Oleh: Dewa Aruna
Demi menggiring umat agar benci Islam Nusantara, mereka berlogika begini: “Jika istilah Islam Nusantara itu baik, mengapa KH Hasyim Asyari (pendiri NU) tidak membuat istilah tersebut ketika itu, kok justru dibuat saat NU dipimpin Kiai Said? Artinya istilah Islam Nusantara tidak baik, sesat dan menyesatkan”
Maka balikkan logika tersebut, begini caranya:
1. Pertanyaan yang sama adalah jika Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) itu baik, mengapa Rasulullah ketika itu tidak membuat istilah Islam Aswaja. Mengapa istilah Islam Aswaja kok dibuat masa Imam Abu Hasan al-Asy’ari, apakah berarti Imam al-Asy’ari merubah Islam sebagaimana yang disyariatkan Rasulullah?
2. Jika Islam Terpadu (jargon PKS) itu baik, mengapa Rasulullah tidak mendakwahkan Islam terpadu saat itu, kok Islam saja (tanpa embel-embel) yang didakwahkan Rasul? Apakah Islam sebagaimana yang diajarkan Rasul “tidak terpadu” sehingga harus ditambah-tambahi istilah “TERPADU”?
3. Jika Islam Berkemajuan (jargon Muhammadiyah) itu baik, mengapa Rasulullah ketika itu tidak mendakwahkan istilah Islam Berkemajuan, kok Islam saja (tanpa embel-embel) yang didakwahkan Rasul? Apakah Islam sebagaimana yang diajarkan Rasul “tidak maju” sehingga saat ini harus repot-repot ditambah-tambahi istilah “BERKEMAJUAN”?
4. Mengapa hanya istilah Islam Nusantara saja yang kalian nyinyiri padahal kelompok kalian (PKS) istilah Islamnya juga ada embel-embelnya, “Terpadu”? Sebegitunya kalian benci dengan NU.
Ketahuilah wahai para nyinyier, bahwa Islam itu satu. Islam yang satu tersebut bersumber pada satu titik yaitu al-Quran Hadits. Al-Quran Hadits tersebut sangat lengkap, dari hulu sampai hilir terkait kehidupan dunia dan akhirat semua telah terkodifikasi dengan apik dalam al-Quran Hadits.
Namun keluasan cakupan al-Quran Hadits tersebut, tidak semua dimengerti umat Islam. Ada umat Islam yang memahami Islam itu hanya berdasar ayat-ayat perang saja sehingga melahirkan perilaku keras, radikal, destruktif dan anti toleran. Mereka memahami Islam, ya memang seperti itu, harus seperti itu, dan jika tidak seperti itu bukan Islam. Padahal justru mayoritas dalil dalam ajaran Islam itu berisi ayat-ayat damai, ayat ramah, ayat rahmah, ayat pencerah dan ayat kekeluargaan (ukhuwah).
Akibat anggapan bahwa Islam itu harus radikal maka nama baik Islam rusak/tercoreng di mata internasional. Martabat dan marwah Islam menjadi negatif. Padahal mereka (yang radikal) itu tidak mewakili Islam, tapi hanyalah pencilan (istilah sangat minoritas dalam ilmu statistik).
Akibat adanya kelompok perusak nama besar Islam tersebut, maka ketika ada ulama ingin mengembalikan kebesaran nama Islam itu, harus pakai istilah apa? Jika pakai istilah “Islam” SAJA, tanpa embel-embel maka umat akan bingung. “Lhohh….disana Islam tapi kok suka marah, keras, radikal, teror. Di sini kok justru Islam yang ramah, damai, toleran, menghargai perbedaan dan menyenangkan. Islam yang benar, yang mana sih???…..”
Untuk menghindari kebingungan, kerancuan dan jumboh tersebut maka diambillah nama suatu istilah tertentu dengan tujuan untuk MEMBEDAKAN antara Islam yang destruktif dan Islam yang konstruktif. Maka diambillah istilah Nusantara. Jadi “Nusantara” hanyalah cuma istilah untuk membedakan dengan “radikalis dan teroris”. Sebenarnya juga bisa mengambil istilah Islam X, Islam Y atau Islam Z. Hanya kebetulan istilah Nusantara itu istilah unik, baik unik kalimatnya maupun unik proses Islamisasinya, dimana di dunia Timur Tengah, Islam didakwahkan dengan simbol “al-Quran di tangan kanan dan pedang di tangan kiri”. Sedangkan Islamisasi di Nusantara pakai metode “al-Quran di tangan kanan dan budaya di tangan kiri”.
Sekali lagi, istilah Islam Nusantara hakikinya digunakan untuk menyelamatkan Islam dari kesan yang negatif, radikalis, teroris dan destruktif. Karena selama ini sadar atau tidak bahwa Islam telah dibajak oleh oknum yang tak bertanggungjawab.
Jadi Islam Ahlussunnah wal Jamaah dikodifikasi di masa Imam Abu Hasan al-Asyari (tidak di masa Rasulullah) karena zaman Imam al-Asyari, Islam telah dibajak oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab, sehingga ketika itu ada Islam Khawarij, Islam Syiah, Islam Musyabbihah, Islam Mujassimah, dsb. Tentu di masa Rasulullah tidak ada firqah-firqah seperti itu, Islam ketika itu masih murni.
Begitu juga mengapa Islam Nusantara baru muncul saat kepemimpinan Kiai Said, kok tidak di zaman Mbah Hasyim? Ya karena saat ini ada pembajakan terhadap nama Islam. Yang radikalis mengkkaim sebagai Islam, yang teroris mengklaim sebagai Islam dan yang politis mengklaim juga sebagai Islam.
Bagaimana memunculkan Islam agar tak terkesan negatif seperti itu? Ya dimunculkanlan istilah ISLAM NUSANTARA.
(Redaksi-Indonesia/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar