebebasan dalam Memilih Tempat Tinggal

Jika perempuan tidak mempunyai suami maka dia sangat bebas dalam memilih rumah. Namun apabila dia mempunyai suami maka dia harus mengikuti suami dalam memilih tempat tinggal. Menyediakan tempat tinggal adalah tanggung jawab suami dan salah satu otoritasnya. Namun tempat tinggal harus sesuai dengan keadaan keluarga dan kemampuan finansial yang menjamin ketenangan dan ketenteraman keluarga.

Apabila mereka hidup bersama dalam satu rumah sementara istri meminta rumah pribadi dengan alasan ketenangan dan sang suami mampu maka sang suami harus memenuhi keinginan istrinya. Demikian juga apabila rumah mereka kecil atau di sana selalu terdapat gangguan dan istri meminta penggantian rumah maka jika suaminya mampu dia harus melaksanakan keinginan istrinya karena semua ini termasuk contoh pergaulan yang baik.

Allah Swt di dalam al-Quran berfirman:

Dan bergaullah dengan mereka secara patut.14

Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan mereka.15

Kendatipun memilih tempat tinggal adalah otoritas laki-laki tetapi perempuan bisa menyarankan tempat tinggal khusus dalam akad nikah atau menjadikannya sebagai otoritasnya. Apabila suami menerima maka dia harus mengikuti istri dan apabila dia melanggar maka dia berdosa.


Perempuan dan Hijab

Hijab secara bahasa berarti 'penutup' yaitu pakaian yang menutupi tubuh perempuan. Islam memerintahkan kepada para perempuan untuk menutupi tubuhnya secara sempurna dan menjaganya dari pandangan para lelaki asing (bukan muhrim).


Kewajiban berhijab disimpulkan dari al-Quran dan hadis-hadis. Di sini akan dijelaskan melalui tiga ayat sebagai berikut:


Ayat pertama:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka perbuat."

Katakanlah kepada perempuan yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau putraputra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putraputra saudara perempuan mereka atau perempuan-perempuan Islam atau budakbudak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang- orang yang beriman supaya kami beruntung."

Ayat di atas turun berkenan dengan hijab dan menjelaskan permasalahanpermasalahan yang memerlukan penjelasan dan penafsiran.

Pada permulaan ayat diperintahkan kepada para lelaki untuk menahan pandangannya dan hendaknya para lelaki tidak terpesona terhadap perempuan dan begitu juga sebaliknya serta supaya tidak membuat pesona satu sama lain.

Ghadhu secara bahasa berarti 'mengurangkan dan menutup pandangan'. Ghadhu albashar yaitu 'memendekkan pandangan dan tidak terpesona'

Kadang-kadang manusia memandang pada yang lain tetapi pandangannya bukanlah tujuan. Apabila melihat ditujukan sebagai pandangan kenikmatan maka dikatakan "menatap". Pandangan sekunder dan untuk kenikmatan menarik manusia kepada kerusakan dan hal ini dilarang.

Adapun pandangan atau penglihatan yang bukan untuk kenikmatan maka tidak haram karena termasuk keharusan-keharusan pergaulan dan kehidupan sosial.

Setelah itu ayat tersebut memerintahkan kepada para perempuan dan laki-laki untuk menjaga kemaluannya. Furuj adalah bentuk jamak dari farj yang berarti 'aurat'.

Maksud dari menjaga kemaluan dan menutupinya adalah usaha menjaga kemurnian dan kesucian dengan menutup pandangan dan menjaga hijab.

Kemudian ayat tersebut berbicara kepada para perempuan Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya.

Zina mempunyai arti 'perhiasan dan alat kecantikan yang bermacammacam'.

Salah satunya adalah perhiasan-perhiasan yang terpisah dari badan seperti anting kalung cincin gelang dan pakaian-pakaian hias.

Macam kedua adalah perhiasan-perhiasan yang melekat di tubuh seperti celak pewarna kuku pewarna tangan dan kaki dan pewarna rambut. Perhiasan yang disebutkan dalam ayat itu meliputi kedua perhiasan tersebut. Diperintahkan kepada para perempuan untuk tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya kepada para lelaki asing. Dengan cara ini mereka telah mencegah ketertarikan laki-laki dan gelora seksnya.

Setelah itu dengan kalimat kecuali yang (biasa) tampak darinya ayat itu memperbolehkan para perempuan untuk tidak menutupi perhiasan-perhiasannya yang yang biasa tampak seperti celak cat alis mata inai (pacar) tangan cincin jubah cadar mantel (sejenis jubah) dan sepatu. Ini karena kaum perempuan hidup bermasyarakat dan mengemban tanggung jawab maka pasti para lelaki asing melihat wajah tangan dan perhiasan-perhiasan mereka yang tampak. Sementara itu menutup hal-hal tersebut sangatlah sulit. Oleh karena itu perempuan diberi kelonggaran dengan tidak menutupinya ketika melakukan tugas-tugasnya.

Dalam sebagian hadis perhiasan-perhiasan yang tampak yang disebutkan dalam ayat itu juga ditafsirkan dengan pengertian tersebut.

Zurarah meriwayatkan ketika menafsirkan firman Allah 'Azza wa Jalla kecuali yang (biasa) tampak darinya Imam Shadiq berkata "Perhiasan yang tampak adalah celak dan cincin."16

Abu Bashir berkata "Aku bertanya kepada Imam Shadiq tentang tafsir ayat Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya. Beliau menjawab "Perhiasan yang tampak adalah cincin dan gelang."17

Kemudian setelah itu beliau berkata tentang penjelasan hijab "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya."

Khumur bentuk jamak dari khimâr yang mempunyai arti 'kerudung dan kerudung yang besar'. Juyûb juga bentuk jamak dari jayb yang berarti 'kerah pakaian'.

Mereka (para sejarahwan) mengatakan bahwa perempuan di zaman Rasulullah saw memakai pakaian yang kerahnya terbuka dan sebagian dadanya tampak. 

Demikian juga mereka meletakkan dua sisi kerudung dari atas telinga ke belakang kepala. Akibatnya telinga anting leher dan sebagian dada mereka tampak. 

Oleh karena itu ayat itu memerintahkan kepada perempuan supaya meletakkan kerudung mereka ke atas celah pakaian supaya telinga anting leher dan dada mereka tertutup.

Thabarsi dalam tafsirnya menulis bahwa khumur bentuk jamak dari khimâr berarti 'kerudung yang diletakkan di atas kerah dan sekitar leher'. Dalam ayat itu perempuan diperintah-kan supaya menaruh kerudungnya di atas dada sehingga lehernya tertutup.

Ini karena dulu para perempuan meletakkan kerudung ke belakang sehingga dada mereka tampak.18

Beliau mengatakan di bawah ayat ini Dan Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan "Untuk betul-betul menjaga kehormatan dan demi mencegah kerusakan-kerusakan sosial maka diperintahkan kepada perempuan supaya ketika berjalan tidak memukulkan kakinya ke bumi dengan kuat. Jangan sampai perhiasan-perhiasan mereka didengar oleh para lelaki asing sehingga membangkitkan gairah seks mereka dan timbullah permasalahan-permasalahan yang tidak sesuai dengan kemaslahatan-kemaslahatan masyarakat umum khususnya bagi para pemuda dan lelaki lajang.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan beberapa topik penting akhlak Islam sebagai berikut:

1. Perempuan dan laki-laki asing harus menjauhkan diri dari tatapan dan kenikmatan pandangan dan satu sama lain tidak memandang untuk tujuan kenikmatan.

2. Perempuan tidak boleh menampakkan perhiasan-perhiasannya yang tersembunyi bagi para lelaki asing.

3. Perempuan mempunyai tugas untuk meletakkan kerudung di atas kepala yang menutupi telinga anting sisi-sisi leher dan dada mereka secara sempurna.

4. Diperintahkan kepada perempuan untuk lebih menjaga kehormatan umum dan mencegah kerusakan-kerusakan moral bahkan hendaknya mereka tidak memukulkan kaki mereka di atas bumi dengan kuat supaya jangan sampai suara kaki mereka menyebabkan penyimpangan para lelaki.

5. Tidak wajib bagi para perempuan menutupi perhiasan-perhiasannya yang tampak.


Ayat Kedua

Hai Nabi Katakanlah kepada istri-istrimu anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka " yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.19

Kitab Qamus menyebutkan bahwa jilbab mempunyai arti 'pakaian lebar perempuan atau pakaian yang mereka pakai di atas semua pakaian dan meliputi semuanya'. Jilbab juga berarti 'kerudung'.

Râghib dalam kitabnya Mufradât juga mengartikan jilbab dengan 'pakaian dan kerudung'.

Dalam kitab al-Munjid jilbab juga mempunyai arti 'pakaian yang lebar dan luas'.

Oleh karena itu dalam penafsiran ayat itu bisa dikatakan bahwa katakanlah kepada perempuan untuk menyiapkan jilbab dan pakaian penutupnya dari kain yang murah harganya sehingga dapat menutupi semua bagian tubuh secara sempurna di antaranya dada dan sekitar leher serta menjaganya dari tatapan lelaki bukan muhrim.

Apabila perempuan melakukan yang seperti itu maka mereka akan dikenal dengan kesuciannya tidak akan diperhatikan oleh para lelaki asing dan terjaga dari sumber gangguan.

Dari ayat tersebut disimpulkan bahwa seorang perempuan Muslim harus keluar dari rumah dengan tertutup dan sederhana. Dengan cara inilah dia mencegah kerusakankerusakan moral dan sosial. Perilaku seperti ini akan bermanfaat baik bagi perempuan sendiri maupun bagi para pemuda dan laki-laki.


Ayat Ketiga

Hai istri-istri Nabi kamu sekalian tidaklah seperti perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan jangan kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.20

Dalam ayat di atas ada tiga hal yang diperintahkan kepada perempuan:

1. Saat berbicara hendaknya perempuan tidak membuat suaranya nyaring karena berbicara nyaring mungkin menyebabkan bangkitnya daya syahwat para lelaki yang tidak baik.

2. Hendaknya mereka menjadi perempuan yang senang tinggal di rumah.

3. Hendaknya mereka tidak menjadi seperti para perempuan jahiliyah yang tanpa penutup dan kerap memamerkan serta menampakkan perhiasan dan kecantikannya di hadapan pandangan para lelaki asing.

Kendatipun ayat itu turun berkenaan dengan istri-istri dan putri-putri Nabi saw perintah-perintahnya tetap meliputi semua perempuan.

Dikatakan bahwa maksud ayat Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu bukan berarti bahwa para istri Nabi dan seluruh perempuan harus menjadi perempuan rumahan dan sama sekali tidak keluar dari rumah. Karena seperti yang telah saya kemukakan perempuan adalah anggota riil masyarakat dan mempunyai tanggung jawab yang menuntutnya untuk dapat keluar rumah. Perempuan di zaman Rasulullah saw juga dapat keluar dari rumah dan hadir di mesjid. Mereka mendengarkan sabda-sabda Nabi saw. Mereka menanyakan masalah-masalah agama sehingga banyak dari mereka yang menjadi perawi-perawi hadis. 

Sebagian perawi hadis laki-laki pun meriwayatkan dari mereka. Mereka ikut serta dalam peperangan dan mengobati orang-orang yang terluka serta merawatnya. Para istri Nabi saw juga ikut serta dalam peperangan-peperangan tetapi tidak diperintahkan (diwajibkan) untuk berperang.

Sejarah Nabi Saw dan para sahabat tidak membatasi perempuan hanya di dalam rumah. Maksud ayat tersebut juga bukan seperti itu. Namun maksudnya adalah 
hendaknya hati kaum perempuan terikat dengan rumah dan menganggap rumah sebagai tempatnya yang orisinal. Demikian juga hendaknya mereka memperhatikan rumah tangga anak dan suami serta menganggap dirinya bertanggung jawab dalam hal ini.


Muhrim (Orang-orang yang haram dinikahi)

Berkaitan dengan hubungan antara lelaki dan perempuan terdapat dua golongan: muhrim dan non-muhrim. Hijab menjadi wajib bagi perempuan berkenaan dengan lelaki yang menjadi non-muhrimnya. Adapun menjaga hijab di depan para lelaki muhrim adalah tidak wajib.

Para lelaki muhrim antara lain adalah:

1. Ayah dan kakek dan seterusnya ke atas

2. Ayah dan kakek dari ibu dan seterusnya ke atas

3. Saudara dan anak-anak saudara dan seterusnya ke bawah

4. Anak saudari dan anak-anaknya seterusnya ke bawah

5. Paman dan pamannya paman hingga setiap yang ke atas

6. Paman dari ibu dan pamannya paman hingga setiap yang ke atas

7. Suami dan ayah suami hingga setiap yang ke atas

8. Ayah dan ibu suami dan ayahnya hingga setiap yang ke atas

9. Anak suami dan anak-anaknya hingga setiap yang ke bawah

10. Anak laki-laki dan anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan hingga setiap yang ke bawah.

11. Anak perempuan dan anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan hingga setiap yang ke bawah

12. Menantu dan menantunya menantu hingga setiap yang ke bawah.

Orang-orang tersebut dapat melihat tubuh satu sama lain dan tidak wajib bagi mereka untuk menjaga hijab. Namun semua itu tetap dengan syarat mereka tidak melihatnya dengan kenikmatan. Jika syarat itu tidak terpenuhi maka tidak diperkenankan untuk melihat muhrim yang belum balig sekalipun. Demikian pula apabila memandang dengan kenikmatan maka perempuan juga tidak bisa melihat sesama perempuan dan laki-laki tidak bisa melihat sesama laki-laki.
Batasan Hijab

Semua fukaha sepakat bahwa kewajiban memakai hijab termasuk hukum pasti dalam Islam. Perempuan berkewajiban menutup tubuhnya dari lelaki asing dengan cadar jubah pakaian panjang mantel jas kain penutup kerudung dan setiap pakaian lainnya yang menutupi seluruh tubuh dan kita tidak mempunyai dalil kewajiban memakai bentuk penutup tertentu. Tidak ada perbedaan tentang kewajiban (memakai) hijab.

Namun sebagian fukaha berbeda pendapat dalam hal menutup wajah dan kedua tangan hingga pergelangan tangan. Sebagian fukaha berpendapat bahwa menutup hal-hal itu juga wajib atau mereka menghukuminya ihtiyath (hati-hati). Namun mayoritas fukaha tidak mewajibkan menutup hal-hal tersebut. Mereka bersandar pada beberapa dalil untuk menetapkan ketidakwajibannya:

Dalil pertama: hadis-hadis yang secara langsung dan jelas menafikan kewajiban menutup wajah dan kedua pergelangan tangan.

1. Mas'adah bin Ziyad berkata "Aku Mendengar Imam Shadiq menjawab pertanyaan tentang perhiasan-perhiasan perempuan yang tampak. Beliau berkata 'Wajah dan kedua tangan.'"21

2. Muruk bin 'Ubaid dari sebagian sahabat kami dan dari Abu Abdillah as yang berkata "Apa yang boleh bagi seorang laki-laki melihat perempuan yang bukan muhrimnya?" Beliau as menjawab "Wajah dua tangan dan dua kaki."22

3. Ali bin Ja'far berkata "Aku bertanya kepada saudaraku Imam Musa bin Ja'far as 'Apa yang bisa dilihat seorang laki-laki terhadap perempuan yang bukan muhrimnya?' Beliau menjawab 'Wajah tangan dan tempat gelang.'"23

4. Ali bin Suwaid berkata "Aku berkata kepada Imam Musa bin Ja'far 'Aku selalu terpesona melihat perempuan cantik dan aku selalu suka melihatnya. Apa yang harus aku lakukan?' Beliau menjawab 'Apabila kamu tidak bermaksud berkhianat maka tidak apa-apa dan hati-hatilah kamu dengan perzinaan karena zina menghilangkan keberkatan dan membinasakan agama.'"24

5. Mufadldlal berkata "Aku berkata kepada Imam Shadiq 'Aku sebagai tebusanmu apa menurutmu tentang seorang perempuan yang berada dalam perjalanan bersama para lelaki yang bukan muhrim dan tidak ada perempuan lain bersama mereka. Lalu perempuan tersebut meninggal dunia. Apa yang harus dilakukan?' Beliau menjawab 'Dibasuh tempat-tempat yang Allah wajibkan bertayammum dan janganlah dia disentuh dan tempat-tempat yang Allah perintahkan untuk menutupinya hendaknya jangan disingkap.' Aku bertanya 'Lalu apa yang harus dilakukan terhadap tubuhnya?' Beliau menjawab 'Pertama dibasuh telapak tangannya lalu wajahnya dan setelah itu dibasuh permukaan tangannya.'"25

Dalil kedua: hadis-hadis yang tidak menjelaskan wajah dan kedua tangan tetapi secara tidak langsung menunjukkan bahwa menutup wajah dan kedua tangan adalah tidak wajib.

1. Muhammad bin Abi Nashr mengatakan "Aku bertanya kepada Imam Ridha 'Apakah seorang laki-laki bisa melihat rambut saudari istrinya?' Beliau menjawab 'Tidak kecuali saudari istrinya itu tua renta.' Kemudian aku bertanya 'Apakah sama antara saudari istri dan para perempuan asing?' Beliau menjawab 'Iya.' Aku bertanya 'Apa yang bisa aku lihat dari tubuh perempuan-perempuan renta?' Beliau menjawab 'Rambut dan sikunya?'"26

Perawi mengatakan tentang boleh atau tidaknya melihat rambut saudari istrinya tetapi tidak menanyakan wajahnya. Maka jelaslah bahwa dia mengetahui dengan pasti bolehnya melihat wajah dan jika dia tidak mengetahui maka dia memprioritaskan untuk menanyakan hal itu juga. Demikian juga karena Imam Ridha dalam jawabannya terhadap soal perawi tentang ukuran memandang kepada para perempuan tua renta berkata "Rambutnya dan Sikunya " dan beliau tidak menambahkan wajah mereka maka jelas Imam mengetahui dengan pasti bolehnya melihat wajah sehingga tidak perlu bagi beliau menyebutkannya lagi. Jika tidak maka beliau pasti menambahkannya.

2. Imam Ridha berkata "Hendaknya mereka mengajak anak laki-laki di saat berumur tujuh tahun untuk melaksanakan shalat tetapi anak perempuan menutupi rambutnya di saat dia bermimpi."27

3. Abdurrahman berkata "Aku bertanya kepada Imam Musa bin Ja'far tentang seorang putri yang belum balig 'Kapan dia harus menutupi kepalanya dari lelaki bukan muhrimnya dan kapan wajib baginya menutupi kepalanya dengan kerudung untuk melakukan shalat?' Beliau menjawab 'Dia harus menutupi kepalanya di saat shalat haram baginya karena melihat darah haid.'"28

Dalam dua hadis tersebut kewajiban menutup rambut dan kepala merupakan tanda-tanda balig. Namun tidak ada pembicaraan mengenai kewajiban menutup wajah. Sementara itu apabila menutup wajah adalah wajib maka pastilah para imam juga menjelaskannya. Dari sini menjadi jelas bahwa menutup wajah tidaklah wajib atas perempuan.

Dalil ketiga: seperti yang telah dijelaskan dari kalimat Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya bisa diambil kesimpulan bahwa menutup wajah dan kedua tangan tidaklah wajib. Ini karena dalam hadis-hadis Ahlulbait memakai celak dan cincin di tangan adalah salah satu contoh dari perhiasan yang (biasa) tampak darinya sehingga tidak ada kewajiban untuk menutupinya. Oleh karena itu menutup wajah dan tangan yang merupakan tempat kedua perhiasan itu juga seharusnya tidak wajib.

Begitu juga dalam kalimat Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya yang disebutkan dalam ayat tersebut tidak ada yang menunjukkan kewajiban menutup wajah. Ini karena diperintahkan kepada perempuan untuk mendapatkan hijab yang sempurna supaya dapat menaruh kudungnya ke leher sehingga menutupi sekeliling leher dan dada mereka. Adapun berkenaan dengan menutup wajah tidak diperintahkan. Ini menjelaskan tidak adanya kewajiban tersebut. Di samping itu dalam hadis Mus'adah bin Shadaqah yang dalam bahasan ini telah dijelaskan wajah dan kedua tangan itu sendiri adalah termasuk salah satu contoh perhiasan yang (biasa) tampak darinya.

Dalil keempat: dari sebagian hadis dan bukti-bukti sejarah disimpulkan bahwa kebiasaan perempuan di zaman Rasulullah saw adalah tidak menutupi wajahnya. 

Namun mereka tampak dengan wajah yang terbuka dalam pertemuan-pertemuan di jalan dan di pasar. Mata para lelaki melihat wajah mereka dan satu sama lain saling berbicara bergaul (bersosialisasi) dan berinteraksi. Mereka mendengar hadis dari Nabi saw dan meriwayatkannya kepada para lelaki. Di antara para perawi hadis terdapat ratusan perempuan hingga para istri dan putri Nabi juga tidak dikecualikan dari pekerjaan ini.

Ratusan hadis diriwayatkan dari Aisyah Ummu Salamah dan Fatimah sehingga pastinya orang-orang melihat wajah para perempuan dan mendengar suara mereka. Namun Rasulullah saw tidak memerintahkan para perempuan untuk menutup wajah dan tidak melarang para lelaki untuk melihat wajah para perempuan dan mendengarkan suara mereka kecuali jika tujuannya adalah demi kenikmatan dan tatapan.

Jabir bin Abdullah al-Anshari bercerita bahwa pada suatu hari Rasulullah saw pergi guna menemui Fatimah sedangkan dia bersama beliau. Ketika sampai di depan rumah Fatimah beliau mengetuk pintu seraya bersabda "Assalamu'alaikum."

Fatimah dari dalam rumah menjawab "Alaikas Salam Ya Rasulullah."

Nabi bertanya "Boleh aku masuk ke rumahmu?"

Fatimah menjawab "Silakan."

Rasulullah saw bersabda "Aku masuk dengan temanku?"

Fatimah menjawab "Wahai Rasulullah aku tidak punya kudung untuk kepalaku."

Nabi bersabda "Taruhlah lebihnya kain penutup di atas kepalamu."

Fatimah lalu melakukannya. Setelah itu Rasulullah saw bersabda "Assalamu'alaikum."

Fatimah lalu menjawab. Kemudian Nabi saw Bersabda "Aku masuk bersama temankuseorang laki-laki.

Fatimah berkata "Silakan."

Jabir melanjutkan "Rasulullah saw memasuki rumah Fatimah dan aku juga masuk.

Mataku melihat wajah Fatimah yang seperti tangkai yang kuning."

Rasulullah lalu bertanya "Putriku mengapa wajahmu kuning seperti ini?"

Fatimah menjawab "Ya Rasulullah ini karena aku sangat kelaparan."

Nabi saw mengangkat tangannya berdoa seraya bersabda "Wahai Tuhanku Yang Mengenyangkan orang-orang yang kelaparan kenyangkanlah Fatimah Putri Muhammad."

Jabir melanjutkan ceritanya "Demi Allah setelah doa Rasulullah aku melihat wajah Fatimah. Darah di wajahnya mengalir dan warna wajahnya menjadi merah dan setelah itu Fatimah tidak kelaparan."29

Dari cerita di atas disimpulkan bahwa wajah Sayidah Fatimah terbuka sehingga Jabir dapat melihatnya berwarna kuning dan setelah do'a Nabi Saw Jabir pun melihat wajah Fatimah berwarna merah.

Sa'd Askaf meriwayatkan dari Imam Baqir as berkata "Seorang pemuda Anshar bertemu dengan seorang perempuan di lorong Madinah. Pada saat itu para perempuan meletakan kerudungnya di belakang telinga. Pemuda Anshar melihat perempuan tersebut dan bertemu dengannya lalu pergi. Pemuda tersebut tetap melihat perempuan itu dari belakang. Pada saat demikian kepalanya terbentur tulang atau kaca yang berada di tembok. Wajahnya terluka dan darah mengalir ke dadanya dan pakaiannya. Pemuda tersebut berkata bahwa dia akan mengadukan perempuan ini kepada Rasulullah saw. Pemuda tersebut menuju Rasulullah. Nabi Saw bertanya "Kenapa engkau penuh dengan darah seperti ini?"

Pemuda itu memaparkan kejadiannya kepada Rasulullah. Pada saat demikian Malaikat Jibril turun dan membawa ayat ini Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."30

Dari cerita ini juga disimpulkan bahwa para perempuan di zaman Rasulullah saw dan permulaan Islam tidak hanya membuka wajahnya tetapi mereka meletakkan kerudungnya di belakang telinga. Akibatnya telinga anting sekeliling leher dan dada mereka tampak. Dalam kasus tersebut terjadi peristiwa yang menimpa pemuda Anshar itu dan pengaduannya kepada Rasulullah saw. Setelah ayat itu turun hijab pun diperintahkan kepada para perempuan yakni agar mereka meletakkan kedua sisi kudung ke leher sehingga menutupi telinga anting sekeliling leher dan dada mereka.

Adapun poin yang menarik adalah tidak ada perintah untuk menutup wajah. Ini menyatakan bahwa tidak ada kewajiban menutup wajah. Ayat hijab memerintahkan kepada lelaki dan perempuan supaya menahan pandangan mereka dan supaya tidak menatap demi kenikmatan (dalam memandang) guna mencegah kerusakan-kerusakan moral dan sosial.


Filosofi Hijab

Seperti yang telah dikatakan salah satu hukum pasti dalam Islam adalah kewajiban menutup tubuh. Namun pertanyaan pentingnya adalah apa filosofi hijab dan mengapa Islam mencabut hak kebebasan perempuan dengan disyariatkannya hijab. Bukankah ini adalah kezaliman?

Dalam menjawabnya harus dikatakan bahwa tujuan Islam mensyariatkan hijab adalah untuk mengokohkan fondasi kesucian keluarga dan mencegah penyimpanganpenyimpangan seksual dan akibat buruk yang akan muncul darinya menjamin keselamatan dan keamanan sosial membantu pembersihan lingkungan serta dan memperkecil kerusakan-kerusakan moral.

Batasan ini tidak hanya berguna bagi para perempuan tetapi juga bermanfaat bagi anak-anak dan suami-suami mereka serta seluruh individu masyarakat. 

Supaya permasalahan ini menjadi jelas akan dipaparkan beberapa poin penting sebagai pengantar.

Poin pertama: Dengan memperhatikan bahwa perempuan dan laki-laki adalah dua fondasi penting dalam masyarakat dan kebahagiaan ketenteraman dan kesenangan individu mereka bergantung banyak kepada kesehatan keamanan dan kesucian lingkungan mereka maka jaminan keselamatan keamanan dan kesucian lingkungan dari kerusakan-kerusakan berada di atas pundak mereka sendiri. Mereka harus samasama berusaha dan bekerja sama dalam hal ini.

Poin kedua: perempuan adalah eksistensi yang lembut. Maka dia pasti suka merias diri berhias bermewahan berpenampilan dan mempesona. Dengan daya pikatnya dia ingin menundukkan hati para lelaki. Adapun laki-laki adalah eksistensi yang berkeinginan dengan berbagai macam keinginan dan menghadapi keinginan seksualnya dengan sangat lemah. Keinginan seksualnya langsung bangkit dan dia tidak mampu mengontrolnya. Daya yang ganas itu meluap-luap hingga akal undang-undang dan agama kerap tidak mampu menepisnya. Segala sesuatu yang ada pada seorang perempuan bagi seorang laki-laki khususnya pemuda adalah rangsangan. Perhiasanperhiasan perempuan pakaian-pakaiannya yang bagus suara lengkingnya pesonanya daya tariknya fisiknya rambutnya hingga kehangatan tubuhnya bisa merangsang keinginan yang ganas itu.

Poin ketiga: dalam masyarakat terdapat banyak pemuda dan laki-laki yang tidak bisa menikah karena kefakiran kemiskinan pengangguran penghasilan yang sedikit tengah melanjutkan studi melakukan dinas militer atau banyak alasan lainnya. Orang- orang yang berada dalam krisis kepemudaan dan masa meluapnya daya seksual tidaklah sedikit. Kondisi memprihatinkan ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena mereka juga adalah individu-individu masyarakat ini.

Dengan melihat seksama poin-poin tersebut sekarang terlontar pertanyaan kemaslahatan apakah yang dituju bagi perempuan? Apakah dalam kebebasan mutlak dan tanpa keterikatan serta aturan dalam pakaian ataukah dalam menjaga hijab dan menanggung sebagian batasan?

Untuk mengetahui jawaban yang benar kami akan mengkaji dua asumsi dan akan membuat perbandingan antara yang baik dan buruk.

Pertama dalam masyarakat kontemporer perempuan dari sisi pakaian dan pergaulan mempunyai kebebasan mutlak. Untuk memenuhi keinginan alamiahnya dia merias diri demi penampilan dan kecantikan. Mereka keluar rumah dengan separuh telanjang dan dengan pakaian-pakaian bagus yang berwarna-warni serta mode yang bermacammacam.

Mereka bergaul dan berbicara sangat bebas dengan para lelaki asing di loronglorong pasar jalan kantor toko sekolah umum rumah sakit tempat-tempat duduk dan tempat-tempat pertemuan umum. Dengan tubuh yang setengah telanjang mereka mempesona para lelaki asing. Kemana mereka pergi kafilah hati ikut bersama mereka.

Apabila tidak mempunyai suami mereka dengan sangat bebas hingga tengah malam berada di bioskop-bioskop kabaret-kabaret tempat dansa dan tarian taman-taman atau berkeliling di jalan-jalan. Jika mempunyai suami mereka kadang bersamanya atau tanpanya pergi ke semua tempat dengan dalih kebebasan.

Dalam masyarakat seperti itu anak-anak laki-laki dan perempuan bergaul sesuka mereka sehingga bebas melakukan hubungan seksual. Para lelaki juga bebas bergaul dengan para perempuan asing. Dengan setiap perempuan yang mereka sukai mereka bisa melakukan hubungan apa pun. Mereka pergi bersama ke bioskop kabaret tempattempat dansa dan tarian-tarian taman atau berkeliling di jalan-jalan dan pusat-pusat kemungkaran. Dalam masyarakat seperti itu para perempuan tanpa hijab tanpa keterikatan dan aturan bebas keluar rumah bergaul dengan para lelaki asing dan melakukan hubungan seksual. Namun kebebasan-kebebasan tersebut menimbulkan akibat-akibat (efek-efek) sebagai berikut.

Goncangnnya fondasi kesucian keluarga tidak adanya keterkaitan perempuan dan laki-laki ke rumah dan keluarga timbulnya prasangka buruk di antara istri dan suami dan satu sama lain saling mengawasi seperti polisi lahirnya percekcokan rumah tangga banyaknya anak-anak tanpa pernikahan dan tanpa orang tua serta gelandangan bertambahnya penyakit-penyakit kejiwaan banyaknya pembunuhan kriminalitas dan bunuh diri bertambahnya putri-putri tanpa suami dan putra-putra tanpa istri tidak ada keinginan untuk membina keluarga kecenderungan para pemuda kepada bentukbentuk kerusakan moral dan penyimpangan-penyimpangan seksual banyaknya angka perceraian banyaknya lelaki dan perempuan yang terpaksa hidup membujang. Contoh masyarakat seperti ini dengan rusaknya rumah tangga bisa dilihat di negara-negara Barat. Apakah masyarakat seperti ini berguna bagi para perempuan dan laki-laki itu sendiri? Apabila kita menyingkirkan perasaan-perasaan mentah dan berpikir matang maka dengan penuh keyakinan jawaban kita adalah negatif.

Dalam masyarakat ini para perempuan hadir secara aktif dalam kancah kehidupan dengan menjaga fasilitas-fasilitas dan kesesuaian. Mereka menerima pekerjaanpekerjaan dan melaksanakan tugasnya. Di sekolah dasar sekolah menengah universitas pusat-pusat penelitian rumah sakit klinik laboratorium rumah sakit bersalin parlemen kementerian dan pos-pos penting lainnya para perempuan seperti halnya laki-laki tampak hadir. Mereka pun tetap menjaga hijab dan pakaian dengan sempurna selain tangan dan wajah. Mereka tidak berhias secara berlebihan untuk hadir dalam perkumpulan dan tempat kerja. Mereka keluar dari rumah dengan pakaian sederhana dan tanpa dandanan berlebihan. Mereka mengkhususkan perhiasan dan dandanan serta pesona ke dalam rumah bagi suaminya. Mereka menerima batasan ini dengan lapang dada dan pengorbanan sehingga masyarakat selamat dan bersih dari faktor-faktor penyimpangan dan kerusakan. Mereka melakukan hal ini karena menjaga kondisi para pemuda dan para lelaki yang tidak mampu menikah. Mereka menjaga hijab sehingga jangan sampai mata para lelaki asing melihat kepadanya dan hati suaminya menjadi dingin sehingga mengubah kehangatan keluarga menjadi kancah percekcokan dan pertikaian.

Mereka menerima batasan ini sehingga para pemuda laki-laki dan perempuan yang merupakan anak-anak mereka sendiri terjaga dari kerusakan penyimpanganpenyimpangan seksual dan kelemahan syaraf dan dalam kondisi yang memungkinkan dan dengan tersedianya segala fasilitas mereka menikah dan membina keluarga. Mereka (para perempuan) menerima batasan ini sehingga mereka membantu mengokohkan fondasi keluarga dimana dia sendiri termasuk dari mereka dan mengurangkan jumlah angka perceraian kehidupan sendiri anak-anak kecil tak terurus dan tanpa orang tua.

Dalam masyarakat seperti ini fokus mayoritas keluarga adalah dan hubungan istri dan suami yang baik dan sedikit pertikaian. Kerusakan-kerusakan moral dan penyimpanganpenyimpangan seksual diantara para pemuda relatif sedikit. Para pemuda berhasrat untuk menikah dan membentuk pusat suci keluarga. Angka perceraian dan para laki-laki dan perempuan lajang tidak banyak. Anak-anak kecil tanpa orang tua dan gelandangan lebih sedikit. Dalam masyarakat ini para ayah dan ibu lebih tenang terhadap keselamatan para pemudanya dari kotoran kerusakan-kerusakan moral dan penyimpangan-penyimpangan seksual serta penyakit-penyakit kejiwaan. Apakah kehidupan dalam msyarakat seperti untuk keuntungan para perempuan atau masyarakat yang pertama? Setiap manusia yang berfikir akan menganggap bahwa masyarakat kedua adalah lebih baik daripada masyarakat pertama.

Islam juga menganggap bahwa kehidupan dalam masyarakat kedua adalah lebih baik. Dan dengan dalil ini Islam mensyariatkan hijab dan mengingatkan supaya para perempuan menjaganya dan menutup perhiasan-perhiasan dan alat-alat kecantikannya dari para lelaki asing.31

Nabi Saw. Melarang para perempuan berhias untuk selain suaminya sendiri seraya bersabda "Barang siapa berhias untuk selain suaminya maka sepantasnya Allah membakarnya dengan api neraka."32

Imam Muhammad Al Bâqir berkata "Seorang perempuan tidak boleh menggunakan wewangian di saat keluar dari rumah."33

Beliau as juga berkata "Tidak boleh bagi seorang perempuan berjabat tangan dengan lelaki yang bukan muhrimnya kecuali dari balik pakaian."34

Islam tidak hanya mencukupkan syariat hijab bagi para perempuan untuk membersihkan lingkungan sosial tetapi juga memerintahakan kepada para lelaki supaya tidak menatap (dalam melihat) dan menahan pandangannya dari melihat para perempuan selain muhrim. Al-Quran mengatakan: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
35

Imam Shadiq as berkata "Memandang kepada selain muhrim adalah busur panah yang beracun dari sisi syaitan. Betapa banyak satu pandangan yang mengakibatkan penyelesaian yang panjang.36

Imam Shadiq as berkata " Memandang kepada kepada selain muhrim adalah busur beracun dari syaitan. Barang siapa meninggalkannya semata-mata karena Allah dan bukan karena yang lain maka dia akan mencicipi lezatnya keamanan dan keimanan."37

Imam Shâdiq as berkata " Pandangan setelah pandangan menanamkan syahwat dalam hati dan cukup bagi pelakunya untuk jatuh dalam fitnah."38

Imam Shâdiq as berkata "Barang siapa yang matanya melihat perempuan selain muhrimnya lalu dia memalingkan pandanganya ke langit Allah akan memberikan bidadari untuk-nya dari surga sebagai balasan atas amalnya."39

Rasulullah Saw. Bersabda "Setiap lelaki yang berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrimnya maka pada hari kiamat tangannya terbelenggu dan diperintahkan ke dalam api neraka."40

Rasulullah Saw bersabda " Barang siapa yang bercanda dengan perempuan yang bukan miliknya maka di hari kiamat Allah akan memenjarakannya dengan setiap kalimat yang dia ucapkan di dunia selama seribu tahun."41

Amirul Mukminin Ali as berkata " Seorang laki-laki tidak boleh menyendiri bersama perempuan asing. Apabila dia menyendiri bersamanya maka syaitan adalah orang ketiga dari mereka."42

Musa bin Ja'far as meriwayatkan dari ayah-ayahnya dari Rasulullah Saw. bersabda " Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaknya dia tidak tidur di malam hari ditempat yang bisa mendengar nafas perempuan yang bukan muhrimnya."43


Pernikahan dan Faedah-Faedahnya

Keluarga adalah kumpulan kecil sosial yang yang bermula dari ikatan laki-laki dan perempuan. Dan dengan melahirkan anak akan menjadi luas dan kokoh.

Pernikahan bagi manusia adalah suatu kebutuhan alami yang dengan melakukan ucapan akad menjadi legal dan resmi.

Islam sangat memperhatikan pembentukan keluarga dan menganggapnya hal yang suci dan dalam hadis-hadis merupakan sebaik-baiknya bangunan.

Imam Muhammad bin Ali Al-Bâqir as meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang bersabda "Tidak dibangun bangunan di dalam Islam yang lebih Allah cintai selain pernikahan."44

Imam Al-Shâdiq as meriwayatkan dari Rasulullah Saw. "Disisi Allah tidak ada rumah yang lebih dicintai selain yang dibangun dengan pernikahan demikian juga disisi Allah tidak ada sesuatu yang lebih dibenci selain Talaq (perceraian) yang menghancurkan rumah.45

Pernikahan adalah salah satu sunnah yang bernilai dalam Islam dimana Nabi yang Mulia Saw. dan para Imam Maksum as menegaskan keharusan mengikuti sunnah tersebut.

Amirul Mukminin Ali as berkata "Menikahlah kalian karena Rasulullah Saw bersabda "Barang siapa ingin mengikuti sunnahku maka di antara sunnahku adalah pernikahan."46

Nabi Mulia Saw bersabda "Pernikahan adalah sunnahku siapa yang membenci sunnahku dia bukan dari ummatku."47

Islam menganggap bahwa pernikahan bukan pekerjaan hewani (bersifat kebinatangan) dan tidak mengajak para pengikutnya untuk hidup sendiri dan meninggalkan pernikahan tetapi sebaliknya Islam menganggapnya sebagai media untuk menyucikan diri meninggalkan dosa dan mendekatkan diri kepada Allah.

Imam Al-Shâdiq as berkata "Dua rakaat shalat yang dilakukan oleh seorang yang menikah lebih utama dari ibadah seorang laki-laki yang belum menikah yang pada malam hari mendirikan shalat dan di siang hari berpuasa."48

Imam Al-Shâdiq as meriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda "Sejelekjeleknya orang-orang yang meninggal di antara kalian adalah meninggal tanpa pernikahan."49

Pernikahan dan pembentukan keluarga menurut perspektif Islam adalah hal yang bernilai dan mengandung banyak manfaat yang sebagian akan dijelaskan:


Media Keakraban dan Kecintaan

Manusia yang dalam kehidupannya yang penuh dengan huru-hara ini perlu kepada ketenangan ketentraman dan kecintaan butuh kepada seseorang yang dapat menyimpan rahasia berkeinginan baik penyayang dan pelindungnya. Sehingga akrab bersamanya dan memperoleh cinta pertolongan dan perlindungannya yang tulus.

Butuh kepada seseorang yang menjadi pasangan hidupnya. Dalam keadaan sehat atau sakit mulia atau hina enak atau tidak enak faqir atau kaya mapan atau sengsara dia tetap setia penuh kasih sayang dan simpati padanya. Dalam menjamin kebutuhan ini siapa yang lebih baik dari pasangan (suami istri) dan tempat apa yang lebih sesuai dari kelompok keluarga.

Allah Swt. di dalam Al-Quran berfirman "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan- Nya adalah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."50


Media Untuk Kesucian dan Menjaga dari Kemaksiatan

Manusia tentu butuh pada hubungan seksual dan pemenuhan kebutuhan seksualnya.

Apabila tidak dipenuhi keinginannya melalui jalan yang benar maka sangat sulit mengontrolnya dan menarik manusia kepada penyimpangan dan kemaksiatan.

Oleh karena itu pernikahan adalah media paling baik dan paling sehat untuk memenuhi kebutuhan seksualnya dan menjaga dari perbuatan dosa.

Rasulullah Saw. Bersabda "Barang siapa yang ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan suci maka hendaknya dia menikah."51

Imam Shâdiq as meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang bersabda " Barang siapa yang menikah maka dia telah menjaga seperuh agamanya."52

Imam Musa bin Jakfar as meriwayatkan dari ayah-ayahnya dari Rasulullah Saw. yang bersabda "Barang siapa menikah pada usia senja maka syaitan berteriak "Celaka celaka celaka pemuda itu telah menjaga dua pertiga agamanya dariku." Maka dia harus menjaga takwa dalam sepertiga yang lain."53


Media Untuk Kesehatan Fisik dan Jiwa

Hubungan seksual dan memenuhi keinginan adalah kebutuhan alami yang menyebabkan kesehatan fisik dan saraf. Mengontrol dan menahannya akan membuat saraf lelah dan membuatnya tidak seimbang.

Sumber banyaknya penyakit-penyakit kejiwaan seperti depresi putus asa kebingungan takut berpandangan jelak beranganangan tidak percaya diri selalu marah-marah bisa disebabkan karena menahan keinginan seksual. Oleh karena itu menikah pada saatnya dan memenuhi keinginan seksual melalui jalan yang benar bisa merupakan salah satu faktor kesehatan fisik dan sarafnya.

Rasulullah Saw bersabda "Nikahkanlah para laki-laki dan perempuan yang tidak mempunyai pasangan satu sama lain maka sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlaq mereka dan meluaskan rizqi mereka dan menambahkan kemurahan hati mereka."54


Membantu Keselamatan Lingkungan Sosial

Apabila individu-individu menikah di usia senja maka mereka akan bergantung kepada kehidupan keluarga dan penuh harapan dan akan terjaga dari keluyuran serta berbagai kerusakan-kerusakan moral. Akibatnya sejumlah pelanggaran-pelanggaran dengan kekerasan memperdaya remaja-remaja putri dan perempuan perbuatan zina homoseksual onani hingga narkoba pembunuhan kriminal dan pencurian menjadi berkurang. Menikah pada waktunya mempunyai efek yang banyak dalam keselamatan dan keamanan lingkungan. Dari situ Islam memerintahkan kepada para wali dan pendidik untuk menyediakan media pernikahan bagi mereka yang belum menikah. Al-Quran mengatakan "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."55

Rasulullah Saw. Bersabda " Diantara hak seorang anak atas orang tuanya adalah memberi nama yang baik untuknya mengajarkannya menulis dan menikahkannya apabila dia sudah mencapai baligh."56


Memperbanyak Keturunan

Islam memberikan perhatian untuk membuat dan memperbanyak keturunan dan menganggapnya sebagai salah satu tujuan penting perkawinan.
Imam Muhammad Al-Bâqir meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang bersabda "Apa yang menghalangi seorang Mukmin untuk menikah mungkin Allah akan menganugerahkan anak (keturunan) yang membuat bumi menjadi berat dengan ucapan "Lâ Ilâha Illâ Allah '(Tiada Tuhan Selain Allah)"57

Rasulullah Saw. Bersabda " Menikahlah kalian sehingga kalian menjadi banyak karena pada hari kiamat aku akan membanggakan kalian kepada seluruh ummat walaupun dengan janin yang keguguran."58


Kenikmatan

Salah satu dari faedah-faedah penting pernikahan adalah memberi kenikmatan dan memenuhi keinginan seksual melalui jalan yang benar.
Kenikmatan-kenikmatan seksual merupakan salah satu kenikmatan dunia yang paling enak. Dan menurut perspektif Islam bukan hanya tidak tercela namun sebuah perbuatan yang diperbolehkan dimana apabila dilakukan dengan tujuan pendekatan diri kepada Allah maka memperoleh pahala dan dalam sebagian waktu menjadi wajib.

Pernikahan merupakan ikatan suci yang terwujud dengan beberapa hal:

1. Persetujuan perempuan dan laki-laki

2. Izin ayah atau kakek ( apabila perempuan tersebut perawan)

3. Penentuan mahar (mahar bisa berupa kepemilikan atau uang baik tunai maupun kredit atau harta yang yang lain baik sedikit maupun banyak).

4. pembacaan shigah ( bentuk) akad (melalui perempuan dan laki-laki atau wakil mereka apabila mengetahui bahasa arab.

Setelah melaksanakan akad kehidupan sendiri perempuan dan suami berubah menjadi kehidupan keluarga dan mereka menemukan tanggung jawab-tanggung jawab yang baru.


Hak-Hak dan Tugas-Tugas Timbal Balik Suami dan Istri

Keluarga menurut perspektif Islam merupakan kumpulan kecil masyarakat yang mana masyarakat-masyarakat yang lebih besar terbentuk dari kumpulan-kumpulan ini. Kumpulan yang kecil ini terdiri dari seorang perempuan dan laki-laki dan dengan melahirkan anak-anak menjadi luas. Diantara anggota keluarga terjalin hubungan yang sempurna dan memiliki tujuan - tujuan dan manfaat. Kebahagiaan setiap anggota bergantung kepada kesejahteraan semua anggota. Perempuan dan laki - laki setelah menikah harus memikirkan semua anggota dan tidak boleh memikirkan diri sendiri.

Hubungan antara istri dan suami bukan seperti dua orang rekan atau dua orang tetangga atau dua orang teman tetapi sangat lebih tinggi dan dalam batas penyatuan. Al-Quran dalam hal ini mempunyai ungkapan sangat menarik:

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istriistri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."59

Kalimat "Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri" menunjukkan kuatnya ikatan dan hubungan. Dalam ayat yang lain berkenaan dengan istri dan suami mengatakan "Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka."60

Penggambaran perempuan dan laki-laki dengan pakaian satu sama lain juga menjelaskan kuatnya ikatan dan hubungan seperti halnya pakaian yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengan badan manusia dan manusia sangat memerlukannya sehingga menjaganya dari kepanasan dan kedinginan menutupi aibnya dan memberikan keelokan dan ketenangan padanya. Istri dan suami berkaitan satu sama lain juga seperti ini dan harus seperti ini.

Islam sangat memperhatikan pengokohan fondasi keluarga dan hubungan yang baik antara suami istri dan menentukan tugas-tugas dan hak-hak bagi setiap diri mereka.

Hak-hak dan tugas-tugas istri dan suami bisa disimpulkan dalam dua bagian. Yaitu tugas-tugas bersama dan tugas-tugas khusus. Disini kita akan menjelaskan setiap dari hal tersebut.


Hak-Hak dan Tugas-tugas Bersama

Hak-hak dan tugas-tugas yang keduanya harus dijaga oleh istri dan suami adalah:


Bergaul Dengan Baik

Prilaku Istri dan Suami satu sama lain harus baik dan terpuji.

Al-Quran mengatakan "Dan bergaullah dengan mereka secara patut."61

Makruf menghadapi kemungkaran mempunyai arti tindakan/perilaku yang terpuji menurut pandangan syariat dan akal. Walaupun diantara ayat ditujukan kepada para lelaki para perempuan juga memiliki tugas ini.

Istri dan suami satu sama lain harus mengasihi berakhlak baik bergaul dengan baik tertawa menyayangi saling membantu simpatik beretika berkata benar (jujur) menjaga rahasia bisa dipercaya setia berkeinginan baik dan berperilaku baik. Dalam hadis-hadis juga ditekankan pergaulan yag baik antara istri dan suami.

Nabi Islam Saw. Bersabda "Paling sempurnanya orang-orang mukmin dari sisi keimanan adalah mereka yang baik akhlaknya. Orang-orang yang baik kepada istriistrinya."62


Menarik Perhatian Pasangan

Istri dan suami mempunyai tugas dalam kebersihan memakai pakaian memangkas rambut dan menjaga keinginan-keinginan satu sama lain. Islam memerintahkan kepada para perempuan supaya didalam rumah berhias untuk suaminya dan memakai pakaiannya yang paling bagus harus bersih dan rapi dan menggunakan wewangian.

Imam Al-Shâdiq as berkata "Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw. seraya bertanya "Wahai Rasulullah Apa hak suami atas istri? "Beliau Saw.menjawab "Tugas seorang istri adalah hendaknya dia menggunakan wewangian yang paling harum memakai pakaianya yang paling bagus. Dan dengan bentuk ini di pagi dan malam hari memperlihatkan dirinya kepada suaminya. Dan hak-hak suami lebih banyak dari ini."63

Suami juga mempunyai tugas berkenaan degan istrinya. Dia harus bersih dan rapi harus wangi dan berpakain bagus memangkas rambutnya dan hidup di rumah dengan elok.

Imam jakfar bin Muhammad as melalui ayah-ayahnya meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang bersabda "Setiap dari kalian hendaknya mempersiapkan dirinya untuk istrinya sebagaimana istri mempersiapkan dirinya untuk suaminya." Imam jakfar bin Muhammad lalu berkata "Yaitu dia harus menjaga kebersihan."64

Rasulullah Saw bersabda "Hak istri atas suaminya adalah dia harus menyiapkan makanan dan pakaiannya dan tidak tampak baginya dengan wajah yang jelek. Apabila dia (suami) melakukan hal ini maka dia telah menunaikan hak istrinya "65

Hasan bin Jahm bercerita: Aku melihat Imam Musa bin Jakfar as sedang memakai celak. Aku berkata padanya "Semoga aku sebagai tebusanmu engkau juga memakai celak? "Beliau menjawab "Iya karena persiapan suami untuk istrinya menambah 'iffah (kehormatan) nya. Para istri menghilangkan 'iffahnya karena para suami mereka tidak mempersiapkan dirinya bagi mereka." "Lalu beliau berkata "Apakah engkau suka melihat istrimu dalam bentuk seperti yang engkau tampakkan dirimu padanya dengan bentuk itu?" Aku menjawab "Tidak. " Beliau berkata "Istrimu juga demikian. "66


Memberikan Keinginan (Hasrat)

Walaupun memberikan kenikmatan dan memenuhi naluri seksual bukan kesempurnaaan tujuan pernikahan namun salah satu tujuan penting dan motivator pertama dalam pernikahan serta mempunyai efek menguntungkan dalam mengokohkan fondasi keluarga dan hubungan yang baik kedua pasangan. Oleh karena itu memberikan keinginan (Hasrat) adalah salah satu tugas istri dan suami. Istri dan suami satu sama lain harus siap untuk menikmati dan memenuhi naluri seksualnya. Kapan saja salah satu keduanya berkeinginan untuk menikmati dan melakukan hubungan seksual yang lain juga harus menyiapkan dirinya dan berhias.

Nabi Saw. Bersabda kepada para perempuan "Janganlah kalian melamakan shalat kalian sehingga kalian menghalangi suami kalian (dari kenikmatan hubungan seksual)."67

Disaat melakukan hubungan seksual istri dan suami tidak boleh hanya memikirkan kenikmatan dirinya saja tetapi juga harus memikirkan hasrat dan memuaskan pasangannya karena memuaskan naluri seksual mempunyai efek yang sempurna dalam baiknya hubungan kedua pasangan dan memperkokoh fondasi keluarga.

Amirul Mukminin Ali as berkata "Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya dalam melakukan hubungan seksual maka hendaknya dia tidak terburuburu."68

Imam Ridha as (dalam sebuah hadis) berkata "Istri menginginkan dirimu seperti apa yang engkau inginkan darinya."69


Menjaga Dan Mendidik Anak-anak

Menjaga anak-anak menjaga kesehatan memelihara fisik dan jiwanya mengajarkan serta mendidik mereka adalah tugas bersama seorang ayah dan ibu dan membutuhkan pemikiran bersama dan bekerjasama serta keseriusan. Dalam masalah ini seorang ayah menanggung tanggung jawab yang lebih besar namun peran seorang ibu lebih sensitif dan lebih kreatif.


Tugas-Tugas Khusus Istri dan Suami


Tugas-tugas Suami

Suami disamping mempunyai tugas-tugas bersama karena penciptaan khususnya dia juga menanggung tugas-tugas khusus yang sebagian akan dijelaskan:


Sebagai Pemimpin dan Wali Keluarga

Di dalam Islam kepemimpinan perwalian dan pengaturan keluarga berada dipundak para suami Allah Swt. Di dalam Al-Quran berfirman "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh adalah yang taat pada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara (mereka)."70

Urusan-urusan keluarga harus dilakukan dengan saling pengertian musyawarah dan kerjasama istri dan suami. Namun bagaimanapun juga kumpulan kecil ini seperti setiap komunitas lainnya tanpa seorang pemimpin dan pengurus yang bijaksana dan berpengaruh tidak akan terurus dengan baik. Mayoritas keluarga tanpa seorang pengurus tidak mepunyai kondisi yang diinginkan. Oleh karena itu istri yang harus menanggung tanggung jawab kepemimpinan dan penjagaan keluarga ataukah suami. Oleh karena para lelaki lebih menggunakan rasionya dari pada perempuan dan lebih siap menanggung segala 7kesulitan maka tanggung jawab kepemimpinan keluarga di letakkan di atas pundak mereka. Sebaliknya para perempuan lebih menggunakan perasaanya dari pada para leleki. 

Oleh karena itu untuk kemaslahatan keluarga maka perempuan harus menerima kepemimpinan laki-laki dan melakukan pekerjaan-pekerjaan penting kehidupan dengan musyawarah dan pandangan baiknya. Dan dalam hal-hal perbedaan perempuan harus menerima otoritasnya.

Dijelaskan bahwa maksud dari kepemimpinan seorang suami adalah bukan mengatur keluarga dengan kekuasaan dan diskriminasi dan berbuat semaunya dan tidak memberikan hak berpendapat kepada anggota keluarga yang lain karena pemimpin dan pengurus yang bijaksana mengetahui dengan baik bahwa yayasan kecil atau besar sama sekali tidak bisa diatur dengan paksa dan diskriminasi khususnya keluarga yang mestinya menjadi tempat ketenangan dan ketentraman serta pendidikan anak-anak dan para generasi negara. Tetapi maksudnya adalah berada di depan dalam urusan penyusunan program yang benar untuk mengatur keluarga dengan musyawarah dan berbagi pandangan bersama seluruh anggota keluarga dan menarik kerjasama mereka dalam mengatur urusan dan understanding dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan serta memutuskan dalam halhal perbedaan.

Tanggung jawab-tanggung jawab kepemimpinan suami bisa disimpulkan dalam tiga bagian:

1) Menjamin nafkah keluarga dan menyusun program kehidupan dan bermusyawarah dan tukar pikiran serta mengawasi pemasukan dan pengeluaran keluarga.

2) Menjaga mengawasi dan juga melindungi individu-individu keluarga.

3) Mengontrol masalah-masalah agama akhlak (moral) budaya person-person keluarga dan menunjukkan mereka kepada pengembangan kesempurnaan jasmani dan rohani dan men cegah jatuhnya ke dalam kerusakan-kerusakan sosial dan moral.


Menyediakan Nafkah

Di dalam Islam menyediakan semua nafkah dan pengeluaran keluarga diletakkan di atas pundak suami.

Ishaq bin 'Ammar bertanya kepada Imam Al-Shadiq as "Apa hak istri atas suaminya?" Beliau as menjawab "Menyediakan makanan dan pakaiannya serta memaafkan kekeliruannya."71


Menghormati dan bergaul dengan baik

Suami mempunyai tugas untuk menghargai istrinya menganggapnya sebagai nikmat dari sisi Allah menghormatinya serta bergaul dengan baik dengannya juga memaafkan kekeliruannya dan hendaknya tidak bersikap keras kepala terhadapnya.

Islam juga menganggap sikap seperti ini termasuk hak-hak istri dan tugas suami.

Imam Al-Sajjâd as berkata "Adapun hak istrimu adalah engkau mengetahui bahwa Allah menjadikannya sebagai media ketenteraman dan keakraban dan dia adalah nikmat dari Allah untukmu. Maka hendaknya engkau menghormatinya dan bergaul dengan baik dengannya. Kendatipun engkau juga mempunyai hak atas dia maka hendaknya engkau mengasihinya karena dia adalah tawananmu engkau harus memberinya makanan dan pakaian dan apabila dia bersalah engkau harus memaafkannya."72


Mengawasi Agama dan Moral

Suami mempunyai tugas untuk memperhatikan masalah-masalah akidah akhlak dan agama istrinya. Dia sendiri yang membantunya dalam masalah ini atau menyiapkan media pengajarannya. Hendaknya mengawasi akhlak dan perilakunya; Mengajaknya kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan akhlak yang terpuji; dan melarangnya dari perbuatan jelek dan perilaku yang tidak terpuji. Dalam satu perkataan membebaskannya dari api neraka dan mengajaknya ke surga.

Ini merupakan salah satu efek dan kelaziman kepemimpinan yang diletakkan ke atas pundak para suami.

Al-Qur'an mengatakan "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu."73


Tugas-tugas Istri

Istri juga mempunyai tugas-tugas yang sangat berat berkenanaan dengan suaminya yang sebagian dijelaskan dalam hadis-hadis. Semua tugas-tugasnya teringkas dalam kalimat yang singkat yaitu menjadi istri yang baik.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata "Jihad seorang perempuan (istri) adalah menjadi istri yang baik."

"Menjadi istri yang baik" yang terdapat dalam hadis adalah kalimat yang pendek namun memiliki arti yang luas dan meliputi semua kebaikan. Berkenaan dengan perempuan (istri) dapat dikatakan: Berlaku baik sebagai istri yang menerima kedudukan kepemimpinan suami dan menjaganya. Menjaga posisinya dalam keluarga dan diantara anak-anak. Dalam pekerjaan-pekerjaan penting bermusyawarah dengan suaminya.

Mematuhi perintah-perintah suaminya apabila suami menganggap bahwa keluar dari rumah tidak baik dan dia tidak mengizinkan istripun tidak keluar. Dengan prilaku dan akhlak yang baik serta kecintaannya membuat suami penuh harapan dan menjadikan rumah sebagai pusat keakraban dan kecintaan. Bersegera membantu suaminya dalam segala kesulitan dan bencana dan menenangkan hatinya. Amanat terhadap harta suaminya dan menjauhkan diri dari keborosan dan foya-foya. Mendorong suaminya dalam pekerjaannya yang baik. Menggunakan pakaiannya yang paling bagus di rumah dan berhias untuk suami dan selalu siap dan dalam otoritasnya. Berusaha untuk berada di rumah dan mendidik anak-anak. Menyimpan rahasia bisa dipercaya pengasih dan penyayang.

Berkenaan dengan istri seperti ini dapat dikatakan: Dia menjadi istri dengan baik dan perbuatannya dalam urutan berjihad di jalan Allah.

Di dalam hadis-hadis beberapa hal lebih ditekankan:

1. Mematuhi suami dalam hal-hal yang boleh

2. Memungkinkan suami dalam tidur bersama bersenang-senang dan melakukan hubungan seksual kecuali dalam hal-hal yang dilarang oleh syariat.

3. Amanat dan menjaga harta suami.

4. Menjaga kehormatan dan kesucian.

5. Memperoleh izin suami dalam keluar rumah.

Imam Al-Shadiq as meriwayatkan dari ayah-ayahnya dari Rasulullah SAW yang bersabda: "Seorang laki-laki muslim tidak memperoleh keberuntungan setelah Islam yang lebih utama selain istri muslimah yang membuatnya senang di saat melihatnya mematuhi perintah-perintahnya menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya apabila dia (suaminya) tidak ada."74

Imam Muhammad bin Ali Al-Baqir as berkata "Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw seraya bertanya "Apa hak suami atas istri?" Beliau lalu menjawab" Hendaknya dia mematuhi suaminya tidak melanggarnya tidak bersedekah tanpa seizin dia dari rumahnya tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izinnya dan tidak menolaknya dari berhubungan seksual walaupun di atas unta. Dan tidak keluar rumah tanpa seizin dia."75

Mahar Perempuan dan Filosofinya

Di saat melakukan akad nikah seorang laki-laki mempersembahkan sesuatu kepada istrinya yang dalam istilah dinamakan Mahar dan Shidâq. Kata 'mahar' tidak terdapat di dalam Al-Qur'an. Adapun lafadz shidâq digunakan di dalamnya. Al-Qur'an mengatakan "Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kami sebagian dari maskawin itu dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagian makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."76 Shidaq (maskawin) tidak ditentukan jumlahnya namun tergantung kesepakatan perempuan dan laki-laki.

Imam Muhammad Al-Bâqir as mengatakan "Shidaq adalah sesuatu yang telah disepakati oleh perempuan dan suami."77

Minimal jumlah mahar juga tidak ditentukan. Tetapi dalam hadis-hadis disebutkan bahwa supaya tidak terlalu sedikit.

Imam Ja'far Al-Shâdiq as meriwayatkan dari datuk-datuknya dari Imam Ali as berkata "Aku tidak suka apabila mahar kurang dari sepuluh dirham supaya tidak sama dengan uang yang dibayarkan kepada perempuan yang suka berzina."78

Dan untuk maksimal jumlah mahar tidak ditentukan kendatipun apabila banyak maka tidak apa-apa. Tetapi Islam menganggap tidak baik dan melarang penentuan mahar yang berat dan berlomba-lomba dalam hal tersebut. Amirul Mukminin Ali as berkata "Janganlah kalian memberatkan mahar para perempuan dan berlomba-lomba dalam banyaknya karena akan menyebabkan permusuhan."79

Tidak boleh dalam penentuan mahar begitu menyulitkan sehingga para pemuda tidak mampu menikah. Dalam hal ini sebaiknya dicegah dari hal yang berlebihan dan kekurangan. Dan guna menjaga keamanan perempuan dan laki-laki dan status sosial keluarga pengantin perempuan dan laki-laki sesuai fasilitas-fasilitas ekonomi mereka maka hendaknya mereka sepakat untuk (memberikan) maskawin yang sesuai dan sedang.

Dalam bentuk mahar juga tidak ada batasan. Tetapi setiap bentuk harta bisa menjadi mahar seperti emas perak property berbagai kehidupan karpet barang-barang pecah belah mobil pakaian dan sesuatu lainnya yang bisa dimiliki. Namun untuk kemaslahatan perempuan adalah sebisa mungkin menjadikan mahar dirinya berupa property atau emas atau perak atau sesuatu yang serupa dengannya sehingga bisa disimpan dan dengan berlalunya hari tidak menjadi sedikit nilainya.

Mahar bisa berupa tunai atau kredit dan tanggungan suami atau setiap individu yang lain dan bergantung kesepakatan istri dan suami. Apabila mahar berupa tunai maka istri bisa menuntut sebelum pernikahannya jika suami mampu membayarnya maka dia harus membayarnya dan apabila suami enggan istri berhak menolak untuk berhubungan seksual. Penolakan ini tidak menyebabkan kedurhakaan istri dan jatuhnya memberi nafkah.

Apabila mahar berupa kredit dan ditentukan waktu tertentu baginya maka istri tidak berhak menuntut sebelum waktunya. Dan jika waktu tertentu tidak ditentukan setiap saat istri menuntutnya dan suami mampu membayarnya maka dia harus segera membayarnya.

Pemilik mahar yang sebenarnya baik berupa property atau uang tunai adalah istri itu sendiri. Tidak seorangpun yang berhak menggunakan hartanya tanpa persetujuannya kendatipun ayah ibu atau suaminya. Dan manfaat-manfaat itu juga berhubungan dengan istri itu sendiri. Rasulullah saw. bersabda "Pada hari kiamat Allah akan mengampuni setiap dosa kecuali dosa orang yang merampas mahar istri atau orang yang tidak memberikan upah kepada yang berhak menerimanya atau orang yang menjual orang yang merdeka sebagai budak."80

Dari Imam Musa bin Ja'far as ketika ditanya "Apakah seorang ayah bisa memakan mahar putrinya?" beliau menjawab "Tidak dia tidak berhak."81

Seperti halnya mahar kredit adalah tanggungan sang suami dan hutang yang sebenarnya yang harus dibayar saat diminta apabila mampu.

Imam Al-Shâdiq as berkenaan dengan seorang laki-laki yang menikahi perempuan namun tidak bermaksud untuk memberikan maharnya berkata "Perbuatan ini termasuk zina."82

Imam Al-Shâdiq as berkata "Setiap lelaki yang menjadikan mahar untuk istrinya namun tidak berkeinginan untuk membayarnya maka kedudukannya sama seperti pencuri."83

Imam Al-Shâdiq as meriwayatkan dari datuk-datuknya dari Rasulullah saw. yang bersabda "Barang siapa yang tidak memberikan mahar istrinya maka dia termasuk orang yang berzina disisi Allah. Pada hari kiamat Allah Swt. akan berfirman "Hambaku aku telah kawinkan hambaku denganmu dalam janjiku. Namun engkau tidak menepati janjiku dan engkau menzalimi hambaku." Lalu Allah mengambil dari kabaikan-kabaikan suami dengan jumlah hak istri dan memberikan padanya. Dan apabila tidak tersisa dari kebaikan Allah memerintahkan supaya dia dilemparkan ke dalam api neraka karena tidak menepati janjinya. Dan sesungguhnya janji akan dipertanyakan."84

Mungkin seseorang menanyakan dasar syariat mahar dan mengatakan: perempuan dan laki-laki satu sama lain membutuhkan hubungan seksual. Dan melalui jalan ini satu sama lain tertarik dan mereka menikah. Lalu apa artinya mahar? Dengan adanya syariat mahar perempuan terhina dan turun hingga batasan barang yang diperjualbelikan. Lakilaki dengan mahar menjadikan perempuan dalam kepemilikannya seperti budak.

Dalam menjawab hal itu harus dikatakan: Dalam Islam perempuan bukan barang ataupun budak. Mahar juga bukan harga jual beli (transaksi) tetapi mahar adalah pemberian dan hadiah dari seorang laki-laki yang dia persembahkan kepada istrinya untuk menghormatinya dan menunjukkan tingkatan-tingkatan kasih sayangnya.

Dalam menjelaskan pokok permasalahan dan filosofi mahar akan dijelaskan dengan dua poin penting:

Poin pertama: Kendatipun perempuan dan laki-laki dari sisi keinginan seksual satu sama lain saling membutuhkan dan tentu sama lain saling menginginkan namun setiap dari mereka memiliki ciri-ciri (kekhususan-kekhususan). Salah satu dari ciri-ciri seorang perempuan adalah kelembutan dan kecantikannya. Dan melalui cara ini dia mempunyai daya tarik bagi laki-laki. Faktor terpenting pengaruh perempuan adalah kecantikannya dan laki-laki mempunyai perhatian khusus kepada perempuan dengan ilham dari fitrahnya mengetahui tema ini. Dan dengan sisi ini dia berhias sehingga menampakkan dirinya lebih cantik (elok) dan lebih mempengaruhi hati laki-laki.

Ciri kedua seorang perempuan adalah dengan adanya naluri seksual dia lebih kuat menyimpan keinginan nalurinya sendiri. Dan menampakkan dirinya tidak perlu dan tidak pergi meminang laki-laki. Dia lebih suka mempengaruhi hati seorang lakilaki dan membuatnya tertarik padanya serta membuatnya meminang dirinya berhias memamerkan diri pesona dan kehidupan mata perempuan muncul dari sini. Oleh karena itu perempuan lebih dari itu ingin menundukkan hati laki-laki dan menginginkan cintanya. Adapun seorang laki-laki tidak mampu menghadapi daya seksualnya dan tidak bisa menyembunyikan keinginan dalam dirinya. Dari sinilah dia pergi mencari dan menginginkan perempuan serta pergi mengikutinya karena dia mengetahui bahwa perempuan menginginkan cintanya. Dia menampakkan cintanya dan membeli pesona dan kedipan matanya. Dia menggunakan segala media untuk menetapkan cintanya. Dia menggunakan uangnya dan membawa hadiah untuknya dan mengadakan pertemuan perayaan akad dan malam pengantin. Persetujuan/perjanjian mahar juga termasuk salah satu media ini. Seorang laki-laki mempersembahkan sesuatu sebagai mahar untuk menetapkan cinta dirinya dan untuk menghargai istrinya serta untuk memperoleh hatinya. Al-Qur'an juga menjelaskan mahar dengan bentuk ini karena dijelaskan dengan ungkapan "maskawin (mahar) kepada perempuan" dan menjelaskannya dengan kata Nihlah yang berarti hadiah atau pemberian. Ini adalah salah satu faedah dan filosofi syariah mahar.

Poin kedua: Perjanjian/persetujuan mahar memberikan ketenteraman dan ketenangan relatif kepada perempuan (istri) sehingga dia bisa melakukan tugas-tugas yang diletakkan oleh penciptaan di atas pundaknya. Kendatipun perempuan dan lakilaki di saat menikah saling berjanji supaya satu sama lain tetap setia dan bekerja sama dalam mendidik dan menjaga anak-anak namun beberapa hal perbedaan juga tampak dimana suami tidak melaksanakan tugasnya dan enggan menjamin nafkah kehidupan dan mendidik anak-anak sementara alam meletakkan tanggung jawab-tanggung jawab khusus kepundak perempuan yang tidak bisa dielakkan dalam melaksanakannya. Karena suami laksana penanam dan istri laksana ladang. Suami menanam sperma anak di dalam rahim istri dan setelah itu tentunya dia bebas. Secara syariat hukum dan akhlak seorang suami mempunyai tanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Tetapi alam tidak meletakkan sesuatu ke atas pundaknya dia bisa meninggalkan istrinya dengan janin yang berada dalam rahimnya dan melarikan diri. Namun kebanyakan (mayoritas) suami tidak seperti demikian. Tetapi bagaimanapun juga hal itu adalah mungkin adanya.

Dan contoh-contoh orang-orang seperti ini bisa dilihat. Istri sama sekali tidak bebas dan dia terpaksa menanggung masa mengandung dan melahirkan serta kesakitan yang ditimbulkan darinya. Setelah melahirkan dia juga tidak bisa melemparkan jauh bayinya yang masih lemah dan tak berdosa atau dalam keadaan lapar. Terpaksa dia harus memberikan air susu padanya dan menjaganya. Dengan memperhatikan perasaan dan kasih sayang yang sangat seorang ibu dan cintanya kepada sang anak setelah itu dia tidak bisa menggantikannya dan harus menjaganya. Dalam periode ini dia memerlukan nafkah kehidupan dan tempat tinggal makanan serta pakaian. Dalam asumsi seperti ini apa yang harus dilakukan oleh perempuan (istri) yang sengsara? Para perempuan (istri) tentu cemas dari kemungkinan seperti ini.

Mungkin salah satu sebab-sebab adanya syariat mahar adalah menjamin ketentraman dan keamanan relatif bagi istri dalam kasus kemungkinan-kemungkinan seperti ini.

Apabila mahar berupa properti atau uang tunai istri langsung mengambilnya dan menjaganya untuk kemungkinan seperti ini. Dan seperti halnya mahar yang berbentuk kredit dia juga bisa menuntutnya. Dengan kata pendek mahar bisa sebagai media asuransi istri dan jaminan untuk pernikahan.

Imam Al-Shâdiq as berkata "Sebab mahar diletakkan ke atas pundak laki-laki dan bukan perempuan -walaupun pekerjaan keduanya adalah satu- adalah laki-laki disaat telah memenuhi keinginannya dia (bisa) bangkit dan tidak perlu menunggu selesai istrinya (dalam melakukan hubungan seksual pekerjaan). Dan dengan sebab ini maka mahar diletakkan di atas pundak suami dan bukan istri."85


Nafkah dan Filosofinya

Menurut pandangan Islam menjamin nafkah rumah tangga termasuk pengeluaran- pengeluaran istri adalah tanggung jawab suami. Suami memiliki tugas untuk menjamin pengeluaran-pengeluaran istri kendatipun istrinya sendiri lebih kaya dari suaminya. Kewajiban memberi nafkah adalah salah satu hukum pasti Islam.

Dan nafkah adalah hak istri. Apabila suami tidak memberikannya maka tetap menjadi bentuk hutang atas tanggung jawabnya. Dan di saat dituntut (untuk membayarnya) maka dia harus membayarnya. Dan apabila enggan memberi nafkahnya penguasa syar'i Islam bisa menceraikan istrinya.

Imam Muhammad Al-Bâqir mengatakan "Barang siapa yang mempunyai istri namun tidak menjamin pakaian dan makanannya maka seorang imam berkewajiban menceraikan keduanya."86

Ishâq bin 'Ammar berkata: "Aku bertanya pada Imam Al-Shâdiq 'Apa hak istri atas suaminya?'" beliau menjawab "Menjamin makan dan pakaiannya dan mengampuni kekeliruan-kekeliruannya."87

Nafkahnafkah antara lain: semua keperluan-keperluan keluarga dengan menjaga fasilitas-fasilitas keadaan waktu tempat dan kondisi keluarga yang akan kami sebutkan:

1. Makanan buah dan kebutuhan-kebutuhan lainnya sesuai dengan kebutuhan yang umum.

2. Pakaian dingin dan panas sesuai kebutuhan dan keadaan keluarga.

3. Karpet dan tempat tidur.

4. Alat-alat dan keperluan-keperluan memasak makanan makan dan minum.

5. Alat-alat pemanas dan pendingin (AC)

6. Tempat tinggal property atau kontrakan yang sesuai dengan keadaan keluarga dan menjamin ketenangan mereka.

7. Biaya-biaya kesehatan dan pengobatan.

8. Alat-alat kebersihan dan merias. Dan kebutuhan-kebutuhan kehidupan lainnya.



Sanggahan:

Permasalahan nafkah dikritik dan mereka mengatakan: Di dalam syariat hukum ini istri terhina dan termasuk pembantu dan pengguna upah yang memakan makanan dan menggunakan pakaian di dalam menghadapi kerja keras siang dan malam dan pekerjaanpekerjaan susah keluarga.


Jawaban:

Dalam menjawab harus dikatakan: Sanggahan di atas bersumber dari kebencian pembicaraan dan ketidaktahuannya karena menurut perspektif Islam kerjaankerjaan rumah bukan tanggung jawab istri. Hingga berkenaan dengan penjagaan perawatan memberi air susu untuk bayi juga bukan tugas dari pundaknya. Dia bisa untuk tidak melakukan sama sekali pekerjaan dan menuntut menjadi pelayan dan meminta upah menghadapi pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan perawatan dan pemberian air susu kepada bayi sementara nafkahnya tetap berada di pundak suaminya.

Dengan memperhatikan topik ini bagaimana bisa dikatakan bahwa istri terhina dan termasuk sebagai pembantu memakan upah/gaji?

Dikatakan bahwa walaupun bekerja di rumah dan mengurus urusan rumah bukan merupakan tugas syar'i para istri namun untuk kecintaan dan keakraban rumah tangga dan dari sisi akhlak termasuk suatu keharusan yang dalam hadis-hadis disebut sebagai "Menjadi istri yang baik"

Seorang ibu rumah tangga yang menetap dan menyukai kehangatan rumah tangga maka semampunya untuk berusaha dalam merawat anak-anak dan mengatur sebaik mungkin urusan-urusan rumah namun dengan keinginan dan kesukaan bukan keterpaksaan.

Seperti halnya para istri Nabi Saw. dan putrinya Fatimah Az-Zahra dan para istri Imam-imam suci dan Para pembesar agama.


Pertanyaan:

Kendatipun istri dan suami sutu sama lain saling membutuhkan dalam memenuhi naluri seksualnya melahirkan dan mendidik anak kenapa semua biaya rumah tangga hingga pengeluaran-pengeluaran pribadi istri di pundak suami? Mengapa suami yang bekerja sementara istri cuma makan berpakaian dan tidur sampai-sampai pekerjaan rumahpun tidak dia lakukan? Apakah sang suami tidak terzalimi? Mengapa ekonomi istri tergantung pada suami hingga terpaksa dia menurutinya dan menanggung segala penindasan dan kesulitan? Bukankah lebih baik istri dan suami bekerja bersama-sama dan sepakat membayar segala biaya kehidupan?


Jawaban:

Dalam menjawab pertanyaan ini maka dijelaskan beberapa poin penting:

1. Alam meletakkan tanggung jawab yang berat ke atas pundak istri yang terpaksa melakukan hal-hal tersebut seperti: mengandung melahirkan memberi air susu kepada bayi merawat mengawasi dan mendidik anak. Dan melaksanakan tanggung jawabtanggung jawab yang susah ini perlu kepada waktu kosong dimana bekerja di luar rumah tidak banyak sesuai.

2. Istri setiap bulan sekali beberapa hari perlu istirahat.

3. Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak menurut pandangan syari'at dan undang-undang bukan tanggungjawab istri. Namun secara akhlak etika dan tradisi mereka tidak bisa mengenal dari pekerjaan tersebut karena termasuk keharusan kehidupan rumah tangga dan mempunyai efek yang menguntungkan dalam keelokan rumah dan kesenangan suami.

4. Perempuan adalah eksistensi yang lembut halus dan cantik. Faktor terpenting daya tarik dan pikatnya kepada suaminya adalah kelembutan dan kecantikannya.

Sementara mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang susah dan melelahkan di luar rumah dapat merusak kelembutan dan kecantikannya dan daya tarik dan pikatnya kepada suaminya akan berkurang yang tidak menguntungkan baginya dan suaminya. Apabila diputuskan para istri sama dengan para suami bekerja untuk menjamin biaya-biaya kehidupan maka dalam memilih pekerjaan akan menghadapi persaingan dengan para suaminya. Dan terkadang para istri terpaksa menerima pekerjaan-pekerjaan yang susah seperti menjadi buruh pertambangan dan perusahaan-perusahaan peleburan besi baja pembuatan otomobil petrokimia semen industri minyak buruh jalan dan bangunan rel kereta api menjadi sopir dan alat transportasi berat serta pekerjaanpekerjaan lembur yang melelalahkan. Apabila para istri dan suami sama dalam keharusan bekerja dan menjamin biaya kehidupan maka tentu akan menghadapi persoalanpersoalan seperti ini.

Dari yang telah lewat dapat disimpulkan bahwa para istri tidak bisa hidup seperti para suami yang harus bekerja dan menjamin biaya kehidupan. Dari situlah Islam meletakkan jaminan dan biaya kehidupan di pundak para suami sehingga istri dengan waktu kosong dan ketentraman hati melakukan tanggung jawab-tanggung jawab yang diletakkan oleh alam di atas pundaknya; berusaha menjaga dan mendidik anak-anak; menjaga keceriaan dan kecantikannya; menjaga kedudukan dirinya di hati suami dan menjadikan rumah sebagai tempat keakraban dan ketentraman. Dalam kondisi seperti ini suami dengan ketentraman hati dan kecintaan kepada istri dan anak serta ketenangan hidup akan lebih berusaha dan giat dan menjamin biaya rumah tangga dan dengan tulus ikhlas dan senang mempersembahkan kepada istrinya. Oleh karena itu Islam dengan melihat realitas dan menjaga kemaslahatan sesungguhnya istri suami dan anak dan untuk mengokohkan fondasi ikatan perkawinan maka meletakkan jaminan nafkah keluarga di pundak suami dan tidak membebankan sepihak atas yang lain tanpa alasan.

Kemaslahatan istri dan suami adalah nafkah merupakan tanggungan suami dan istri dalam urusan harta bergantung kepada suami. Karena suami yang menginginkan istri dan menyukainya maka dia harus mengeluarkan biaya untuknya. Dan dari sinilah dia tidak hanya senang tetapi sangat tulus dan merasa berkepribadian. Ketergantungan harta istri juga tidak merugikannya dan tidak menjadikannya sebagai pembantu pemakan gaji/upah tetapi istri membantu untuk mengokohkan fondasi pernikahan.

Pada dasarnya dalam kehidupan rumah tangga inkam (pemasukan) suami bergantung kepada keluarga dan digunakan dalam memenuhi kebutuhan. Dan kebebasan harta istri atau ketergantungannya tidak dibahas.

Sebagai penutup kami mengingatkan poin ini bahwa tujuan Islam mensyariatkan wajibnya nafkah atas suami bukan berarti istri adalah pengangguran barada di rumah dan pengguna saja dan diluar rumah tidak mengemban pekerjaan dan tanggung jawab tetapi Islam menginginkan supaya istri tidak terpaksa bekerja dan memenuhi biayabiaya kehidupan. Namun istri bisa memilih pekerajaan yang sesuai dengan menjaga potensi perasaan kemampuan-kemampuannya dan saling memahami dengan suami dan melakukan tugasnya. Dan dengan jalan ini memperoleh inkam (pamasukan). Namun inkamnya bergantung pada pribadi dia sendiri dan tidak dipaksa untuk berbelanja dalam kehidupan. Istri yang baik adalah dia yang meletakkan pemasukan (inkam) dirinya dengan tulus dan seperti halnya suami dia mempersembahkannya kepada keluarga sehingga ikut andil dalam mengatur dan mensejahterakan kehidupan bersama dan menambahkan ketentraman dan kecintaan rumah tangga.


Warisan Perempuan dalam Islam

Perempuan dan laki-laki menurut pandangan Islam memiliki hak-hak yang sama diantaranya dalam bekerja memperoleh harta kepemilikan dan sama dalam dasar pewarisan dan satu sama lain saling mewarisi.

Al-Qur'an mengatakan "Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan."88

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa para perempuan juga seperti para laki-laki mewarisi dan mempunyai bagian tertentu. Ayat-ayat warisan turun di saat perempuan di dunia khususnya di kalangan arab jahiliyah tidak mempunyai nilai dan kedudukan.

Di zaman jahiliyah para lelaki malu atas berita memiliki anak perempuan. Dan betapa banyak mereka menguburkan hidup-hidup anak-anak perempuan tak berdosa.

Harta orang yang meninggal hanya sampai kepada anak-anak laki-laki atau anak laki-laki yang lebih tua. Dan anak-anak perempuan dilarang dari warisan. 

Kecuali sang ayah dalam wasiatnya menentukan suatu untuk anak-anak perempuannya atau saudara laki-lakinya memberikan sesuatu kepada saudari-saudarainya karena kasihan.

Disinilah ketika ayat tentang warisan turun dan menentukan juga bagian warisan kepada anak-anak perempuan sebagian orang-orang merasa heran atas adanya syariat hukum seperti ini.

Imam Fakhrurrazi berkenan dengan turunnya ayat tersebut menulis: Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Aus bin Tsâbit Al-Anshâri meninggal dunia. Dia meninggalkan tiga anak perempuan dan seorang istri. Lalu dua orang dari putra paman mereka dengan nama Suwaid dan 'Arfajah yang merupakan washinya datang membawa pergi semua harta ayah mereka. Istri Aus datang menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan kejadiannya seraya berkata "Dua orang washi Aus sama sekali tidak memberikan sesuatu kepada tiga orang putriku." Rasulullah Saw. Bersabda "Kembalilah engkau ke rumahmu sampai kita tunggu apa yang akan diperintahkan oleh Allah. Setelah itu ayat di atas turun dan menunjukkan bahwa para lelaki dan para perempuan keduanya mewarisi."89

Ya Islam dalam zaman seperti ini dengan adanya syariat warisan kepada perempuan memberikan kepribadian kepadanya dan menganggapnya dalam urutan laki-laki.

Tetapi dalam syariat Islam ditentukan bahwa Allah Swt. di dalam Al-Qur'an berfirman "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua ibu bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkannya jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meniggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara maka ibunya seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu kamu tidan mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."90


Pertanyaan:

Dalam hukum warisan dikritik dan mereka mengatakan:

Kenapa berkenaan dengan perempuan dibedakan dan bagian warisannya separuh bagian laki-laki? Bukankah ini kezaliman dan pembedaan?


Jawaban:

Dalam menjawab hal itu harus dikatakan: Bagian warisan perempuan dan laki-laki dan perbedaan diantara keduanya tidak boleh dipisahkan dari seluruh hukum dan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan mereka.

Benar bahwa Islam dalam masalah warisan membedakan antara perempuan dan lakilaki namun perbedaan ini berdasarkan pandangan realistis dan tanggung jawabtanggung jawab harta yang diletakkan di pundak laki-laki. Dalam hukum Islam suami harus mempersembahkan sesuatu sebagai mahar kepada istrinya. 

Semua pengeluaranpengeluaran istri dan anak-anaknya juga tanggung jawabnya. Dari situ suami harus bekerja dengan giat dan menyediakan semua biaya kehidupan.

Adapun istri tidak wajib bekerja dan memberikan biaya kehidupan. Hingga apabila dia mempunyai harta dia tidak harus mengeluarkan biaya kehidupan. Tetapi dia bisa menyimpannya untuk dirinya dan semua hartanya yang dia peroleh melalui dia bekerja atau mahar atau hibah (pemberian) atau warisan atau setiap jalan yang halal lainnya adalah berhubungan dengan dirinya dan dia bisa menyimpan semuanya. Sementara suami menurut pandangan syariat dan hukum harus memenuhi semua biaya kehidupan dirinya dan istrinya dan semua anggota keluarganya.

Oleh karena itu istri dalam semua harta suaminya diantaranya warisan yang menjadi bagiannya adalah sama dan secara tidak langsung berada dalam otoritasnya. Sementara bagian warisan istri bisa tetap tidak tersentuh untuknya. Karena hal yang demikian Islam ingin membantu kepada lain-lain melalui hukum warisan.

Dengan memperhatikan secara seksama persolan-persoalan ini apakah bisa dikata kan: Berkenaan dengan warisan perempuan dibeda-bedakan?

Apabila kalian melihat dengan bijaksana kalian akan membenarkan bahwa tidak hanya dalam persoalan perempuan yang tidak dibedakan tetapi dia juga dibantu. 

Dalam hadis-hadis juga dijelaskan dengan alasan ini.

Imam al-Ridha as berkata "Alasan bahwa warisan perempuan adalah separuh warisan laki-laki adalah di saat perempuan menikah dia mengambil dari laki-laki.

Sementara yang laki-laki harus memberi. Dengan alasan ini warisannya lebih banyak.

Alasan lainnya adalah perempuan merupakan istri laki-laki dan pemakan nafkahnya.

Namun tidak wajib kepada perempuan (istri) memberi pengeluaran suami dan dalam keadaan butuh suami membantunya. Oleh karena itu bagian warisan laki-laki lebih banyak.

Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini berfirman "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."91

Hisyam bin Salim meriwayatkan: Ibnu Abi Al-'Auja' berkata kepada Ahwal "Mengapa dalam warisan perempuan yang lemah (tidak mampu) memperoleh satu bagian sementara laki-laki yang kaya mendapat dua bagian?" Hisyam menjawab "Aku juga bertanya seperti ini kepada Imam Al-Shâdiq as" Dalam jawabannya beliau berkata "Diyat orang dewasa memberi nafkah berjihad dan tanggungjawab-tanggungjawab yang lain tidak wajib bagi perempuan. Namun segala contoh biaya-biaya tersebut wajib bagi laki-laki. Oleh karena itu dalam warisan laki-laki memperoleh dua bagian dan perempuan mendapatkan satu bagian."92


Islam dan Poligami

Islam memperbolehkan poligami dan mengizinkan laki-laki dalam syarat-syarat tertentu untuk mengambil lebih dari satu istri 'daim' dengan maksimal empat istri.

Sebelum Islam poligami adalah hal yang biasa dan Islam tidak menghapusnya tetapi datang dalam rangka memberbaikinya dan menjadikannya beberapa syarat untuknya.

Membatasinya dengan maksimal empat orang istri. Tetapi mengesahkan pokok bolehnya poligami.

Dalam pensyariatan hukum ini Islam tidak ingin berpihak kepada para lelaki dan mendorong mereka membentuk tempat-tempat haram dan berlebihan dalam kenikmatan hawa nafsu atau memandang sebelah mata para perempuan dan membolehkan menzalimi mereka. Tetapi sebaliknya tujuan Islam adalah membela salah satu hak alami para perempuan yaitu hak berkeluarga dan membentuk rumah tangga melahirkan dan mendidik anak-anak yang sah. Kendati demikian sebagian permasalahan-permasalahan juga membela hak-hak lelaki. Oleh karena itu pembolehan poligami dengan menjaga syarat-syarat yang ditetapkan merupakan keharusan sosial dan untuk kemaslahatan sesungguhnya para perempuan dan laki-laki. Dalam menjelaskan permasalahan akan dijelaskan dengan dua mukaddimah:

Mukaddimah pertama: Kendatipun anak-anak yang lahir dan perempuan tidak melebihi anak laki-laki namun statistik menjelaskan bahwa mayoritas jumlah perempuan yang sudah siap dan perlu menikah lebih banyak dari pada para lelaki. Perbedaan ini mempunyai dua sebab:

Pertama: bahwa korban para lelaki khususnya anak-anak muda melebihi para perempuan dan anak-anak perempuan. Apabila kalian memperhatikan seksama statistik kematian-kematian yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian seperti peperangan jatuh dan terkubur di bawah reruntuhan tenggelam korban para buruh dalam penambangan dan pabrik tabrakan kendaraan dan lainnya kalian akan memahami permasalahan ini. Akibat kejadian seperti ini -dimana korban mereka juga banyakperbandingan antara para perempuan dan laki-laki tidak seimbang dan jumlah para perempuan melebihi laki-laki. Untuk membenarkan permasalahan statistik sumber daya manusia dalam peperangan-peperangan terakhir adalah cukup seperti Irak dan Iran Amerika dan Irak Afganistan dan Uni Soviet dan peperangan-peperangan internal mereka sendiri orang-orang serbia dan bosnia dan peperangan-peperangan lainnya serta agresi-agresi yang selalu terjadi di penjuru seluruh dunia.

Korban-korban sumber daya manusia peperangan-peperangan ini sangat banyak dan mengerikan. Mayoritas orang-orang yang terbunuh adalah para laki-laki dan pemuda yang sama sekali belum menikah atau baru menikah. Sekarang kalian hitung akibat peperangan-peperangan ini. Betapa banyak jumlah para perempuan bertambah dan jumlah orang-orang laki-laki berkurang?

Yang kedua: sebagian para ilmuwan menganggap bahwa perlawanan jenis perempuan menghadapi segala penyakit lebih dari jenis laki-laki. Kajian statistik kematian anakanak remaja dan para pemuda juga menguatkan pandangan mereka. Batasan sedang umur perempuan melebihi laki-laki. Statistik menjelaskan bahwa para perempuan janda melebihi para duda. Oleh karena itu jumlah para perempuan janda yang perlu menikah melebihi jumlah para lelaki bujang yang perlu menikah dan menginginkan mereka. Kita semua menyaksikan para janda yang banyak yang ingin menikah dengan lelaki pujaan hatinya. Namun mereka tidak mampu. Dari sisi lain kita tidak melihat banyak para bujang yang berkeinginan menikah namun mereka tidak mendapatkan perempuan yang siap untuk menikah.

Mukaddimah kedua: Salah satu hak alami manusia adalah hak berkeluarga dan membentuk rumah tangga. Sebagaimana manusia memunyai hak bekerja rumah kesehatan makanan dan minuman dia juga mempunyai hak berkeluarga. Setiap manusia secara umum baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak untuk menikah dan menikmati ketentraman keakraban keluarga melahirkan dan mendidik anak-anak yang legal (sah). Perempuan juga manusia. Dia mempunyai hak seperti ini juga. Oleh karena itu hukum-hukum sosial harus disusun sedemikian rupa dimana menggunakan hak-hak alami adalah mungkin bagi semua individu.

Dengan ucapan singkat bahwa dalam setiap masyarakat dari satu sisi terdapat jumlah yang banyak perempuan janda yang perlu menikah dan menginginkannya. Dan apabila mereka tidak menikah mereka bisa tertarik kepada penyimpangan dan kerusakan.

Dan dari sisi lain jumlah para lelaki bujang tidak beberapa siap menikah dengan para janda. Karena mereka lebih memilih menikah dengan para gadis dan terdapat jumlah yang cukup juga. Lalu apa taklif (tugas) para janda yang perlu menikah dan jalan penyelesaiannya? Atau kita harus perbolehkan tanpa ikatan kerusakan kebebasankebebasan seksual dan pengaruh jeleknya seperti halnya barat menerimanya ataukah poligami dan kita bolehkan beberapa istri seperti yang diterima oleh Islam.

Islam memperbolehkan poligami untuk menyelesaikan masalah ini dan demi keuntungan para perempuan janda yang perlu menikah dan membentuk keluarga dan untuk mencegah kerusakan-kerusakan sosial dan penyimpangan-penyimpangan seksual.

Salah satu hal yang lain umum sebab pembolehan poligami adalah kemandulan atau sakitnya istri. Apabila perempuan (istri) secara umum mandul atau pengaruh penyakit yang tidak bisa diobati dimana memiliki anak atau mengandung lagi akan berbahaya baginya sementara sang suami merasa perlu kepada anak akal dan hati memberikan hak kepada suami untuk menikah lagi.

Demikian juga apabila istri sakit dan tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual suaminya maka menikah lagi bagi suami termasuk suatu kebutuhan. Jelas dengan memperhatikan bahwa faedah terpenting pernikahan adalah keakraban ketentraman dan kecintaan keluarga maka beristri satu adalah lebih baik dari pada beberapa istri.

Islam juga tidak memotivasi para lelaki menikah lagi hanya untuk kenikmatan syahwat dan beberapa menit kenikamatan yang mengorbankan keakraban dan ketentraman keluarga.

Apabila Islam memperbolehkan pernikahan lagi itu karena keharusan sosial dan untuk melindungi hak-hak para perempuan janda yang memerlukan suami kondisi dan syarat-syarat waktu tempat masyarakat situasi dan kemampuan para individu dalal sisi ini berbeda-beda. Sebagaimana dari sisi individu dan sosial tidak ada keharusan bahwa beristri satu adalah lebih baik daripada beberapa istri. Dan apabila mempunyai beberapa istri dalam masyarakat adalah suatu keharusan atau bagi seorang atau beberapa orang adalah keharusan maka istri dan suami harus bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan ini. Seorang suami yang bermaksud menikah lagi untuk tujuan ini maka dia harus menjaga kemampuan-kemampuan finansial dan fisiknya. Dan jika dia tidak mampu mengatur dua keluarga hendaknya dia meninggalkannya (tidak melakukannya). Setelah itu dia hendaknya membahas permasalahan tersebut dengan istrinya dan menetapkan padanya tentang keharusan menikah lagi dan membuatnya percaya untuk menjaga keadilan kebijaksanaan dan persamaan antara kedua istri. Dan dengan segala jalan yang mungkin menarik persetujuannya. Istri seorang suami seperti ini juga mempunyai tugas untuk memaafkan dan berkorban guna memenuhi keharusan individu dan sosial mengesampingkan perasaan-perasaannya yang panas juga melihat permasalahan-permasalahan dan kebutuhan-kebutuhan pribadi suaminya atau para perempuan janda dan lebih tinggi dari itu semua yaitu menatap keridhaan Allah serta menyetujui keinginan halal suaminya.

Apabila pernikahan lagi dilaksanakan dengan saling pengertian suami istri maka tidak ada masalah.

Syarat-syarat Poligami

Islam mengizinkankan poligami dengan menetapkan beberapa syarat dan menjaganya secara praktis sangatlah sulit:

1. Kemampuan-kemampuan finansial untuk memenuhi semua biaya kedua keluarga.

2. Kemampuan fisik untuk memenuhi kebutuhan seksual dan keluarga.

3. Kepercayaan menjaga secara sempurna keadilan dan kebijaksanaan diantara kedua keluarga dari segala segi tanpa adanya pembedaan sama sekali.

Di dalam al-Qur'an Allah Swt. berfirman "Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi dua tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja."93

Dalam ayat ini pembolehan pernikahan lagi dengan syarat tidak adanya ketakutan meninggalkan keadilan yang sulit secara praktis.

Seorang suami yang mempunyai istri lebih dari satu berkewajiban menjaga jumlah bentuk dan kwalitas nafkah tidur bersama kenikmatan seksual hingga dalam sikapsikap norma di antara mereka persamaan keadilan dan kebijaksanaan walaupun diantara mereka dari sisi umur atau keelokan dan kejelekan atau akhlak dan posisiposisi sosial atau semua keistimewaan dan kesempurnaan terdapat beberapa perbedaan. Namun suami mempunyai tugas bertindak sama dalam semua hal. Jelas menjaga secara sempurna keadilan dan kebijaksanaan adalah pekerjaan yang teramat sukar dan sedikit seorang suami yang percaya mampu melaksanakan tugas seperti ini. Sementara Al-Qur'an menjelaskan apabila kalian takut tidak bisa berlaku adil diantara beberapa istri maka ambillah seorang istri saja. Oleh karena itu pernikahan lagi adalah pekerjaan yang sangat sulit dan penuh tanggung jawab dimana tidak semua laki-laki memiliki kelayakan seperti itu.


Talak (Perceraian) dalam Islam

Islam dalam syarat-syarat tertentu memperbolehkan talak dan perceraian istri dan suami. Dan meng anggapnya tindakan yang tidak disenangi dan dibenci. Dan di dalam hadis-hadis hal itu sangatlah dicela.

Imam Al-Shâdiq as berkata "Allah mencintai rumah yang didalamnya terdapat pengantin dan membenci rumah yang di dalamnya terjadi talak (perceraian). Tidak ada sesuatu yang lebih dibenci oleh Allah selain talak."94

Imam al-Shâdiq as berkata "Diantara pekerjaan-pekerjaan yang halal tidak ada perbuatan yang lebih jelek dari pada talak Allah membenci para lelaki yang banyak melakukan talak dan mengambil istri."95

Beliau as juga berkata "Ketika Nabi Saw. mendengar bahwa Abu Ayyub ingin mentalak istrinya beliau Saw. Bersabda "Talaknya Abu Ayyub adalah dosa."96

Imam Muhammad al-Bâqir as meriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda "Malaikat Jibril berwasiat padaku tentang istri hingga aku mengira bahwa tidak boleh mentalaknya (menceraikannya) kecuali istri yang melakukan kekejian yang nyata."97

Imam Al-Shâdiq as berkata "Menikahlah kalian dan janganlah melakukan talak karena 'Arsy Allah bergetar disebabkan talak."98

Rasulullah Saw. bersabda "Tidak ada sesuatu yang mubah yang lebih dicintai oleh Allah selain nikah dan tidak ada sesuatu yang mubah yang lebih dibenci Allah selain talak."99

Talak (perceraian) menurut perspektif Islam adalah pekerjaan yang sangat jelek dan buruk dimana sebisa mungkin dijauhkan karena 'Arsy Allah bergoncang.

Namun dengan beberapa alasan tidak diharamkan dan sangat dilarang. Untuk mencegah perceraian maka faktor-faktornya sangat diperangi yang sebagian dari itu akan dijelaskan:

1. Salah satu faktor talak adalah kekecewaan suami terhadap istrinya yang sah dan mencintai serta mengharap perempuan asing. Salah satu faktor terpenting adalah para perempuan tidak memakai hijab atau berhijab jelek dan pandangan para pria. Di saat seorang laki-laki di gang atau jalanan melihat seorang perempuan yang lebih cantik dari istrinya dan lebih menarik maka ada kemungkinan dia jatuh hati padanya dan kecewa terhadap istrinya. Ketika dia kembali ke rumahnya dengan berbagai pertentangan dan dalih dia membuat pahit kehidupan. Dan betapa banyak pada akhirnya terjerumus kepada talak (perceraian).

Islam guna mencegah terjadinya hal ini dari satu sisi memerintahkan kepada para perempuan (istri) untuk menjaga hijabnya dan tidak meletakkan perhiasan-perhiasan dirinya dalam pandangan para lelaki asing dan supaya tidak merias dan mempesona kepada selain suaminya sendiri. Dari sisi lain Islam memerintahkan kepada para lelaki untuk tidak melihat kepada para perempuan selain muhrimnya dan menjauhkan dari gurauan dan kata-kata manis dengan mereka. Apabila matanya melihat perempuan bukan muhrimnya maka hendaknya tidak melihat lagi dan langsung menahan pandangannya.

2. Faktor kedua talak (perceraian) adalah kekecewaan istri dan suami satu sama lain dan tidak terpenuhinya naluri seksual mereka. Banyaknya perceraian dan penyimpangan diakibatkan karena istri atau suami tidak terpenuhi dengan baik dalam memperoleh keinginan dan pemuasan naluri seksual.

Islam untuk mencegah terjadinya hal ini memerintahkan kepada para perempuan (istri) untuk memakai pakaiannya yang paling bagus di rumah. Sesuai keinginan suami merias dirinya dan supaya dilihat olehnya. Islam juga memerintahkan kepada para suami untuk menjaga kebersihan dan memangkas rambutnya dan supaya hidup dan elok di rumah. Dari sisi lain Islam mengingatkan kepada istri dan suami di saat melakukan hubungan seksual dan melakukan kenikmatan jangan hanya berpikir untuk memuaskan naluri seksual dan hasratnya sendiri saja namun juga harus berfikir untuk memberikan hasrat dan memuaskan pihak yang lain.

3. Faktor ketiga adalah perilaku dan akhlak yang jelek pertentangan dalih percekcokan dan keras kepala istri atau suami. Statistik menjelaskan bahwa faktor terpenting ke-banyakan perceraian adalah ketidakselarasan prilaku istri dan suami.

Islam guna mencegah hal ini dan mengokohkan fondasi keluarga menentukan hak-hak dan tugas-tugas bagi setiap istri dan suami. Dan menginginkan mereka supaya melakukannya. Disamping itu Islam memerintahkan mereka supaya menjauhi diskriminasi penindasan dan kekerasan dan supaya lapang dada dan pemaaf dan menyelesaikan perbedaan rasa mereka dengan akal dan bijaksana. Tugas-tugas akhlak istri dan suami dibahas dalam kitab-kitab akhlak yang sebagian telah dijelaskan.

4. Faktor yang lain dimana Islam untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan istri dan suami dan mencegah talak (perceraian) yang diperkirakan adalah topik pembentukan badan pencegah yang terbentuk dari dua orang. Salah satunya adalah dari keluarga istri dan yang lain dari keluarga suami. Dua orang ini bisa dari keluarga istri dan suami atau dari orang luar. Al-Qur'an mengatakan "Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."100 Untuk perbaikan (keluarga) badan penengah mengadakan pertemuan dan mengajak istri dan suami untuk ikut serta menyelidiki pokok perselisihan. Mendengarkan dengan penuh seksama dan bijaksana terhadap perkataan-perkataan mereka. Mengambil kebenaran pada setiap pihak. Mengingatkan kepada yang lain dengan penuh persahabatan dan simpatik. Memberitahukan kepada setiap dari mereka akan tugasnya. Kemudian mengajak mereka untuk memaafkan lapang dada dan menjaga tugas-tugas ibu rumah tangga dan berusaha dalam mengokohkan fondasi suci pernikahan. Dan mengingatkan akibat jelek perselisihan dan perceraian. Dengan cara ini mendamaikan mereka.

Disebutkan bahwa rekonsiliasi oleh para penengah Islam mempunyai perbedaan yang banyak dengan rekonsilasi yang dipaksa oleh hukum. Rekonsilasi hukum seperti rekonsilasi dua orang yang berselisih yang diwajibkan supaya tidak menindas hakhak satu sama lain. Namun rekonsilasi yang dipersiapkan oleh Islam dengan badan penengah bukan keharusan (kewajiban) hukum melainkan menghilangkan kotorankotoran hati dan mencabut sumber perselisihan dan berusaha untuk menciptakan saling pengertian dan mengokohkan hubungan keluarga dan semangat dengan kehidupan dan menciptakan hubungan istri dan suami menjadi biasa. Keistimewaan rekonsilasi ini dengan yang pertama tidak tertutup bagi siapapun. Namun apabila para penengah setelah mengkaji dan melakukan tindakan-tindakan yang lazim sampai kepada kesimpulan bahwa perbedaan-perbedaan antara istri dan suami sangat dalam dan api percintaan dan hubungan suami istri sudah sangat padam dan sama sekali tidak ada harapan untuk memperbaikinya kendatipun dengan perintah untuk memaafkan dan lapang dada dalam keadaan seperti ini mereka membiarkan istri dan suami dengan keadaannya sendiri sehingga satu sama lain bercerai atau memerintahkan mereka supaya bercerai.

5. Faktor kelima yang bisa mencegah perceraian atau menghambatnya adalah pembayaran mahar. Seorang suami jika dari dulu telah memberikan mahar istrinya maka dia tidak berhak mengambilnya kembali. Dan jika suami tidak memberi maka dia harus membayarnya secara keseluruhan di saat bercerai.

Al-Qur'an mengatakan "Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kami akan mengambilnya kembali. Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-sitrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat."101

Mahar adalah hak syar'i dan hak hukum seorang istri. Dia bisa memperolehnya dengan setiap cara yang bisa dilakukan. Dan apabila suami tidak memberikannya secara tunai maka dia harus membayar maharnya di saat bercerai. Apabila mahar berbentuk property atau uang yang bisa dijaga pada batas tertentu bisa mencegah melakukan perceraian terlebih pada mereka yang miskin atau yang sedikit hartanya.

6. Salah satu faktor lainnya adalah perlindungan dan penjagaan anak-anak serta penyediaan biaya mereka yang merupakan tanggung jawab suami. Jika kondisi keluarga adalah biasa dan istri dan suami hidup bersama-sama maka kebanyakan para istri yang mengambil tanggung jawab menjaga anak-anak. 

Sehingga para suami mempunyai kesempatan bekerja dan menyediakan biaya-biaya keluarga.

Namun jika mereka satu sama lain berpisah dengan perceraian (talak). Maka kepengurusan dan penjagaan anak-anak juga tanggung jawab suami dan mengumpulkan diantara dua tanggung jawab ini adalah sangat sulit. Disamping itu anak-anak memerlukan seorang ibu yang mana suami tidak mampu menggantikan peran yang mana suami tidak mampu menggantikan peran sang ibu. Oleh karena itu apabila sang ayah berfikir dengan baik dan mengkaji ulang akibat jelek dan persoalan-persoalannya maka mayoritas mereka berpaling dari tindakan perceraian. Oleh karena itu adanya anak dan tanggung jawab menjaganya juga bisa termasuk salah satu jaminan kelanggengan dan kokohnya fondasi keluarga dan penghalang perceraian.

7. Faktor lainnya adalah hadirnya dua orang saksi yang adil. Islam mensyaratkan bahwa sahnya talak adalah kehadiran dua orang saksi yang adil di saat melawan shighah talak. Karena dalam sahnya talak (perceraian) disyaratkan pelaksanaan yang benar bentuk talak yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang.

Dari sisi lain saat pelaksanaan shighah talak dua orang saksi yang adil harus hadir sehingga mereka mendengar shighah talak dan bisa bersaksi saat diperlukan. Oleh karena adanya pelaksanaan shighah talak dan dua orang saksi adil adalah tidak mudah dan perlu berlalunya waktu maka mencegah suami untuk bersegera melakukan talak.

Di sepanjang masa ini ada kemungkinan suami terbuka akalnya berkurang kemarahan-kemarahan dan sifat keras kepala berfikir dengan baik akan akibat-akibat jelek perceraian dan permasalahan-permasalahan masa depannya yang bermacammacam dan berpaling dari melakukan perceraian. Teman-teman dan para penasehat yang menginginkan kebaikan juga bisa membantunya dalam persoalan ini. Setelah adanya semua syarat-syarat seorang alim pelaksana shighah akad dan dua orang saksi adil tidak langsung menceraikan tetapi mereka berusaha menyingkirkan pertikaian mereka dan mendamaikan mereka dan dalam hal yang perlu lagi-lagi mereka menunda talak sehingga ada kesempatan yang lebih banyak untuk berfikir akibatnya dan berpaling dari talak.
Islam karena penentang talak maka dengan segala jalan yang bisa dilakukan berusah mencegah terjadinya talak.

8. Setelah talak dengan semua syarat-syarat dan jenjang-jenjang yang dilewati terlaksana lagi-lagi Islam tidak mengklaim pernikahan sudah berakhir tetapi menentukan masa yang disebut masa 'Iddah102.

Dan dalam talak raj'î seorang suami diperbolehkan untuk rujuk (kembali) kepada istrinya yang dulu tanpa memerlukan mahar dan akad baru.
Islam begitu sangat mempedulikan keterjagaan dan kelanggengan pernikahan hingga setelah terjadinya talak dan dalam masa 'Iddah pun memberi kesempatan kepada suami supaya berfikir dengan baik dan jika dia ingin menikah dengan istri yang dulu dia bisa rujuk lagi.


Filosofi Syariat Talak

Mungkin seseorang menyanggah dalam pokok (dasar) pensyariatan talak dengan mengatakan: Apabila talak benar-benar dibenci oleh pemberi syariat Islam (Allah) -sebagaimana yang dulu anda katakan- mengapa dia tidak mengharamkannya? Pada dasarnya bagaimana kehalalan bisa berkumpul dengan kebencian? Mengapa Islam memperbolehkan talak? Dalam jawaban harus dikatakan: Pada satu saat talak adalah hal yang jelek dan dibenci namun pada sebagian kondisi adalah suatu keharusan yang tidak bisa dicegah. Misalnya memotong anggota tubuh adalah sesuatu yang menyakitkan dan dibenci. Namun dalam sebagian situasi dan kondisi memotong anggota badan adalah keharusan dan untuk kemaslahatan manusia. Seperti halnya dalam kasus penyakit kanker seperti itu. Apabila melanjutkan ikatan pernikahan bagi istri dan suami memberatkan menyakitkan dan tidak bisa ditanggung dan tidak ada jalan lain melainkan talak maka talak adalah jalan (cara) terbaik penyelesaian. Sebagai contoh salah satu persoalan ini adalah ketika api asmara dan cinta sang suami secara umum telah padam dan sama sekali tidak mencintai istrinya. Dalam kasus seperti ini istri telah jatuh dari kedudukan cinta dan daya tariknya dan fondasi keluarga telah hancur. Sebuah rumah tangga yang tidak ada cinta didalamnya adalah dingin gelap dan menakutkan.

Bukan hanya tempat yang tidak tenang bagi istri dan suami tetapi juga penjara gelap bagai neraka.

Perkawinan adalah ikatan alamiah yang terikat antara suami dan istri sangat berbeda dengan perjanjian-perjanjian sosial seperti jual beli pegadaian perdamaian dan kerja sama. Semua ini merupakan perjanjian-perjanjian yang hanya bersifat sosial dan anggapan belaka dimana alam dan naluri tidak ikut campur di dalamnya. Berbeda dengan pernikahan yang merupakan suatu ikatan alamiah dan mempunyai akar dalam kontek alam dan naluri kedua pasangan dan bersumber dari bentuk ketertarikan internal suami istri dan kecenderungan menyatu berkaitan dan satu hati. Keterkaitan ini dengan dua bentuk yang berbeda dalam tabiat kedua pasangan. Dari pihak suami dengan bentuk cinta rasa suka keinginan dan memiliki pribadi istri. Dan dari pihak istri dengan bentuk pesona daya tarik menundukkan hati dan mengambil hatinya. Bangunan rumah tangga tegak atas dua fondasi ini. Dan apabila kedua pasangan sampai kepada keinginan internal dirinya maka pusat rumah tangga menjadi hangat tentram dan elok. Suami akan bersemangat dan penuh harapan terhadap keluarganya. Dan akan bersungguh-sungguh dan berkorban untuk menjamin kesejahteraan mereka. Dan istri akan menganggap dirinya sukses dan beruntung. Dan berusaha dengan berkorban sebagai istri ibu rumah tangga dan pengasuh anak.

Namun apabila seorang suami tidak lagi mencintai istrinya yang sah dan bosan bertemu dan bergaul dengannya dan si istri juga merasakan bahwa dia sudah tidak dicintai dan suaminya tidak mencintainya. Dalam asumsi seperti ini keluarga sudah kehilangan dua fondasi pokoknya dan sudah termasuk hancur. 

Kehidupan dalam keluarga yang dingin dan saling berpencar bagi istri dan suami adalah sangat sulit dan menyakitkan. Dan melanjutkan rumah tangga seperti ini sama sekali tidak baik bagi kedua pasangan. Dalam syarat-syarat seperti ini Islam walaupun membenci talak menganggapnya jalan keluar paling baik dan memperbolehkannya. Pensyariatan hukum talak untuk kasus-kasus seperti ini.

Permasalahan lain adalah tidak adanya keharmonisan akhlak (moral). Apabila istri dan suami tidak mempunyai keserasian moral memiliki pemikiran ganda keduanya angkuh dan keras kepala siang malam percekcokan pertengkaran keduanya tidak mendengarkan nasehat dan petunjuk orang. Sama sekali tidak siap untuk memperbaiki dan membetulkan diri mereka. Kehidupan dalam rumah tangga seperti ini juga sangat sulit dan menyakitkan. Dan melanjutkan rumah tangga seperti ini tidak menguntungkan istri ataupun suami. Dalam kasus seperti ini juga talak adalah jalan keluar terbaik. Dan Islam memperbolehkannya. Oleh karena itu talak dalam sebagian kasus adalah suatu keharusan sosial dan jalan terbaik dan tidak bisa dicegah.

Mungkin seseorang berkata: Andaikan dalam kondisi darurat kita menerima pembolehan talak namun hukum talak adalah mutlak (absolut). Dan mengizinkan kepada para suami yang plin-plan untuk menceraikan istrinya yang terzalimi dengan sedikit dalih bahwa dia menggunakan masa mudinya daya kesehatan dan kesegaran dirinya di dalam rumah sang suami tanpa kesetiaan. Lalu suami mengeluarkannya dari sarang habitatnya. Dan setelah beberapa waktu sang suami mengambil istri yang lain.

Bukankah pembolehan talak semacam ini menzalimi istri? Dalam jawaban dikatakan:

Islam juga sangat menentang sifat plin-plan dan tindakan-tindakan talak yang pengecut dan sangat melawan faktor-faktornya.

Dan Islam meletakkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan untuk pelaksanaan talak dan men ciptakan halangan-halangan yang sebisa mungkin mencegah terjadinya talak. Namun jika perempuan dengan alasan apapun sudah tidak dicintai dan dia dibenci oleh suami. Apa yang harus dilakukan dan apa jalan keluarnya? Istri merasakan bahwa dia bukan kekasih suaminya dan bukan ibu rumah tangga dan suami tidak menyukainya.

Kejadian yang menyakitkan seperti ini merupakan hinaan terbesar dan penyiksaan terhadap istri. Apakah maslahat kita menjaga istri semacam ini di dalam rumah dengan paksaan hukum dan kita mencegahnya dari penceraian?

Dengan paksaan hukum bisa menjaga istri di dalam rumah dan memaksa suami untuk membayar nafkah. Namun tidak bisa menciptakan kecintaan pada nya yang merupakan dasar/fondasi kehidupan perkawinan. Disini juga Islam kendatipun membenci talak namun menganggapnya jalan penyelesaian terbaik dan memperbolehkannya.

Mungkin seseorang akan mengatakan: Jika talak di sebagian keadaan adalah suatu keharusan dan jalan penyelesaian terbaik suatu permasalahan mengapa talak hanya dikhususkan kepada suami sementara istri tidak diberikan hak talak? Karena kemungkinan seperti ini berkenaan dengan istri juga ada.

Mungkin sang istri tidak lagi mencintai suaminya dan dia sudah tidak suka untuk melanjutkan kehidupan perkawinan. Dalam kasus seperti ini juga bisa dikatakan.

Karena kecintaan tidak ada maka kehidupan rumah tangga praktis berakhir dan juga harus diberikan hak kepada istri untuk menceraikan suaminya dan mengumumkan berakhirnya perkawinan. Dalam jawaban dikatakan: Ketidakcintaan istri tidak bisa diartikan sebagai akhir kehidupan rumah tangga tetapi salah satu tanda keteledoran atau kelalaian sang suami. Dan kelalaiannya adalah dalam masalah melaksanakan tugas-tugas perkawinan dan sebagai suami. Karena kunci ikatan hati dan kecintaan istri dalam ikhtiar suami. Apabila suami betul-betul mencintai istrinya dan sangat perhatian padanya maka dia akan melakukan tugas-tugas sebagai suami dengan baik dan memperbaiki akhlak dan perilakunya. Istri juga kebanyakan akan menjadi semangat penuh harapan dan penuh perhatian dan berusaha untuk menjaga hati suaminya dalam otoritasnya. Oleh karenanya apabila istri tidak perhatian kepada kehidupan dan suaminya maka hal itu adalah keteledoran dan kelalaian suami.

Dalam bentuk seperti ini maka talak bukanlah sebuah keharusan tetapi harus memberitahukan kepada sang suami akan tugas-tugasnya dan skill beristri sehingga meninjau kembali prilaku perkataan dan akhlaknya.

Mungkin akan dipertanyakan: Apabila sang suami memukul istrinya atau tidak memberikan nafkahnya dan menyulitkannya atau tidak melakukan hak tidur bersama atau menyakitinya atau memakinya sampai diapun tidak mau menceraikannya.

Dalam kondisi seperti ini apa taklif (tugas) si istri? Apakah anda akan mengatakan padanya: Dia harus bersabar tenang sampai menjelang ajal? Mengapa dalam kondisi seperti ini tidak diberikan hak talak kepada istri sehingga menyelamatkan dirinya dari penjara menyakitkan seperti ini? Dalam jawaban dikatakan Islam dibangun atas pilar keadilan dan kebijaksanaan dan menjaga hak-hak para individu. Sama sekali tidak memperbolehkan dan tidak menekankan prilaku yang tidak pantas dan kezaliman suami terhadap istrinya bahkan sangat menentangnya dan membela hak-hak istri.

Istri dalam kondisi seperti ini merujuk kepada badan para penengah dan memohon kepada mereka supaya menasehati suaminya dan mengajaknya untuk menjaga keadilan kebijaksanaan dan melakukan tugasnya. Apabila mereka sukses dalam hal ini maka dia (suami) melanjutkan kehidupannya dan jika suami menolak menerima hak istrinya maka si istri memaparkan pengaduannya kepada penguasa syar'i Islam atau pengadilan keluarga. Penguasa syar'i Islam akan menghadirkan suami yang melanggar dan memintanya supaya menghentikan kezalimannya dan melakukan tugas-tugasnya.

Apabila dia menerima maka memaksanya untuk bercerai. Dan jika dia menolak maka penguasa Islam itu sendiri yang menceraikan istri dan mengambil hak-hak istri dan suaminya. []


Catatan Kaki:

1) Kasyful Ghummah: Juz 2 halaman 76

2) QS. at-Tahrim: 10 dan QS. al-Lahab

3) Al-Kâfi: juz 1 halaman 30

4) Al-Kâfi: Juz 1 halaman 33

5) Al-Kafi: juz 5 halaman 78

6) Al-Kafi: juz 5 halaman 84

7) Wasail Al-Syiah Juz 20 halaman 168

8) Q.S Al-Nisa' (4): 32

9) Wasâil Al-Syiah: Juz 2 Halaman: 284

10) Wasâil Al-Syiah: Juz 2 Halaman: 274

11) Ibid: Juz 2 halaman 269

12) Ibid:Juz 2 halama 272

13) Ibid: Juz 2 Halaman 270

14) Q.S Al-Nisâ' (4): 19

15) Q.S Ath-Thalâq (65): 6

16) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 halaman:201

17) Ibid: Juz 20 Halaman: 201

18) Majma' Al-Bayân :Juz 7 Halaman: 138

19) Q.S Al-Ahzâb (33) 59

20) Q.S Al-Ahzâb (33):32-33

21) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 Halaman:212

22) Ibid: Juz 20 Halaman: 201

23) Nûr ats-Tsaqalain: Juz 3 Halaman: 590

24) Ibid

25) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 2 Halaman: 522

26) Ibid: Juz 20 Halaman : 199

27) Ibid: Juz 20 Halaman: 229

28) Ibid: Juz 20 Halaman: 228

29) Tafsir Nur Tsaqalain: Juz 2 Halaman : 587

30) Ibid: 588

31) Q.S Al-Nur (24): 31

32) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 Halaman 212

33) Ibid: Halaman 220

34) Ibid: Halaman 222

35) Q.S Al-Nûr (24): 30)

36) Wasâil Al-Syî'ah:Juz 20: halaman 191

37) Ibid: Halaman 192

38) Ibid: Halaman 192

39) Ibid: Halaman 193

40) Ibid: Halaman 198

41) Ibid: Halaman 198

42) Mustadrak Al Wasâil: Juz 14 Halamam: 265

43) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 Halaman 185

44) Wâsail Al-Syî'ah: Juz 20 Hlaman 15

45) Ibid: Halaman 16

46) Ibid: Halaman 17

47) Bihâr Al-Anwâr: Juz 103 Halaman: 220

48) Wasâil Al-Syî'ah: juz 20 Halaman 18

49) Ibid: Halaman 19

50) QS Ar-Ruum (30): 21

51) Wasâil Al-Syî'ah: juz 20 Halaman 18

52) Ibid: Halaman 17

53) Bihâr Al-Anwâr: Juz 103 Halaman 221

54) Ibid: Halaman 222

55) Q.S Al-Nûr (24): 32

56) Makârim Al-Akhlaq: Juz 1 Halaman: 253

57) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 Halaman: 14

58) Bihar al Anwar: Juz 103 halaman: 220

59) Al-Rûm (30): 21

60) Al-Baqârah (2): 187

61) Al-Nîsa' (4) : 19

62) Bihâr Al-Anwâr: Juz 71 Halaman: 389

63) Wasâil Al-Syî'ah :juz 20 Halaman: 158

64) Mustadrak Al-Wasâil: Juz 14 Halaman: 296

65) Bih.âr Al-Anwâr: Juz 103 Halaman: 254

66) Wasâil Al-Syî'ah: Juz 20 Halaman: 246

67) Ibid: Juz: 20 Halaman: 164

68) Mustadrak Al-Wasâil: Juz 14 Halaman: 221

69) Ibid

70) Al-Nisâ' (4): 34

71) Makârim Al-Akhlak: Juz 1 Halaman: 248

72) Bihâr Al-Anwâr: Juz 74 Halaman: 5

73) Al-Tahrim (66): 6

74) Wasâil Al-Syi'ah: juz 20 halaman: 41

75) Ibid: Halaman 158

76) Al-Nisâ' (4): 4

77) Wasâil Al-Syî'ah:Juz 21 hal.240

78) Ibid: Halaman: 253

79) Ibid: Halaman:266

80) Ibid: Halaman: 266

81) Ibid: Halaman: 272

82) Ibid: Halaman: 266

83) Ibid

84) Ibid: Halaman: 276

85) Wasâil Al-Syîah: Juz 21 Halaman: 268

86) Ibid: Hal. 509

87) Ibid: Hal. 510

88) Al-Nisâ" (4): 7

89) Tafsir Kabir: Juz 9 Hal. 194

90) Al-Nisâ' (4): 11

91) Bihâr Al-Anwâr: Juz 104 Halaman: 326

92) Bihâr Al-Anwâr: Juz 104 Halaman: 327

93) Al-Nisâ (4): 3

94) Wasail Al-Syiah juz 22 halaman 7

95) Ibid halaman 8

96) Ibid halaman 8

97) Makârim Al-Akhlak: Juz 1 Halaman: 248

98) Ibid: Halaman 225

99) Mustadrah Al-Wasâil: Juz 15 Hal. 280

100) Al-Nisâ' (4): 35

101) Al-Nisâ' (4): 20-21

102) 'Iddah talak raj'î adalah masa (waktu) terjadinya talak sampai istri melihat 3 kali kebiasaan bulannya (menstruasi).

(Dokumen-ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: