Pemerintah Myanmar, yang sekarang sedang dikritik oleh organisasi internasional hak asasi manusia karena telah melanggar hak-hak minoritas muslim Rohingya, berencana menyelenggarakan "Konferensi Perdamaian Panglong Abad 21" pada bulan April tahun depan.
Menurut laporan IQNA dilansir dari situs Arakan, berdasarkan kesepakatan pertemuan koordinasi eksekutif Myanmar ke-7 sehubungan dengan terciptanya gencatan senjata di seluruh negeri, konferensi perdamaian Panglong abad 21 dijadwalkan berlangsung pada bulan April tahun mendatang.
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, meminta para partisipan pertemuan untuk sepenuhnya percaya diri dalam pembahasan-pembahasan tersebut.
Dia dengan menjelaskan bahwa adanya keraguan tentang pembentukan pemerintah federal di Myanmar tanpa mempelajari pola yang tepat untuk negara tersebut, tidak akan membantu menciptakan perdamaian, meminta perundingan antara angkatan bersenjata dan kelompok bersenjata etnis, dan meminta kelompok tersebut agar menerima undangan itu dan melakukan perundingan.
Pemimpin Myanmar juga meminta para pecinta perdamaian agar menggunakan kesempatan ini untuk mencapai pemahaman antar para partisipan dan membangun demokrasi di negara ini.
Pemerintah Myanmar menjadi tuan rumah sebuah konferensi perdamaian pada bulan April, sementara itu serangan kekerasan tentara dan militan Buddhis dari bulan Agustus lalu sampai sekarang terhadap minoritas muslim Rohingya di Rakhine masih berlanjut, dan sampai sekarang hampir 700.000 orang Rohingya telah kabur ke Bangladesh.
Setelah penandatanganan perjanjian gencatan senjata di Myanmar pada tahun 2015, diusulkan penyelenggaraan konferensi perdamaian Panglong abad ke 21 dan konferensi ini diselenggarakan pada tahun 2016 dan 2017, dan tahun ini diputuskan akan diselenggarakan periode ketiganya.
Nama ini mengacu pada kesepakatan bersejarah yang ditandatangani oleh Neg San, jawara kemerdekaan Myanmar pada tahun 1947, yang didirikan oleh almarhum ayah Suu Kyi dan Jenderal Aung San di sebuah kota bernama Panglong, dan di situ sejumlah kelompok ras berkomitmen untuk bergabung dengan Myanmar setelah merdeka.
(Arakan/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar