Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Ibnu Hibban: “Semoga Allah Wafatkan Kita dalam Kecintaan kepada Al-Mustafa dan Ahlul Baitnya.”

Ibnu Hibban: “Semoga Allah Wafatkan Kita dalam Kecintaan kepada Al-Mustafa dan Ahlul Baitnya.”

Written By Unknown on Sabtu, 24 Maret 2018 | Maret 24, 2018


Ulama bergelar Syekh Khurasan ini adalah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad At-Tamimi Al-Busti (270 – 354 H). Mengingat Ibnu Hibban tinggal dalam jangka waktu lama di Khurasan, dia senang menghabiskan waktunya menziarahi Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.

Ibnu Hibban sendiri yang mengisahkan perburuan spiritualnya di peristirahatan Imam Ali bin Musa Ar-Ridha dalam salah satu karyanya berjudul Al-Tsiqat. Kitab ini berisi tentang biografi singkat para perawi hadis yang terpercaya, dia mencatat ribuan nama-nama periwayat hadis lintas zaman yang salah satu entrinya adalah nama Imam Ahlul Bait, Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.

Ibnu Hibban berkata, “Ali bin Musa Ar-Ridha, dialah Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, yang bergelar Abul Hasan. Dia salah satu Ahlul Bait dan yang terpandai, keturunan Bani Hasyim yang terkemuka…. Ali bin Musa Ar-Ridha wafat di Thus, akibat minuman yang dituangkan Al-Makmun, dan wafat setelah itu di pengujung hari Sabtu tahun 203 H. Pusaranya di Sanabaz Nuqan (sekarang disebut Masyhad – red) yang terkenal dan banyak diziarahi. Letaknya di sisi pusara Al-Rasyid. ”

*****

4 Kisah Menarik Imam Ridha a.s.


Kilau kubah keemasan nan megah itu menarik perhatian setiap orang yang memandangnya. Siapapun yang melihatnya akan terpesona dan terpana. Berada didekatnya memberikan kenyamanan dan ketenangan. Semua itu tidak hanya disebabkan oleh kemegahan bangunannya, tetapi karena terdapat manusia suci dan agung yang dimakamkan di bawahnya. Imam Ridha a.s., begitulah kami memanggilnya.

Kakak teringat pertanyaan seorang anak lelaki kepada ibunya, “ Ibu, bukankah ibu sering mengatakan bahwa berziarah ke makam imam membuat hati tenang dan tenteram, tapi kenapa setiap kali berziarah ibu pasti menangis?”

Sang ibu menjawab, “Anakku sayang, ibu menangis kali ini karena hari ini tanggal 29 Shafar, hari syahadah Imam Ridha a.s. Tangisan ibu setiap kali berziarah adalah karena rasa bahagia. Kita telah diberi anugerah dan nikmat terbesar, yaitu wilayah kepada keluarga Nabi Muhammad SWT. Berada di dekat Imam Ridha a.s. berarti berada di dekat Rasulullah SAW, sang pemberi syafaat.”

Yuk kita simak 4 kisah menarik di bawah ini, supaya kita lebih mengenal dan mencintai Imam Ridha a.s.:


Imam Ridha, Anda adalah Imamku

Salah seorang sahabat bernama Ibnu Abi Katsir menuturkan kisah ini demikian:

Setelah Imam Musa a.s. menjemput syahadah, semua orang mengalami keraguan tentang penerus beliau a.s. Pada tahun itu, aku pergi ke Makkah untuk berziarah ke Baitullah dan sekaligus menemui sanak famili.

Suatu hari aku melihat Ali bin Musa Ar-Ridha a.s. berada di samping Ka’bah. Dalam hati aku berkata, “Apakah ada orang yang wajib ditaati?”

Belum selesai aku berkata dalam diri, tiba-tiba Imam Ridha a.s. memberikan isyarah dan berkata, “Demi Allah! Akulah orang yang wajib ditaati.”

Aku terdiam. Semula aku mengira mungkin tanpa sadar aku mengucapkannya dengan suara keras. Namun aku berfikir kembali dan teringat bahwa mulutku pun tidak bergerak. Aku memandang Imam Ridha a.s. dengan rasa malu dan berkata, “Tuan!… Aku bersalah… maafkan aku!… kini aku mengenal Anda. Anda adalah imamku (yang wajib ditaati).”


Engkau Masih Mengingat Kami?

Abdullah bin Ibrahim Ghifari meriwayatkan kisah ini demikian:

Aku tidak punya apa-apa. Aku jalani hidup dengan susah. Salah seorang yang aku pinjami uang menekanku supaya aku bayar. Aku pergi kepada Imam Ridha a.s. Aku berharap Imam Ridha a.s. bersedia menyampaikan kepadanya agar ia bersabar atau memberikan tenggang waktu.

Imam Ridha a.s. sedang bersantap makan saat aku datang. Lalu beliau mengajakku untuk bersantap bersama. Setelah itu, terjadi pembicaraan dengan berbagai topik hingga aku melupakan tujuan utamaku.

Setelah berlalu beberapa saat, Imam Ridha a.s. memberikan isyarat supaya aku menyingkap ujung sajadah yang berada tepat disampingku. Di bawah sajadah terdapat 340 dinar. Di sisi uang tampak sebuah tulisan “Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah, Ali Waliyullah.” Di sisi lainnya ada tulisan “Kami tidak melalaikanmu. Bayarlah hutangmu dengan uang ini! Sisanya untuk memenuhi keperluan hidup keluargamu”.


Imam Yang Gharib (Diasingkan)

Sajistani meriwayatkan kisah ini sebagai berikut:

Hari itu sungguh mengherankan. Utusan Makmun, Khalifah Bani Abbas datang untuk menjemput dan membawa Imam dari Madinah menuju Khurasan. Wajah, gerakan dan semua tindak tanduk Imam a.s. menandakan perpisahan. Saat beliau ingin berpisah dengan tanah suci pusara Nabi SAW, berkali-kali beliau pergi ke makam sang datuk SAW. Perilaku ini menandakan bahwa sangat berat bagi beliau untuk berpisah.

Aku tidak tahan menyaksikannya. Aku maju dan memberikan salam. Aku ucapkan selamat kepada beliau a.s. karena perjalanan ini akan membawa beliau menjadi putera mahkota Makmun. Namun hatiku tetap bersedih saat melihat air mata Imam a.s. Aku terdiam.

Imam Ridha a.s. berkata, “Lihatlah aku baik-baik! Perjalananku ini akan menuju tempat yang asing dan kematianku ditetapkan di sana… Wahai Sajistani! Jasadku akan dimakamkan di samping kubur Harun, ayah Makmun.


Tawaf Terakhir

Kisah ini diriwayatkan oleh salah seorang pelayan Imam Ridha a.s. bernama Muwaffaq. Isinya sebagai berikut:

Imam Jawad a.s. saat itu masih berusia 5 tahun. Perjalanan itu merupakan perjalanan terakhir yang kami tempuh bersama Imam Ridha a.s. untuk berziarah ke Baitullah. Aku masih mengingatnya dengan baik…

Aku meletakkan Imam Jawad a.s. di atas bahuku dan bertawaf mengelilingi Ka’bah. Pada salah satu putaran tawaf, Imam Jawad a.s. ingin supaya kami berhenti di samping Hajar Aswad. Pada mulanya aku tidak berkata apa-apa, namun setelah itu bagaimanapun aku berusaha, beliau tetap tidak berdiri dari tempatnya. Kesedihan tampak dari wajah mungil beliau yang indah.

Dengan susah payah aku menemukan Imam Ridha a.s. Aku ceritakan hal yang terjadi. Imam Ridha a.s. lalu menuju Hajar Aswad. Aku pun masih mengingat dengan baik percakapan anak dan ayah sebagai berikut:

– Puteraku! Kenapa engkau tidak mengikuti kami?

* Tidak ayah! Izinkanlah aku terlebih dahulu bertanya beberapa pertanyaan, setelah itu aku akan mengikutimu.

– Katakanlah wahai puteraku!

* Ayah! Apakah engkau mencintaiku?

– Tentu saja puteraku!

* Bila aku bertanya lagi, apakah engkau akan menjawabnya?

– Pasti puteraku.

* Ayah! Kenapa tawaf ayah hari ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya? Apakah ini ziarah terakhir ayah ke Baitullah?

Imam Ridha as terdiam. Aku teringat perjalanan Imam Ridha a.s. ke Khurasan. Aku menatap wajah Imam Ridha a.s. Air mata berkumpul di kelopak mata beliau. Imam Ridha a.s. lalu memeluk puteranya. Aku tidak dapat menahan diri lagi…

Bagaimana kisah-kisah di atas, menarikkan? Semoga kisah-kisah ini dapat menambah kecintaan kita kepada beliau dan Ahlul Bait a.s.

Apakah adik-adik ingin berziarah ke makam beliau a.s. di kota Masyhad, Iran? Yuk kita nabung supaya bisa berziarah langsung ke pusara Imam Ali Ridha a.s.

Sampai jumpa di Kids Corner berikutnya!

*****

Ibnu Hibban menyatakan terus terang, “Sungguh aku seringkali menziarahinya, terutama di saat kesulitan menimpaku ketika tinggal di Thus. Aku menziarahi Ali bin Musa Ar-Ridha shalawat atas datuknya dan atasnya. Aku memohon kepada Allah agar mencerabut kesusahan tersebut dariku. Kontan saja dikabulkan permohonanku dan segera lenyap kesusahanku. Hal ini merupakan sesuatu yang aku alami berulang kali.”

Ibnu Hibban kemudian menutup pernyataannya dengan sebuah doa, “Semoga Allah mewafatkan kita dalam kecintaan kepada Al-Mustafa dan Ahlul Baitnya shalawat Allah atasnya dan mereka semua.”

***** 

Kebaikan Terbesar, Kecintaan Ahlul Bait a.s.


Balasan Kebaikan

مَنْ جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ خَيْرٌ مِّنْهَا ۚ وَهُمْ مِّنْ فَزَعٍ يَّوْمَئِذٍ اٰمِنُوْنَ

“Barang siapa membawa kebaikan, maka dia akan memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya. Dan mereka merasa aman dari ketakutan (yang dahsyat) pada hari itu (kiamat).” [QS. An-Naml: 89]

Adik-adik, yuk kita baca ayat di atas berulang kali supaya benar-benar melekat di benak dan tertanam di jiwa.

Ayat ini mengingatkan dan memotivasi kita untuk selalu berbuat kebaikan, apapun bentuknya. Saat membaca ayat ini, Kakak jadi teringat dengan sebuah kisah di masa Rasulullah saw.

Simak ceritanya ya…

Suatu hari ada seseorang yang berjalan menyusuri kota Madinah. Orang tersebut kelaparan. Ia bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, ke mana harus meminta bantuan.

Ia terus berjalan, menyusuri gang-gang dan jalan-jalan kota hingga akhirnya sampai di Masjid Nabi tepat pada waktu maghrib.

Matanya tertuju pada sekelompok orang yang sedang bercakap-cakap. Ia berjalan pelan-pelan ke arah mereka lalu menyapa mereka dan memohon bantuan mereka. Namun usahanya sia-sia, mereka hanya memandangi laki-laki itu, tidak satupun dari mereka yang bersedia membantunya.

Lelaki miskin itu menundukkan wajahnya dan pergi meninggalkan mereka tanpa berkata apapun.

Tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya. Ia segera menoleh dan menghampiri orang yang memanggilnya. Orang itu mengeluarkan beberapa keping koin uang dan memberikannya kepada lelaki miskin tesebut. Menyaksikan perbuatannya tersebut, teman-temannya akhirnya mengulurkan tangan mereka dan memberikan beberapa koin uang juga.

Lelaki miskin itu bahagia sekali menerima bantuan mereka, lalu ia mendoakan mereka yang telah membantunya, semoga Allah swt membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Tak membuang-buang waktu lagi lelaki miskin itu segera menuju pasar dan membeli semua kebutuhannya dan keluarganya.

Dari dalam masjid, Rasulullah saw. memperhatikan semua kejadian yang yang baru saja terjadi. Beliau saw. sangat bahagia melihat apa yang telah dilakukan para sahabatnya.

Rasulullah saw. berkata kepada orang pertama yang membantu lelaki miskin tadi, “Setiap orang yang melakukan kebaikan dan orang lain mengikutinya, sesungguhnya Allah swt akan memberinya ganjaran dan pahala sebesar pahala yang didapatkan oleh semua orang yang mengikutinya.

Nah begitulah kisahnya. Pengertian kebaikan sangat luas sekali. Sedekah dengan separuh korma atau bertutur kata baik menurut hadis Nabi adalah kebaikan yang dapat melindungi dari panasnya api neraka. Setiap kebaikan apa saja yang kita lakukan akan dibalas oleh Allah swt dengan yang lebih baik lagi. Dalam ayat lain, akan dilipatgandakan hingga 10 kali lipat dengan yang lebih baik lagi:
مَنْ جاءَ بِالْحَسَنَهِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثالِها

“Barangsiapa berbuat kebaikan akan mendapat balasan 10 kali lipat kebaikan tersebut.” [QS. Al-An’am: 160]

Apakah adik-adik tahu kebaikan paling besar yang disebutkan dalam ayat tersebut?

Yuk kita coba baca hadis dari Imam Ja’far Shadiq a.s. Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hasanah (kebaikan) dalam ayat adalah “KECINTAAN KEPADA AHLUL BAIT a.s.”.

Benar, kecintaan kepada Ahlul Bait adalah salah satu bentuk kebaikan paling besar. Di saat semua orang pada hari kiamat merasa ketakutan, kecintaan ini akan memberikan keamanan dan keselamatan kepada para pencinta Ahlul Bait a.s.

*****

Untuk pengecekan lebih lanjut, silakan merujuk Kitab Al-Tsiqat, jilid 8, h. 456-7, cet. 1, Heidarabad, India, Dairah Al-Ma’arif Al-Utsmaniyah, 1973.


Ibnu Hibban tidak hanya pandai dalam urusan pencatatan hadis dan ilmu biografi perawi, sehingga menghasilkan buah karya Shahih Ibnu Hibban dan Al-Tsiqat ini, namun juga pandai dalam beberapa bidang lain. Di antara ilmu yang digelutinya adalah sejarah, geografi, astronomi, kedokteran, teologi dan filsafat.

Meskipun lahir di sebuah dusun kecil bernama Bust, Sijistan, wilayah Afganistan kini, Ibnu Hibban adalah keturunan Bani Tamim sehingga memiliki kecenderungan pada bidang bahasa Arab. Beliau juga seorang pengembara terkenal dan pernah menjadi hakim di Samarkand.

Al-Manawi berkata, “Ibnu Hibban telah berjasa besar dalam merumuskan ilmu hadis yang tak sanggup dirumuskan oleh imam-imam lain.” Menurut Al-Hakim, “Dia adalah salah seorang bendaharawan ilmu di bidang fikih, bahasa dan dakwah.”

(Safinah-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: