Penampilan Sekolah Al-Quran di Madagaskar
Muslim moderat dan aktivis ekonomi di pulau indah Madagaskar di samudera Hindia sangat khawatir dengan pengaruh pemikiran radikal dan ekstremisme terhadap pendidikan sekolah-sekolah Alquran di negara ini.
Menurut laporan IQNA, Madagaskar adalah pulau terbesar ke-4 di dunia, terletak di samudera Hindia di dekat pantai tenggara Afrika, dengan ibu kota Antananarivo. Populasinya 22 juta dan bahasa resminya adalah Malagasi dan Prancis. Setengah dari orang-orang di negara ini adalah Kristen dan separuh lainnya mengikuti tradisi keagamaan pribumi. Tradisi keagamaan asli berfokus pada ikatan antara hidup dan nenek moyang di masa lalu.
Madagaskar 88 juta tahun yang lalu, terpisah dari India, dan setelah itu tidak pernah terhubung dengan daratan-daratan lain di dunia. Pemisahan yang panjang ini menyebabkan sebagian besar tumbuh-tumbuhan dan binatang menjadi tak tertandingi dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia ini.
Sejarah tempat manusia pertama di Madagaskar kembali pada abad ke-4M. Madagaskar sejak tahun 1896 termasuk jajahan Prancis, dan mengumumkan kemerdekaannya dari Prancis pada tanggal 26 Juni 1960 sebagai "Republik Malagasi" di Prancis, dan pada tahun 1975 namanya berubah menjadi "Republik Demokratik Madagaskar".
Dari sudut pandang rasial, masyarakat Madagaskar adalah kombinasi dari unsur Afrika Selatan dan Asia Tenggara. Kemudian, pengusaha Arab juga datang ke utara Madagaskar dan mengenalkan Islam. Sebagian kecil penduduk Madagaskar juga keturunan imigran Eropa, India, Creole, Lunar, dan Cina.
Surat kabar Kuwait Al-Qabas menerjemahkan sebuah laporan dari pengamatan lapangan koresponden surat kabar Prancis "le Figaro" ke pulau indah Madagaskar dalam bahasa Arab. Dan teks tulisan ini adalah sebagai berikut:
Koresponden le Figaro dalam laporan lapangan ini menuturkan, dalam perjalanan ke bagian tenggara Madagaskar, kami sampai di kota Vohipeno; pada pandangan pertama, kota ini tampak miskin, namun kota dengan aroma bunga cengkehnya merupakan tempat yang menarik bagi wisatawan. Kami menemukan kota di sisi selatan kota Manakara. Sebuah wilayah dimana bendera putih dan merahnya tidak berubah sejak masa kolonisasi Prancis.
Sepanjang jalan, kami melihat pohon palem yang berjejer satu demi satu, rumah terbuat dari kayu dan masih kekurangan listrik. Dalam perjalanan ke pinggir laut, tiba-tiba kami sampai di menara masjid yang sudah usang, di sampingnya dibangun gedung-gedung baru, dan seorang pria bergamis hitam bersembunyi saat melihat kami.
Di samping masjid "Phatomassina" (berarti batu suci), didirikan pada tahun 1990 oleh presiden Libya Muammar Gaddafi yang digulingkan, terletak sekolah Alquran "Al Najah". Sebuah bangunan bersih yang menghadap ke lapangan sepak bola kotamadya, tempat anak-anak dengan pakaian usang sedang bermain di situ.
Di aula besar yang terletak di lantai dasar sekolah Alquran ini, sekitar 45 anak berusia antara 7 - 14 tahun, sementara kesemuanya mengenakan songkok, duduk di atas tanah dan membacakan Alquran dengan suara keras.
Anak-anak ini hadir atas permintaan keluarga miskin mereka dan mempelajari Alquran dalam bahasa Arab dan bahasa Urdu. Bahasa yang bukan bahasa asli anak-anak ini dan mereka tidak memahaminya.
Penampilan Masjid di Madagaskar
"Nadeem Dolib," yang berasal dari pulau Mauritius, yang mengelola sekolah Alquran di al-Najah, mengatakan, sangat mudah untuk menjadi muslim di desa ini, dan setiap anak muda yang ingin menjadi muslim, ia mandi dan mengucapkan kalimat syahadatain.
Nadeem adalah misionaris Islam yang bukan warga Madagaskar tapi belajar bahasa mereka. "Sangat mudah bagi saya," katanya. "Saya benar-benar seorang pelayan sekolah Alquran ini. Ini adalah hidup saya dan menurut saya tidak ada yang lain selain kebenaran dalam Alquran".
Mata Nadim menyala. Seolah-olah dua kobaran api berkobar di matanya. Pemuda tersebut meninggalkan rumahnya, Kepulauan Mauritius, untuk menuju Prancis, dan dia bisa mendapatkan gelar sarjana di sana dan menikah dan memiliki dua anak perempuan, namun pernikahan tersebut ambruk dengan keputusannya untuk meninggalkan Prancis, namun pertanyaannya adalah, mengapa dia memilih daerah terpencil ini untuk dijadikannya sebagai tempat tinggal dan mengapa dia meninggalkan anak-anaknya?
Cerita Nadeem sangat menarik. Pria ini tidak memiliki persamaan kesetaraan antara pria dan wanita, salah satu fondasi konstitusi Prancis. Dia menganggap wanita sebagai pelengkap pria, dan tidak sama dengan mereka.
Lembaga Perwakilan Ayatullah Hakim di Madagaskar
Selanjutnya, kami terus melakukan perjalanan ke pinggiran kota Vohipeno di tenggara Madagaskar dan menjumpai sebuah mobil yang disumbangkan oleh United Nations Children's Fund (UNICEF) kepada Henri Rakotonarivo, Direktorat Regional Pendidikan Nasional. Misinya adalah untuk mengawasi dan memeriksa pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah Alquran di wilayah ini. Sekolah-sekolah ini telah didirikan selama 12 tahun terakhir dan berdedikasi untuk mengajarkan Alquran.
Henri adalah penerus dari Eunice Ratzito Fahana, dia dipecat tahun lalu karena pelaksanaan program yang tidak berlisensi oleh Kementerian Pendidikan Madagaskar dalam perjalanan ke Arab Saudi untuk mendanai sekolah dan keuangan Alquran. Hal ini juga menyebabkan penutupan 14 sekolah Alquran karena pelaksanaan program pendidikan tanpa izin.
Gambar Ilustrasi dari Benteng Queen Palace di Madagaskar
Dia berpendapat bahwa beberapa propagandis mengeksploitasi kemiskinan penduduk untuk memastikan dan mencapai tujuan mereka. Dia menyatakan, meyakini agama Islam dan berjilbab bagi anak perempuan adalah satu-satunya syarat yang diperlukan untuk belajar di sekolah-sekolah ini dan kegratisan mereka adalah salah satu alasan utama para warga pergi ke sekolah-sekolah ini.
Pengawasan Amerika
Penduduk setempat mengatakan, pada bulan Mei 2017, sebuah delegasi Amerika mengunjungi Kota Vohipeno untuk memantau keamanan gedung-gedung pendidikan yang didukung UNICEF. Tidak jelas apakah mata-mata CIA juga hadir di antara anggota dewan ini, namun mereka dalam kunjungan ini menggunakan pesawat tak berawak. Hal ini menyebabkan surat kabar terbesar di Madagaskar yang disebut "L’Express", menulis di halaman pertamanya dengan, "Sekolah Alquran dengan pengawasan Amerika.
Walikota Vohipeno adalah seorang muslim muda, dan ini tidak aneh karena ini adalah pemukiman minoritas muslim tertua yang ada di wilayah ini, yang semuanya berasal dari Zanzibar. Yang penting tentang pemuda ini adalah takdirnya. Ia dilahirkan dalam keluarga petani Kristen dan sangat miskin. Dia adalah murid yang baik di sekolah, namun keluarganya tidak memiliki kemampuan untuk membayar pendidikannya sampai sarjana. Dia memeluk Islam dan pergi ke Arab Saudi untuk menimba ilmu, yaitu tujuan kedua bagi para mahasiswa Madagaskar setelah Prancis.
Pemandangan kota Antananarivo, ibu kota Madagaskar
Dalam kelanjutan perjalanan ke tenggara Madagaskar, kami menjumpai seorang imam masjid di masjid Mancara di Madagaskar; dia sangat khawatir akan publikasi ide radikal dan ekstremis di Madagaskar. "Pemikiran seperti ini benar-benar jauh dari Islam, yang diyakini oleh muslim Madagaskar, yang telah membentuk 6 persen jiwa di wilayah tersebut dan percaya pada hal itu sejak abad ke-13," katanya.
Dia dituduh bersalah oleh rival masjid baru, karena selama acara, ia membagikan bingkisan makanan tanpa diskriminasi di kalangan umat Islam dan Kristen. “Mereka takfiris dan siapa pun yang tidak sepemikiran seperti mereka dituduh murtad dan keluar dari agama. Mereka telah terpengaruh misionaris Pakistan dan mendirikan sekolah dan masjid di mana-mana tanpa persetujuan pemerintah,” paparnya.
Posisi Strategis
Saat salat Zhuhur, kami sampai ke masjid rival dan masjid kontroversial yang disebutkan di atas. Sebagian besar para jamaahnya adalah orang Hindu dan Pakistan, yang baru saja tiba di pulau ini melalui maskapai Turki. Mereka memiliki jenggot panjang dan berbicara dengan bahasa Urdu dan jarang berbahasa Inggris. Mereka mengatakan bahwa mereka berafiliasi dengan "Jama'at Tablig" yang mengajak masyarakat untuk memeluk Islam melalui perjalanan, jalan kaki dan berkhotbah.
Investor yang bekerja di sektor politik Madagaskar juga berbicara tentang keprihatinan mereka tentang publikasi pemikiran radikal di pulau itu oleh sekolah-sekolah Alquran dan masjid-masjid yang tidak mengawasi mereka. Investor yang tidak ingin disebutkan namanya mengkritik penggampangan dan kurangnya pengawasan pemerintah, dan Hery Rajaonarimampianina, presiden Madagaskar sekarang.
Pemandangan Gereja Katedral Katolik di Madagaskar
Luas Madagaskar seukuran dua negara, Prancis dan Belgia, namun jumlah penghuninya tidak melebihi 23 juta, dan berdasarkan sensus, hanya 15 persen rumah di pulau tersebut menggunakan listrik. Tiga alasan telah menarik para ekstrimis Islam ke pulau ini, yang pertama adalah kemiskinan besar penduduk pulau ini, yang kedua, kelemahan permanen pemerintah, dan posisi strategis antara Afrika dan benua India.
Orang Amerika tidak membuat kesalahan saat pembukaan kedutaan mereka di daerah tersebut dan melengkapinya dengan radar di dekat Bandara Internasional "Ivato". Tindakan ini membuat mereka dapat mengerti akan semua misteri pulau itu dan mendominasi kesemuanya.
Gambar-gambar pemandangan alam Madagaskar yang indah
(Al-Qabas/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar