Penindasan minoritas muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar dan umat Buddha ekstremis dan berlindungnya umat muslim kawasan tersebut ke kamp-kamp pengungsian di Bangladesh masih terus berlanjut.
Menurut laporan IQNA dilansir dari harian Jakarta Post, beberapa bulan setelah tindakan kerasan tersebut dimulai, namun ratusan muslim Rohingya yang tak berdaya melakukan perjalanan dari perbatasan Myanmar ke kamp-kamp Bangladesh setiap hari.
Seorang guru Rohingya yang tinggal di Chittagong, Bangladesh, di sebuah konferensi yang diselenggarakan di Berlin Jerman tentang genosida masyarakat Rohingya pada Senin lalu, mengatakan, kezaliman dan pemerkosaan adalah senjata Myanmar untuk memaksa minoritas muslim agar meninggalkan kawasan Rakhine.
Sejumlah organisasi internasional, para pembela hak asasi manusia, dan media juga melaporkan bahwa pemerintah Myanmar telah menggunakan api, penyiksaan, pemerkosaan dan pembantaian kepada muslim Rohingya. PBB menyebutnya sebagai pembersihan etnis, namun orang Rohingya menyebutnya genosida.
Ro Tun Khin, Presiden organisasi Rohingya di Inggris mengatakan, penindasan pemerintah kepada umat muslim Rohingya telah berlangsung selama beberapa dekade, dan masih terus berlanjut dan hasilnya adalah keluarnya ratusan ribu orang dan kabur ke Bangladesh. Pemerintah Myanmar secara sengaja dan sistematis bermaksud menolak identitas dan keberadaan muslim Rohingya.
“Ekstremis Rakhine menekan masyarakat melalui penciptaan paceklik dan kelaparan, dan mengizinkan mereka untuk pergi ke toko dan membeli makanan, pergi ke sawah dan memancing,” imbuhnya.
Ro Tun Khin menegaskan bahwa populasi kawasan ini, yang dulunya sangat ramai, kini hanya berjumlah 70.000 orang. Dia yakin pemerintah Myanmar dengan sengaja ingin menghancurkan seluruh komunitas Rohingya dan menurutnya ini adalah genosida.
Komunitas Rohingya di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Tenggara telah berulang kali meminta tindakan serius untuk menghentikan genosida ini dari masyarakat internasional seperti PBB, dan khususnya ASEAN, yang mana Myanmar juga merupakan anggotanya.
Mereka menekankan bahwa jika pemerintah Myanmar terus melakukan penindasan dan agresi terhadap minoritas tertindas ini, maka harus dikeluarkan dari ASEAN.
(Jakarta-Post/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar